Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Tak diatur UUP?

Uup no.1/1974 membahas perkawinan campuran, bukan untuk perbedaan agama. pasal 26 kuh perdata, menyiratkan perkawinan dipisahkan dari persoalan agama. pasal 7 kpc 1898 boleh kawin antar agama. (kom)

15 November 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMBACA TEMPO, 1 November, Laporan Utama, tentang perkawinan campuran, saya terdorong menulis komentar ini. Bukan tentang isi masalah tersebut, tapi pengertian dari perkawinan campuran itu. Kepala Kantor Catatan Sipil DKI Jakarta, Bapak Soekarno, antara lain mengatakan bahwa di dalam UUP tidak diatur perkawinan campuran, dan instansinya terpaksa berpaling ke Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup UUP yang masih memungkinkan berlakunya UU Peninggalan Belanda, KUH Perdata, dan Ketentuan Perkawinan Campuran (KPC) 1898 (yang dimaksud tentu Regeling op de gemengde Huwelijken S. 1898 Nomor 158). Tapi bila kita menengok UUP Nomor 1/1974 ternyata, pada Bab XI I Bagian Ketiga, Pasal 57 s/d Pasal 62 nyata-nyata ada ketentuan tentang Perkawinan Campuran. Pasal 57 berbunyi, "Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia." Jadi, dengan sendirinya perkawinan campuran sebenarnya sudah diatur UUP itu. Hanya saja, pengertiannya bukan berarti perbedaan agama. Dari Pasal 1 dan 2-nya tersirat adanya penghormatan secara penuh adanya variasi berdasarkan agama dan kepercayaan yang berke-Tuhan-an Yang Maha Esa oleh UUP. Sehingga, tak beralasanlah memberlakukan Ketentuan Perkawinan Campuran (KPC) 1898. Sebab, perkawinan campuran -- dalam arti perbedaan warga negara sesuai dengan maksud UUP -- sudah diatur. Pasal 66 UUP menyatakan bahwa semua ketentuan mengenai perkawinan sebelumnya (sebelum UUP), sejauh telah diatur dalam UUP dinyatakan tidak berlaku. Sedangkan di dalam Pasal 26 KUH Perdata dinyatakan dengan jelas, "UU memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata." Sehingga, dapat diartikan, perkawinan dipisahkan dari persoalan agama. Bahkan Pasal 7 KPC (S. 1898: 158) dengan tegas menyatakan, "Perbedaan agama, golongan, atau keturunan tidak mungkin menjadi penghalang mengadakan perkawinan." DANIEL HARJONO THIE Jalan Aries 14 Bandung 40275

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus