Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Tikus dan manusia

Penelitian john calhoun membuktikan bahwa tikus tak tahan hidup berdesakan. terjadi kekacauan dalam masyarakat tikus yang terlalu banyak. manusia juga tertolong yang tak tahan kerumunan (crowding).

18 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIKUS ternyata tidak tahan hidup berdesakan. John Calhoun telah membuktikan hal ini pada tahun 1952 di Amerika Serikat. Dia membiarkan sekelompok tikus di suatu perladangan yang dipagar rapi. Disediakan cukup makanan, air dan bahan pembuat sarang. Dijaga agar para predator pemakan tikus, seperti kucing, ular, elang, dan sebagainya, tidak sampai nyelonong masuk. Nah, berkembangbiaklah tikus-tikus itu dengan suburnya, maranak sampulu pitu, marboru sampulu onom, di surga yang diciptakan Calhoun yang gemah ripah loh jinai. Rupanya di alam bebas habitatnya, para tikus itu hidup menurut sila-sila peri ketikusan yang unik -- mencakup adat-istiadat, sopan-santun, gaya hidup yang khas tikus. Misalnya, ada tikus-tikus jagoan, yang biasanya merangkap lurah-lurah untuk sekelompok tikus. Ilmu pengetahuan menamakan jenis ini tikus alpha. Sifatnya mau menang sendiri, punya cewek-cewek cakep, dan memang punya kemampuan untuk itu. Tidak ada tikus remaja atau dari kelas beta ke bawah yang berani menantang alpha. Dan dalam masyarakat tikus tidak ada perkelahian sistem keroyok. Contoh lainnya adalah sopan santun pacaran. Dilarang pacaran dengan cewek yang hamil atau yang lagi menyusui. Jika ada cowok yang naksir cewek cakep, sang arjuna akan mengikuti dewinya yang segera akan berlari masuk lubang. Sang arjuna tidak akan ikut masuk, tapi menanti di depan lubang sambil bersenandung. Jika sang dewi tergugah, dia akan keluar menyerahkan cintanya. Namun kalau ditunggu beberapa saat dia tidak muncul, si pemuda akan tahu diri, dan pergi. Syahdan dalam waktu tidak terlalu lama, terjadilah pendesakan penduduk di dalam surga Calhoun. Dalam bahasa kerennya ini disebut crowding. Dan sejak itu, lambat tapi pasti, satu demi satu rontoklah sila-sila peri ketikusasn. Calhoun mengamati: mula-mula muncul gerombolan yang disebutnya probers, para begundal remaja, yang mencoba-coba menantang lurah-lurah alpha. Jika sang lurah marah, para begundal lari terbirit-birit. Namun tidak lama kemudian mulai ada lurah yang benar-benar dikeroyok. Sampai mati!. Khaos pun mulai. Dengan segala kegalakan dan kerakusan, para lurah selama ini menegakkan kamtib demi kelangsungan hidup masyarakat tikus. Sekarang gali-gali ingusan ini berani menyerang lurah, dengan cara tidak tahu etik lagi, main keroyok. Di antara para remaja sendiri ada yang tidak kuat mentalnya melihat ini. Lalu satu demi satu mulai muncul banci-banci, lalu-lalang di tengah-tengah khaos, tidak mengganggu, tidak diganggu. Tapi kehancuran surga Calhoun baru benar-benar terjadi ketika tata krama percintaan mulai dilanggar. Gali-gali ini tidak puas menunggu di depan lubang. Beramai-ramai mereka menyerbu masuk rumah cewek, memperkosanya bergantian, bahkan sering sampai si korban mati. Kalau si wanita kebetulan sedang menyusui, anak-anak tikus yang merah dan sangat lembut itu diterjang -- bahkan dimakan. Padahal Dewa Calhoun menyediakan cukup makanan di atas sana. Tidak! Manusia bukan tikus. Tidak satu ahli pun pernah mengatakan bahwa dampak crowdin pada manusia akan sama dengan pada tikus. Bahkan pada binatang lain pun dampaknya lain. Lemming dari Norwegia, misalnya. Binatang keluarga Muridae ini bahkan sudah menjadi cerita klasik. Setiap 11 atau 12 tahun, berjuta-juta mereka turun dari gunung, ladang-ladang, dan tempat-tempat habitat mereka, untuk melakukan perjalanan jauh menuju laut, beramai-ramai menceburkan diri. Dan mati. Bangkai mereka mengapung di antara ombak. Sebuah kapal di lepas pantai Trondheim, kota kecil di pesisir barat Norwegia, di tahun 1868 melaporkan telah membelah pulau bangkai lemming selama lima belas menit. Sayang tidak diberitakan berapa kecepatan kapal. Menurut penelitian para ahli, semua (!) yang melakukan perjalanan maut itu adalah perjaka dan dara-dara ting-ting: belum pernah melakukan hubungan kelamin. Dan, walaupun di perjalanan banyak makanan, jika ada lemming yang jatuh, kepalanya segera dikerkah rekan-rekannya, otaknya dimakan duluan, kemudian bagian badannya yang lembut. Para ahli sekarang tahu, di daerah utara yang jarang penduduknya itu para lemming sebenarnya hampir tidak punya musuh. Dus habitatnya mirip dengan surga tikus Calhoun. Namun yang tidak dimengerti, mengapa justru para remaja yang jadi gelisah dan mendapat tekanan batin sehingga secara beramai-ramai melakukan perjalanan maut. Tidak. Manusia pun bukan lemming. Cuma dari berbagai bacaan jelas kita ketahui, bahwa crowding memang punya dampak negatif pada binatang yang tergolong teritorial. Dan manusia, kabarnya, termasuk golongan ini. Entahlah. Saya bahkan tidak berani mengajak Anda untuk menengok berkeliling, mencari-cari apakah ada persamaan dunia kita dengan dunia tikus Calhoun atau para lemming. Siapa tahu memang tidak ada. Saya kan bisa malu sendiri. Namun jauh di lubuk hati, saya selalu mendoakan agar semboyan 'dua anak sudah cukup', yang digembar-gemborkan BKKBN, benar-benar bisa diterima dan dijalankan semua manusia Indonesia. Sebab, seandainya (ini cuma seandainya) memang ada sedikit pelajaran yang dapat kita tarik dari tikus-tikus Calhoun, bahkan tindakan otoriter dan tidak manusiawi penguasa Cina yang memaksakan 'satu anak saja!' pun rasanya jadi tidak terlalu biadab lagi, kan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus