Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Stop Gunting Sensor, Tuan Tifatul

Menteri Tifatul sibuk menyensor Internet. Lebih baik mengedukasi perilaku sehat di dunia maya.

23 Agustus 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAGAT maya sesungguhnya tidak butuh polisi. Jurus blokir Internet ala Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menunjukkan bahwa kebijakannya itu jelas bertentangan dengan—atau tak mampu menyerap—semangat zaman. Alih-alih menutup situs ”panas”, pedang sensor malah nyasar memblokir berbagai situs yang lempeng-lempeng saja.

Pantas jika ratusan komplain menghujani Kementerian Komunikasi. Situs yang tak bermasalah ikut-ikutan digaruk, termasuk beberapa bagian dari wikipedia.com, detik.com, dan kompas.com. Niat membatasi Internet yang mengandung pornografi, kekerasan, perjudian, penghinaan, dan penistaan tentu baik. Tapi untuk mewujudkan misi itu tak usahlah bertindak bak polisi jagat maya, yang bisa berakibat salah sasaran.

Pada awal masa jabatannya, Tifatul meluncurkan Rancangan Peraturan Menteri Konten. Dia membebankan pengaturan konten pada penyedia jasa koneksi Internet. Polemik meledak, memprotes rencana gunting sensor yang dinilai berisiko membatasi kebebasan berekspresi. Begitu riuh penolakan dari segala penjuru angin, hingga Presiden Yudhoyono menegur Tifatul. Sejenak, hasrat regulasi Tifatul surut. Eh, memasuki Ramadan, hasrat itu menyala lagi.

Sensor Internet memang bukan soal baru. Beberapa negara menerapkan hal ini, termasuk Amerika Serikat dan Jerman. Tapi, di kedua negara itu, pornografi diperbolehkan dan menjadi bagian dari kehidupan orang dewasa. Yang diharamkan adalah pornografi anak-anak. Berbeda dengan Indonesia, yang mengharamkan segala jenis pornografi.

Secara teknis, sensor di jagat maya adalah perkara yang bisa dikatakan mustahil. Internet secara ajaib telah menghapus batas wilayah negara. Bayangkan, betapa rumit mencekal akses 400 juta situs pornografi yang alamatnya tersebar di seluruh dunia. Jumlah ini terus bertumbuh satu juta situs setiap tahun. Kesulitan teknis lain, si pemilik dengan mudah mengganti alamat situs yang terkena sensor. Begitu diganti, jreng, situs dengan isi yang sama persis bisa berjaya kembali di Internet. Walhasil, energi pengawas terserap untuk bermain petak umpet.

Gunting sensor pun mudah salah alamat, persis seperti yang terjadi pada tim Menteri Tifatul. Pada 2005, pemerintah Negara Bagian Phoenix, Arizona, Amerika Serikat, memblokir akses situs porno di komputer perpustakaan umum. Vonis ini muncul setelah terbongkarnya kasus pedofil yang mengunduh gambar pornografi di komputer perpustakaan. Persoalannya, gunting sensor juga mengenai berbagai situs pengendalian penyakit menular seksual, HIV/AIDS, dan pendidikan biologi. Hujan protes pun datang.

Benar, gunting sensor memang bisa sedikit lebih peka. Namun hal ini membutuhkan sumber daya, teknologi, dan peranti yang ekstramahal. Bisa juga, sih, sensor digeber dengan jurus ala kadarnya. Tapi ini berisiko membikin jaringan jadi superlambat, pingsan, dan bahkan mati total. Onno W. Purbo, praktisi teknologi informasi, mencontohkan penyaringan Internet di Institut Teknologi Bandung. Dengan pengguna seribu orang, filter Internet di ITB menelan ongkos Rp 30 juta. Bayangkan, berapa triliun rupiah biaya untuk menyaring Internet bagi puluhan juta pengguna di Indonesia.

Saringan yang paling tepat, seperti saran para pegiat Internet sehat, adalah edukasi. Pelanggaran bisa diatasi dengan aturan yang sudah ada, misalnya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Gerakan ini juga menumbuhkan partisipasi dan tanggung jawab. Setiap warga membentengi komputer mereka dengan peranti lunak penyaring situs. Media, bloger, pengelola situs, juga didorong mengisi Internet dengan konten yang sehat, bermutu, dan menarik. Daftar situs yang baik dipromosikan secara luas. Walhasil, situs yang buruk tersisih dengan sendirinya.

Polisi jagat maya? Lupakan sajalah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus