Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Siapa Berantas Kartel Ayam

Pengapkiran dini induk ayam seharusnya dihentikan. Kartel pengatur pasokan anak ayam kudu dilawan.

15 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEROKETNYA harga daging ayam akhir-akhir ini menandakan negara tak berdaya menghadapi polah kartel ayam. Segelintir perusahaan pembibitan ayam itu sengaja mengontrol pasokan untuk mengeruk keuntungan. Mereka tak peduli kendati kesepakatan jahat ini merugikan masyarakat luas.

Ironisnya, negara ikut memfasilitasi praktek tak sehat tersebut. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan terang-terangan mendukung kesepakatan yang diteken 12 perusahaan pembibitan untuk melakukan pengapkiran dini terhadap 6 juta ekor induk ayam (parent stock). Dalam kesepakatan yang diteken pada 14 September 2015 itu, mereka juga setuju mengaborsi 40 persen telur tetas (hatching egg).

Sokongan Kementerian Pertanian terlihat saat Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Muladno ikut menentukan proporsi induk ayam ras pedaging yang harus dimusnahkan setiap perusahaan. Dalam surat yang diedarkan akhir November tahun lalu, sikap Muladno sungguh janggal, sehingga patut ditelusuri lembaga pengawas internal ataupun badan pemeriksa di luar kementerian. Ia meminta setiap perusahaan melaksanakan keputusan tersebut tanpa syarat.

Permufakatan jahat inilah yang menyebabkan jumlah pasokan bibit anak ayam berusia satu hari berkurang di pasar. Akibatnya, harga anak ayam berusia satu hari melonjak dua kali lipat dari semula Rp 3.000 per ekor. Harga itu lebih mahal hampir lima kali lipat harga anak ayam berusia satu hari di Malaysia dan Filipina. Hal ini memicu kenaikan harga ayam hidup di tingkat peternak dan akhirnya mengerek harga daging ayam di tingkat retail hingga Rp 40 ribu per ekor.

Kenaikan harga itu hanya dinikmati segelintir pelaku usaha kakap yang memiliki jaringan bisnis dari hulu ke hilir. Di antaranya PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, yang menguasai lebih dari 50 persen suplai bibit anak ayam dan pakan ternak. Keduanya masuk di antara 12 perusahaan yang menandatangani kesepakatan tersebut.

Sebaliknya, para peternak rakyat kelimpungan. Di pasar, mereka sulit mendapatkan anak ayam berusia satu hari. Ketidakseimbangan pasokan dan sulitnya peternak rakyat mengakses anak ayam menyebabkan mereka tak dapat menghasilkan produksi maksimal. Keuntungan pun jauh meleset dari target.

Kesepakatan ini melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal itu menyebutkan pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi. Langkah Komisi Pengawas Persaingan Usaha meminta Kementerian Pertanian menghentikan sementara pengapkiran dini patut diapresiasi. Komisi setuju membawa kasus ini ke persidangan.

Kartel komoditas pangan merupakan perkara lawas yang tak pernah dituntaskan negara. Praktek serupa pernah terjadi pada komoditas lain, seperti daging sapi, bawang putih, beras, jagung, gula, dan terigu. Dalam perjalanannya, putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha sering dimentahkan di pengadilan negeri. Putusan Komisi lemah karena tidak memiliki kekuatan eksekusi.

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat harus merevisi undang-undang antimonopoli, terutama mengenai kewenangan dan putusan komisi pengawas itu. Kita perlu belajar pada lembaga serupa di Jepang yang berwenang melakukan on-spot investigation dan bisa memaksa pelaku usaha menyerahkan dokumen relevan. Upaya ini diperlukan untuk memberantas kartel yang merugikan rakyat banyak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus