Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Terimalah Putusan Mahkamah

Keonaran seusai sidang kasus pemilihan Gubernur Papua bisa dinilai sebagai pelecehan pengadilan. Putusan MA perlu dihormati.

29 Mei 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menerima kekalahan tentu lebih sulit ketimbang merayakan kemenangan. Apalagi jika kita ber-bi-cara mengenai calon kepala daerah yang telah menghabis-kan banyak waktu, tenaga, dan duit selama meng-ikuti pemilihan langsung. Tapi sikap itulah yang p-a-ling rasional buat menjaga demokrasi dan tatanan p-eme-rin-tahan.

Tanpa kesadaran begitu, yang ada hanya kekesalan, dan sering kali dilampiaskan dengan mengamuk. Lihat saja aksi yang dilakukan para pendukung pasangan Lu-kas E-nembe dan Arobi Aituarauw, calon Gubernur dan Wa-kil Gubernur Papua. Setelah keberatan mereka atas hasil pemilihan ditolak oleh Mahkamah Agung lewat sidang pe-kan lalu, para suporternya jadi beringas. Seusai sidang, mere-ka mengejar-ngejar Ketua Komisi Pemilihan Umum Pa-pua, Ferry Kareth, yang hadir di sana.

Terbirit-birit, Ferry kemudian lari ke ruang majelis hakim agung. Keributan terjadi karena orang-orang yang mengejar dihadang oleh kelompok lain. Gagal menyergap sasaran, mereka membabi buta: menjungkirbalikkan meja dan kursi. Kaca-kaca di gedung Uppindo, Jakarta, tempat sidang itu digelar, pun dihancurkan. Sebagian melam-piaskan kekesalan dengan menonjok seorang anggota KPU Papua.

Penyokong Lukas-Arobi kecewa karena putusan Mahkamah tidak bisa mengubah hasil pemilihan kepala daerah Papua. Pada awal April lalu, KPU Papua menetapkan pasangan Barnabas Suebu-Alex Hesegem yang disokong PDI Perjuangan sebagai pemenang dengan perolehan suara 354.763. Mereka mengungguli pasangan Lukas-Arobi yang didukung antara lain oleh Partai Damai Sejahtera, yang mendapat 333.629 suara. Menduga ada manipulasi penghitungan di dua distrik, pihak yang kalah merasa keberatan dengan penetapan itu. Menurut hitungan mereka, suara pasangan ini seharusnya ditambah 17.421, sedangkan perolehan Barnabas-Alex dikurangi 10.229 suara.

Keberatan itu kemudian diajukan ke Mahkamah Agung. Walau sudah menang, Barnabas-Alex juga mengajukan gugatan serupa. Mereka mengklaim memperoleh suara yang lebih besar dibanding yang ditetapkan KPU Papua karena diduga ada kecurangan. Pasangan ini juga menuduh pihak Lukas-Arobi melakukan suap politik di sebuah tempat pemungutan suara di Wamewa. Dua gugatan dari kubu yang berseberangan itu akhirnya sama-sama ditolak oleh Mahkamah. Dengan kata lain, hasil pemilihan di Papua tidak berubah.

Aksi yang dilakukan pendukung Lukas-Arobi patut di-sesali. Di negara lain yang menjunjung tinggi hukum, me-reka bisa dinilai melecehkan lembaga peradilan. Sayang, kita belum memiliki undang-undang yang khusus meng-atur soal ini. Pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana memang memuat soal sanksi pidana bagi orang yang membuat kegaduhan dalam sidang pengadilan. Tapi di situ tidak diatur larangan melakukan keonaran setelah sidang ditutup seperti yang dilakukan suporter Lukas.

Walau begitu, perusuh sebenarnya bisa dijerat dengan pa-sal mengenai perusakan gedung atau barang milik orang lain yang diatur dalam KUHP. Langkah ini perlu dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang. Sejelek apa pun kelakuan para hakim di negeri ini, mereka tetap harus dihormati, begitu pula putusan mereka. Kalau tidak, bisa muncul keadaan yang lebih buruk, tiadanya kepastian hukum.

Menerima kekalahan memang tidak gampang. Tapi pemenang pemilihan kepala daerah harus segera dipastikan karena roda pemerintahan tak boleh berhenti berputar. Karena itulah, setiap sengketa pemilihan selalu diputuskan dengan cepat, dan berbeda dengan kasus biasa, putus-an Mahkamah Agung bersifat final.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus