Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Sanksi untuk Penimbun Limbah Beracun

Pembuangan limbah bahan beracun dan berbahaya atau B3 di markas Tentara Nasional Indonesia di Jawa Timur harus dihentikan.

22 Februari 2019 | 07.30 WIB

Sejumlah markas TNI di Jawa Timur ditengarai menjadi tempat penimbunan buangan beracun. Melibatkan prajurit, calo sampah, perusahaan pengangkut, dan pejabat lingkungan hidup.
Perbesar
Sejumlah markas TNI di Jawa Timur ditengarai menjadi tempat penimbunan buangan beracun. Melibatkan prajurit, calo sampah, perusahaan pengangkut, dan pejabat lingkungan hidup.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembuangan limbah bahan beracun dan berbahaya atau B3 di markas Tentara Nasional Indonesia di Jawa Timur harus dihentikan. Janji Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Sisriadi untuk menindaklanjuti investigasi majalah Tempo soal limbah semestinya diwujudkan dalam tindakan nyata penegakan hukum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Korban sudah telanjur berjatuhan. Delapan penduduk Raci, Pasuruan, mengalami luka bakar akibat terperosok di gunungan ampas industri berbahaya itu. Harus diusut siapa saja orang dalam TNI Angkatan Udara yang terlibat. Bagaimana bisa izin dari Dinas Lingkungan Hidup Jawa Timur yang hanya untuk tanah seluas 140,07 meter persegi itu disalahgunakan. Faktanya, penimbunan limbah beracun itu masih berlangsung dan lahan yang dipakai mencapai 15 hektare.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada delapan lokasi pembuangan limbah. Selain di markas AURI di Raci, Pasuruan, limbah B3 dibuang ke kawasan Pusat Pendidikan dan Latihan Pertahanan Udara Nasional di Kenjeran, Surabaya; Markas Satuan Radar 222 Ploso di Jombang; Markas Divisi Infanteri 2 Batalion Kavaleri 8 Beji di Pasuruan; Gudang Pusat Senjata dan Optik II Buduran di Sidoarjo; Markas Komando Pasukan Marinir 2 Gedangan di Sidoarjo; dan Markas Komando Armada II.

Janji Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Sisriadi semestinya menjelma menjadi tindakan menyeret pelakunya. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 nyata-nyata disebutkan adanya sanksi pidana dan perdata bagi pelanggar pengelolaan limbah beracun dan berbahaya. Pasal-pasal dalam undang-undang tersebut mencantumkan ancaman penjara 1-3 tahun untuk pengelolaan limbah tanpa izin, produsen limbah, dan pejabat berwenang. Selain terancam kurungan badan, pelaku wajib membayar ganti rugi Rp 1 miliar hingga Rp 15 miliar.

Persoalan limbah B3 semestinya bisa diatasi bila pemerintah daerah setempat menyediakan sarana pengolahan ampas industri. Sayangnya, di Indonesia, instalasi pengolahan limbah beracun hanya ada di Bogor, Jawa Barat. Adapun di Jawa Timur masih nihil. Saat ini fasilitas serupa sedang dalam tahap pembangunan di Mojokerto dan baru akan beroperasi tahun depan.

Akibat tak adanya fasilitas pengolahan, ribuan ton limbah industri di Jawa Timur dibuang tanpa diolah lebih dulu. Pengusaha pun cuci tangan dengan memanfaatkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Limbah B3. Dalam aturan itu disebutkan perusahaan yang tidak mampu mengolah limbah B3 bisa bekerja sama dengan pihak ketiga. Hanya, aturan ini tidak secara tegas menjelaskan kriteria dan persyaratan perusahaan pihak ketiga pengambil manfaat limbah tersebut.

Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup seharusnya juga bertindak cepat dengan mencabut izin yang diterbitkan pejabatnya. Izin itu diduga kuat menyalahi aturan. Kepolisian dan TNI seharusnya serius mengusut persoalan ini. Pengusutan yang serius tidak hanya akan menegakkan wibawa hukum, tapi juga melindungi masyarakat dari limbah berbahaya.

Ali Umar

Ali Umar

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus