Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nasib investasi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) di area Shale Gas Fasken, Amerika Serikat, sungguh di ambang bahaya. Rapor mitra asing PGN, Swift Energy Co, juga terus memburuk. Tanpa penyelamatan cepat dan jitu, uang negara yang diinvestasikan anak perusahaan PGN, PT Saka Energi Indonesia, mungkin saja amblas.
Manajemen PGN dan PT Saka semestinya bereaksi cepat tatkala datang teguran New York Stock Exchange atas Swift Energy pada 14 Agustus lalu. Otoritas bursa memperingatkan Swift Energy karena harga sahamnya dalam sebulan terakhir terus di bawah batas minimal US$ 1 per lembar. Harga itu jauh di bawah harga pertengahan tahun lalu—ketika PT Saka mengakuisisi 36 persen hak partisipasi di ladang gas Fasken—yang mencapai US$ 12 per lembar.
New York Stock Exchange sudah pula memperingatkan Swift Energy karena kapitalisasi pasar dan ekuitasnya tak mencapai US$ 50 juta—angka minimal bagi perusahaan yang tak mau dicoret dari bursa. Nilai kapitalisasi Swift Energy bahkan jauh lebih rendah daripada investasi yang telah dikucurkan PT Saka, yakni US$ 175 juta atau sekitar Rp 2,42 triliun pada kurs terakhir.
Alarm sebenarnya telah berbunyi sejak bulan lalu, ketika Standard & Poor's menurunkan peringkat Swift Energy dari "B-" menjadi "CCC". Menurut lembaga pemeringkat internasional itu, Swift Energy tak menunjukkan tanda-tanda bakal mengatasi kesulitan likuiditas jangka pendeknya. Waktu itu, Standard & Poor's pun meramalkan likuiditas Swift Energy bisa memburuk.
Sebelum benar-benar terlambat, petinggi PT PGN dan PT Saka seharusnya berusaha keras menyelamatkan investasi mereka. Tak usah mengambil risiko dengan mengklaim anjloknya saham Swift Energy tak bakal berpengaruh pada investasi di blok Fasken. PGN dan PT Saka sebaiknya menegosiasikan ulang kontrak investasi mereka.
Audit internal dan eksternal pun perlu segera dilakukan. Badan Pemeriksa Keuangan hendaknya bergerak cepat mengaudit investasi anak perusahaan yang bisa berdampak buruk pada induknya itu. Selain untuk mencari akar masalah, hasil audit yang terang-benderang penting untuk menetralisasi segala kecurigaan yang muncul.
Audit juga bisa meliputi keputusan pilihan PT Saka atas investasi portofolio, yakni membeli saham Swift Energy, ketimbang mengelola langsung ladang gas Fasken. Dengan investasi portofolio, PT Saka tak akan bisa membawa pulang atau menjual langsung gas Fasken. Kalaupun Swift Energy mendapat untung, PT Saka hanya akan memperoleh bagian berupa dividen. Padahal PT Saka, yang bergerak di hulu, didirikan untuk mengamankan pasokan gas bagi pelanggan PT PGN.
Kita kerap mendengar investasi portofolio bisa menjadi cara gampang mengakali uang perusahaan serta menyamarkan jejak. Mereka yang punya niat jahat bisa membeli saham perusahaan "loyang" seharga perusahaan "emas". Badan Pemeriksa Keuangan tentu mempunyai kemampuan menemukan motif sebenarnya dalam investasi di ladang Fasken itu.
Seandainya pilihan investasi di Fasken ternyata murni didasari kalkulasi bisnis, aparat tak perlu mencari-cari kesalahan. Kasus investasi ladang Fasken tak boleh diperlakukan seperti kasus penyewaan pesawat oleh PT Merpati Nusantara Airlines pada 2006. Setelah menjadi korban penipuan, mantan Direktur Utama Merpati Hotasi Nababan malah dihukum empat tahun penjara. Padahal Hotasi tak terbukti punya niat jahat ataupun menerima suap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo