Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Imunisasi Campak yang Terabaikan

Jumlah kasus campak melonjak 32 kali lipat dibanding tahun lalu. Imunisasi yang tak mencapai target.

25 Januari 2023 | 00.00 WIB

Ilustrasi
Perbesar
Ilustrasi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

PERINGATAN Badan Kesehatan Dunia (WHO) agar pemerintah Indonesia mewaspadai penyakit menular lain pada awal pandemi Covid-19 pada 2020 kini menjadi kenyataan. Tahun lalu, jumlah anak yang terinfeksi campak naik 32 kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Sepanjang 2022, 31 provinsi melaporkan 3.341 kasus campak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Lonjakan angka kasus campak ini mencemaskan karena infeksi virus itu bisa sangat berbahaya jika menjangkiti anak yang mengalami gizi buruk. Virus keluarga Paramyxovirus ini bisa mengakibatkan komplikasi penyakit, seperti diare berat, pneumonia, radang otak, hingga infeksi selaput mata yang menyebabkan kebutaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Seperti Covid-19, cara mencegah campak yang efektif adalah imunisasi. Lonjakan angka kasus campak dalam dua tahun terakhir seiring-sejalan dengan tak tercapainya imunisasi campak nasional sesuai dengan target yang dibuat pemerintah sendiri. Imunisasi dasar lengkap (IDL), termasuk campak, untuk bayi berumur di bawah setahun pada 2020, misalnya, hanya tercapai 83,3 persen dari target 92,9 persen.

Tahun berikutnya, dari target 93,6 persen IDL, hanya tercapai 84,2 persen. Juga tahun lalu yang hanya tercapai 86,4 persen. Pandemi Covid-19 menjadi dalih Kementerian Kesehatan tak bisa merealisasi imunisasi dasar, termasuk campak. Berfokus ke imunisasi Covid-19 dan pembatasan sosial membuat distribusi vaksinasi tak merata di setiap daerah.

Survei Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) menunjukkan bahwa faktor tak tercapainya target imunisasi campak juga akibat orang tua. Mereka takut membawa anak-anak ke fasilitas-fasilitas kesehatan karena khawatir tertular virus Covid-19. Masyarakat di Aceh, Sumatera Barat, dan Riau punya alasan lain menolak imunisasi campak: kehalalan vaksin.

Di Aceh, yang anak-anaknya tak mendapat imunisasi campak, ada 941 kasus pada tahun lalu. Cakupan imunisasi campak di Sumatera Barat yang hanya 49,8 persen memunculkan 862 kasus. Adapun di Riau dengan cakupan imunisasi campak 46 persen, ada 483 kasus campak.

Selain soal distribusi vaksin, data itu menunjukkan perlunya ada sosialisasi agar masyarakat tak salah paham dengan vaksin. Tanpa adanya sosialisasi yang benar, disinformasi vaksin—sebagaimana semua informasi tentang vaksin apa pun—membuat vaksinasi campak selamanya tak akan mencapai target. Kegagalan ini tentu berbahaya karena akan melumpuhkan generasi Indonesia.

Imunisasi adalah hak anak. Pemerintah mesti menyadarkan bahwa kewajiban orang tua melindungi anak-anak mereka tak bisa dipaksakan jika melanggar hak anak menjadi sehat. Tanpa menyadarkan hak dan kewajiban akan vaksin sebagai pencegah infeksi virus bagi masyarakat, penolakan dengan dalih agama, kesehatan, atau kecemasan karena disinformasi akan menghambat upaya mencapai target imunisasi campak.

Majelis Ulama Indonesia mesti menegaskan dan mensosialisasi bahwa vaksin campak halal. Kementerian Kesehatan mesti menjelaskan bahwa vaksin campak aman bagi anak. Demam setelah vaksin bukanlah kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI), melainkan reaksi normal dan menunjukkan vaksin sedang bekerja membentuk antibodi.

Untuk kian meyakinkan masyarakat, penanganan KIPI menjadi penting. Pemerintah pusat hingga daerah yang mengurus fasilitas-fasilitas kesehatan mesti menangani KIPI secara serius sekaligus mensosialisasi pengenalan dan penanganannya. Mengabaikan penanganan KIPI di banyak daerah dalam vaksinasi Covid-19 bisa meruntuhkan kepercayaan publik terhadap cara kerja vaksin dan dampaknya.

Setelah itu, pemerintah perlu menggalakkan kembali program imunisasi rutin. Setelah pandemi Covid-19 mereda, vaksinasi penyakit menular lain semestinya kembali menjadi fokus. Bulan Imunisasi Anak Nasional, yang biasanya digelar pada Mei-Agustus, perlu diperpanjang, sehingga daerah yang belum mendapat cakupan IDL bisa turut merasakan distribusi vaksin campak.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus