Setelah membaca artikel tentang museum Affandi dalam TEMPO, 24 April lalu, kita jadi merenung tentang ''nasib'' karya seni di negeri ini. Apakah bangsa kita ini memang secepat itu melupakan jasa dan reputasi para senimannya, begitu ia sudah meninggal? Sehingga karya-karyanya tidak lagi perlu dilestarikan? Apakah tugas melestarikan karya-karya putra bangsa itu hanya tertumpu pada keluarganya masing-masing? Bila demikian, dari manakah kita bisa mem bangun kebanggaan dalam budaya nasional kita? Bukankah itu justru dari merekatkan dan menyusun batu-batu kreativitas para putra bangsanya? Bila Affandi sendiri jauh hari sebelum meninggal sudah mengkhawatirkan nasib karya-karyanya, tentunya ia telah melihat situasi kesenirupaan Indonesia yang belum mungkin mendukung cita-citanya. Seniman memang memiliki idealisme yang terkadang melampaui waktunya. Tapi tampaknya bangsa kita belum siap menanggapi dan menyamai idealisme Affandi. Dan kita lengah menerima warisan koleksi karya-karyanya. Hal ini membuktikan lagi bahwa perkembangan seni modern kita tidak didukung oleh pertumbuhan ''masyarakat seni'' yang peduli terhadap peranan seni bagi pembangunan bangsa, sehingga apa yang telah dirintis Affandi, dan juga seniman lainnya, tidak mendapatkan makna dan gaung yang luas di masyarakat. Affandi memang tidak sendiri dalam cita-cita itu. Masih banyak seniman lainnya yang saat ini memiliki idealisme serupa, yakni membangun museum untuk menyimpan kumpulan karyanya yang terbaik. Selama seniman yang bersangkutan masih hidup, permasalahan yang muncul masih bisa ditanggulanginya. Karena itu, saran saya, agar jauh-jauh hari soal pewarisan karya-karya itu dapat dipikirkan secara kolektif oleh para senimannya. Soalnya, pewarisan akan berakibat pada berbagai kegiatan yang memerlukan dana dan daya yang cukup besar. Jangan sampai cita-citanya, kelak bila si seniman sudah tiada, menjadi beban keluarganya yang tidak terpikulkan. Bila karya-karya tersebut memang sudah diikhlaskan untuk menjadi milik masyarakat, mengapa tidak dari sekarang mendirikan suatu lembaga yang menyertakan masyarakat? Sebab, dengan melembagakan pewarisan tersebut menjadi milik masyarakat, keterlibatan dana dan daya serta kelangsungan pemeliharaan dan pengelolaannya akan menjadi tanggung jawab masyarakat pula. Di samping itu, langkah ini akan menumbuhkan rasa keterlibatan masyarakat dalam melestarikan karya besar putra-putra bangsa. Dengan demikian, mengembangkan rasa kepedulian dan apresiasi sejak dini. Saya kira sudah waktunya kelembagaan semacam ini mulai ditumbuhkan di negeri ini. Sudah waktunya kegiatan kesenian tidak terbatas pada kegiatan antara seniman, penjual seni, dan kolektor seni saja. Sudah waktunya masyarakat seni, sebagai lembaga yang mewadahi kegiatan seni, dibangun dan ditumbuhkan, sehingga seni tidak menjadi milik dan kebanggaan perorangan saja, tapi juga menjadi milik dan kebanggaan masyarakat luas. Mudah-mudahan pikiran ini bisa menjadi masukan bagi keluarga pelukis Affandi, dan juga teman-teman seniman yang saat ini sedang menyiapkan museum pribadinya masing-masing. Menurut saya, adalah kurang ''adil'' membebani keluarganya dengan pemeliharaan dan pengelolaan karya-karyanya yang ia tinggalkan. G. SIDHARTA SOEGIJO Jalan Sangkuriang E-4 Bandung 40135
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini