Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERSELISIHAN ihwal upah minimum sejatinya bisa diselesaikan di meja perundingan. Itulah yang terjadi di Jawa Barat. Semua pihak akhirnya sepakat akan upah versi pemerintah pusat yang menjadi penengah. Rapat yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa itu berlangsung beberapa jam setelah ribuan buruh di tujuh kawasan industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, "sukses" berdemonstrasi menutup pintu tol Cikarang Barat, dua pekan lalu.
Mencari jalan keluar sengketa buruh-pemerintah daerah versus pengusaha di Provinsi Jawa Barat—yang mungkin juga akan terjadi di Tangerang, Banten—ini seharusnya diantisipasi jauh-jauh hari. Pemerintah kudu hadir dan proaktif mengedepankan solusi terbaik sedini mungkin, dengan memanggil semua pihak yang berkepentingan. Bukankah rencana demo memblokade jalan tol itu sudah dikumandangkan dan dengan mudah bisa dimonitor?
Kalau pemerintah enggan menjemput bola, perkaranya menjadi kontraproduktif, memanas, dan buntutnya semua merugi. Ratusan pabrik terpaksa tak beroperasi, angkutan kota mogok, mal ditutup pengelola, citra kawasan ramah investasi tercoreng, dan ribuan pemakai jalan tol Jakarta-Cikampek teraniaya macet sepanjang 30 kilometer. Bahkan banyak ibu-ibu mengeluh lantaran kendaraan yang mereka tumpangi tak bisa berhenti di area rihat: mereka berjam-jam menahan hajat kecil.
Berunding setelah situasinya berkembang tak terkendali berarti kemenangan bagi kaum pekerja. Mereka berhasil menekan dan memaksa pemerintah, yang baru bertindak setelah digempur aksi yang mengganggu ketertiban umum. Seyogianya berbagai serikat pekerja itu taat hukum, menerima putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung, yang memenangkan gugatan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bekasi terhadap Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang upah. Kalaupun buruh tak puas akan putusan pengadilan itu, lebih elok jika mereka mengedepankan dialog semaksimal mungkin, ketimbang melakukan blokade jalan tol dan memaksa pabrik tutup. Lebih baik jika mereka mendorong Gubernur menempuh jalur hukum dengan mengajukan permohonan banding.
Perbuatan melanggar hukum yang dilakukan ribuan pekerja, meski berdalih demi mencari keadilan, tak boleh didiamkan. Aparatur keamanan hendaklah mengutamakan sikap persuasif ketika menghadapi aksi jalanan ini. Jika pendemo ngotot merangsek, anarkistis, dan mengganggu ketertiban umum, polisi sepatutnya bertindak tegas, tapi kudu sesuai dengan prosedur serta tetap menghormati hak asasi dan hak hidup para pengunjuk rasa.
Bagi pemerintah daerah, peristiwa ini semestinya dijadikan catatan penting untuk perbaikan. Mengakomodasi kepentingan buruh bukanlah perbuatan tercela, tapi langkah populis ini jangan didasari kepentingan politik lokal semata. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, yang disokong Partai Keadilan Sejahtera, akan maju lagi untuk periode kedua. Bupati Bekasi Sa'duddin, juga diusung PKS, akan berkompetisi untuk kedua kalinya. Bupati Sa'duddin inilah yang mengusulkan kenaikan upah minimum kepada Gubernur Ahmad Heryawan di luar kesepakatan dengan Dewan Pengupahan setempat.
Padahal Dewan Pengupahan di Bekasi sudah bersusah payah menetapkan upah minimum setelah menerima usul dari pelbagai pemangku kepentingan—termasuk perwakilan buruh. Mengoreksi sekaligus menaikkan upah minimum boleh-boleh saja, tapi jangan ditetapkan sepihak. Tindakan ini jelas melanggar perdata dan mudah dipatahkan di pengadilan. Patut disayangkan seandainya kedua inkumben sengaja memilih langkah populis ini demi gendutnya kotak suara mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo