Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Seks, Video, dan Kita

Heboh rekaman video seks memperlihatkan masyarakat kita gemar mengintip. Hukum keras pengedar video.

14 Juni 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA hal ini sepekan terakhir membuat banyak orang ingar-bingar dan obsesif: video seks dan siaran sepak bola. Hiruk-pikuk tayangan langsung sepak bola dari arena Piala Dunia di Afrika Selatan melahirkan kegembiraan dan kebersamaan. Tapi kegaduhan akibat video seks menunjukkan kenyataan yang mencemaskan: sebagian masyarakat kita gemar mengintip ruang pribadi orang lain.

Penyanyi Ariel, aktris dan bintang iklan Luna Maya, serta pembawa acara Cut Tari, yang diduga pelaku dalam rekaman itu, sudah mengeluarkan bantahan. Sejauh ini memang belum ada yang membuktikan apakah video seks yang beredar itu asli atau sekadar tipuan multimedia. Belum terbukti juga bahwa bantahan ketiga figur publik itu benar adanya atau bohong. Tapi apa pun yang mereka katakan agaknya tak banyak gunanya. Rekaman video seks itu sudah beredar begitu cepat dan luas.

Buktinya, hari-hari belakangan ini rekaman itu secara obsesif menjadi pusat pembicaraan, cemooh, gurauan, hujatan—yang bercampur baur dengan keasyikan dan permintaan diam-diam untuk mengopi dan melahapnya di rumah, kantor, kafe, di seluruh pojok Indonesia.

Bagaimana menyikapi ribut-ribut ini? Pertama, siapa pun yang ada dalam rekaman itu—apakah itu Ariel, Luna, Cut Tari yang asli atau tiruannya—perlu memastikan bahwa rekaman dibuat hanya untuk kepentingan pribadi, bukan konsumsi umum. Jika benar itu untuk koleksi pribadi, yang pertama mengedarkan dan ikut mendistribusikan adalah mereka yang melanggar undang-undang pornografi dan informasi transaksi elektronik. Sanksi berat perlu diberikan kepada pengedar bahan pornografi.

Kedua, andaikan rekaman itu untuk kepentingan pribadi, bukan untuk dinikmati orang lain apalagi diperjualbelikan secara umum, ketiga sosok di dalam video seks itu mestinya kita anggap sebagai korban.

Undang-Undang Pornografi Nomor 14 Tahun 2008 memang tidak membedakan pelaku video porno untuk koleksi pribadi atau diperjualbelikan. Itu sebabnya, terdengar debat keras tentang “status” ketiga bintang panggung tadi: korban atau pelaku yang pantas ikut dihukum? Pasti ada yang setuju dengan Undang-Undang Pornografi dan menghujat ketiga sosok ini sebagai tak bermoral, melakukan perzinaan, dan layak dihukum.

Kami berpendapat, Undang-Undang Pornografi seharusnya tetap tak membiarkan aturan negara ikut campur dalam urusan privat, tapi perlu diberlakukan untuk mereka yang mengedarkan video seks itu. Konsekuensi masuknya negara dalam domain pribadi akan sangat fatal dan merebut kebebasan warga negara. Kalaupun ada yang bisa disampaikan untuk ketiga tokoh itu—seandainya pun benar mereka pelaku dan video itu untuk kepentingan pribadi—pandai-pandailah menjaga kebebasan pada zaman teknologi informasi canggih ini. Ketika koleksi pribadi bocor ke mana-mana, bukan tak mungkin anak-anak pun ikut menikmati tontonan yang belum boleh mereka tonton itu.

Untuk sementara, polisi telah mengambil langkah yang benar dengan memprioritaskan investigasi terhadap penyebar video ini, dan tak buru-buru memperlakukan ketiga artis itu sebagai tertuduh. Namun, jika polisi kelak menggunakan Undang-Undang Pornografi, ini akan menjadi kasus pertama di mana negara merangsek masuk sangat dalam ke ruang pribadi kita.

Akibatnya bukan hanya kita akan menjelma menjadi bangsa polisi yang gemar mengawasi dan mengatur-atur urusan pribadi orang lain, melainkan sekaligus menyuburkan bakat voyeurism kita sebagai bangsa pengintip.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus