Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Sang peneliti tak bisa menulis

Seorang peneliti mengalami kesulitan menyusun hasil datanya dalam tulisan. disarankan agar dia mencari seorang editor untuk memecahkan masalah itu. tak mudah mencari seorang editor bahasa indonesia.

16 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TOPIK penelitiannya begitu menarik dan penting: Sayang Anak. Di kuping mereka yang belum mendalami permasalahannya, mungkin kedengarannya sebagai topik aneh atau topik yang dicari-cari saja. Malah ada yang menganggapnya lucu sebab berasosiasi dengan alunan suara seorang penjual kitab suci. Konon, ada penjual kitab suci di Medan yang dengan irama khas berulang-ulang berucap "sayang anaaak, sayang anaaak" guna menarik perhatian orang terhadap bacaan yang begitu berharga membina iman anak tersayang. -- Apakah manfaatnya diteliti soal sayang anak? Bukankah itu universal? Bukankah berakar pada naluri, seperti yang juga terdapat pada binatang? Mendengar ucapan demikian, sang peneliti serta merta menangkis secara meyakinkan. --Itu tidak benar. Terkadang manusia perlu bercermin pada binatang. Manusia berhasil menjinakkan spesiesnya tapi ada kalanya kalah luhur dibanding binatang. Manusia dibebani pilihan-pilihan dan yang dikatakan modernisasi belum tentu mengantarkan mereka kepada pilihan yang lebih bijaksana. Misalnya, susu ibu yang didesak susu kaleng. Yang lebih keji lagi, kebudayaan manusia mengenal cara menelantarkan bayi dan malah membunuh bayi. Tapi itu soal lain. Kami ingin meneliti faktor-faktor sosial, ekonomis dan psikologis mengapa orang sayang atau tidak sayang pada anak. Di dalam daftar pertanyaan yang mengesankan setebal 19 halaman kuarto itu dengan lihai digali persoalan seputar anak. Mengapa ibu sayang kepada anak. Jelaskan . . . Umur berapakah anak itu paling disayangi . . . Dalam bentuk apa dia disayangi. Jelaskan . . . Pada umur berapa anak memberi kebahagiaan terbesar bagi orang tua . . . Kalau cuma mempunyai satu anak apakah diinginkan laki-laki atau perempuan. Jelaskan alasannya . . . Jauh di lubuk hatinya dia bangga terhadap dirinya sendiri, dan sebabnya mudah dipahami. Pertama, dana penelitiannya dari luar negeri dan itu sungguh-sungguh menaikkan gengsi. Artinya, laku di luar negeri. Kedua, sudah beberapa kali konsultan luar negeri nongol di ruang kerjanya (bersama kawan-kawan) di fakultas dan gengsi ditempeli konsultan tidak ternilai harganya. Tetangga-tetangga juga sudah memaklumi dengan rasa kagum bahwa dia punya tamu dari luar negeri. Ketiga, atasan dan rekan-rekannya sesama dosen tidak menimb ulkan persoalan apa-apa, masing-masing menuruti aturan permainan sebagai penasihat dan anggota Proyek Penelitian Sayang Anak. Pembagian rezeki, seperti biasanya, tidak menimbulkan masalah. Semuanya mulus. Gangguan kecil mudah diatasi, misalnya seorang pamong di kota minta uang kopi yang cukup tinggi ketika daerahnya diteliti. Pamong yang berpengalaman itu berpegang teguh kepada asas pemerataan dan itu bisa dipecahkan secara ketimuran. Semua pekerjaan menganalisa data berjalan sesuai jadwal berkat kelincahan konsultan. Nyata benar bedanya. Ketika sang peneliti menerima tabulasi hasil komputer setebal delapan senti, air matanya hampir keluar karena luapan perasaan bangga. Gengsinya naik lagi sebagai orang pertama yang memiliki benda ajaib berlubanglubang itu - tabel-tabel hasil komputer. Nah, tabel sudah ratusan, tinggal menulis laporan dalam bahasa Indonesia. Lalu dirangkaikannya tabel-tabel, 137 banyaknya. (Pada tahap lanjut ini terpaksa dia kerjakan sendiri karena rekan-rekan hanya mampu menggotong-royongkan sampai pengumpulan data saja). Seperti biasanya, tabel-tabel-tabel itu disuruhnya bicara. Dia tinggal menambahkan kalimat: "Menurut tabel di atas ternyata . . . Menurut tabel di bawah jelaslah bahwa . . . Tabel berikut ini menunjukkan...." Dalam pertemuan kali ini, astagafirullah, suasana menjadi lain sama sekali. Sang konsultan nampaknya terkejut dan sukar menyembunyikan perasaannya. Mungkin karena semuanya harus diselesaikan sesuai jadwal. -- Bukan tabel yang bercerita. Seharusnya saudara yang bercerita lalu disisipkan tabel ke dalam cerita saudara. Begitu caranya menulis laporan ilmiah yang baik. Dan harus ada tema. Bukan tumpukan tabel dan keterangan. Sang peneliti berkeringat dingin. Sudah dua kali karangan itu dibongkar, dan sekarang si konsultan asing malah berani menyalahkan bahasa Indonesianya. Pada kelompok luas tanah antara 0,25 - 0,5 ha, menunjukkan tingkat kesayangan yang tinggi kepada anak seperti orang Timur pada umumnya yang jelas mempunyai perasaan halus . . . Lamanya kebiasaan menyusui yang tradisional daripada wanita-wanita di Jawa terhadap anak-anaknya antara satu sampai dua tahun. Di mana rata-rata untuk Jawa Barat memang lebih pendek daripada di Jawa Tengah . . . Bagi responden yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, umumnya berbeda hubungannya dengan anak . . . Dia mendongkol sekali. Karena nila setitik, pikirnya. Cuma soal bahasa. Bukankah telah begitu banyak dia mengikuti latihan, kursus, seminar, lokakarya, temukarya dan sarasehan? Tidak terkecuali kursus bahasa Inggris, kursus komputer, lokakarya manajemen, lokakarya ledakan penduduk, lokakarya komunikasi, lokakarya sayang anak, lokakarya multi-variate, seminar perencanaan regional, seminar administrasi pembangunan dan temukarya pembangunan perkotaan. Yang belum cuma lokakarya mengarang bahasa Indonesia, tapi siapa yang mau melokakaryakannya? Siapa sih yang mempedulikan cara menulis di negeri ini? Ini pun hanya karena orang asing itu saja, keluhnya dalam hati. Dan sekarang Proyek Penelitian Sayang Anak menjadi berantakan. Huh, cuma soal penulisan. Sang konsultan menyarankan diupah seorang editor untuk memecahkan masalah penulisan itu. Tapi di mana dicari editor? Di kota ini dengan mudah bisa dicari guru bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Prancis, bahasa Esperanto penerjemah profesional, guru bimbingan test, tapi ke mana cari editor?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus