Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembahasan ambang batas syarat pencalonan presiden dan wakil presiden sebenarnya tak lagi relevan. Mahkamah Konstitusi pada 2013 telah memutuskan pemilihan anggota badan legislatif dan pemilihan presiden digelar serentak, yang otomatis menghapus presidential threshold itu.
Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah semestinya menaati keputusan yang final dan mengikat itu. Memaksakan syarat minimal perolehan suara untuk mengajukan calon presiden 2019, dengan menggunakan hasil Pemilu 2014, bertentangan dengan logika demokrasi. Kita tahu, situasi politik dalam rentang lima tahun itu sangatlah berbeda.
Semangat membatasi jumlah kandidat dalam pemilihan presiden bisa dimaklumi. Calon yang terlalu banyak tidak hanya membingungkan pemilih, tapi juga memunculkan politik berbiaya tinggi. Namun semangat merampingkan jumlah calon tidak boleh mereduksi esensi demokrasi, termasuk kepatuhan pada konstitusi.
Perdebatan tentang ambang batas pencalonan presiden--juga batas minimal perolehan suara partai agar bisa masuk Dewan alias parliamentary threshold--sejauh ini tidak didasarkan pada substansi demokrasi. Anggota Dewan lebih banyak memikirkan kepentingan jangka pendek masing-masing. Itu pula yang membuat mereka mengubah aturan setiap kali pemilihan umum hendak digelar. Sering diwarnai "gerrymandering", tindakan memanipulasi aturan buat menguntungkan pihak tertentu.
Alasan yang dikemukakan seolah-olah "mulia": penetapan ambang batas pencalonan presiden yang tinggi akan menciptakan pemerintahan stabil. Koalisi partai pendukung sang calon dianggap akan menopang presiden terpilih sepanjang periode. Padahal, kenyataannya, anggota partai politik peserta koalisi pemerintah di negara kita acap kali bertindak layaknya oposisi. Walhasil, stabilitas yang disebutkan tidaklah terjadi.
Undang-Undang Pemilihan Presiden yang kini sedang disusun Dewan dan pemerintah semestinya memberi kesempatan kepada semua partai politik peserta pemilu untuk mengajukan pasangan calon. Selain menaati putusan Mahkamah Konstitusi, sistem ini menciptakan kesesuaian program dan janji antara calon dan partai pengusungnya. Logikanya, partai pengusung calon presiden terpilih juga akan memperoleh suara yang sama besar pada pemilihan anggota badan legislatif.
Filter untuk menyaring jumlah kandidat toh sudah tersedia: verifikasi partai politik peserta pemilu. Aturan yang harus dipenuhi calon peserta pemilu cukup berat. Mereka harus memiliki, antara lain, kantor dan kepengurusan partai di sebagian besar daerah. Pada Pemilu 2014, hanya 10 partai yang lolos tahap verifikasi dari 40 lebih yang terdaftar. Peserta pemilu bertambah menjadi 12 setelah 2 partai lain memenangi gugatan di pengadilan.
Verifikasi partai peserta pemilu semestinya cukup buat membatasi calon presiden pada pemilihan yang digelar serentak. Dewan tak perlu mematok ambang batas pencalonan, yang melanggar putusan Mahkamah Konstitusi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo