Banyak penulis dan pengamat ekonomi mengulas pemborongan dolar dan usaha pemerintah untuk menanggulanginya (TEMPO, 18 Juli, Laporan Utama). Pemborongan dolar itu terjadi sejak akhir Desember 1986 s/d Juli 1987. Penyebabnya, menurut ulasan-ulasan itu, masyarakat makin kurang percaya kepada rupiah. Ini tak terlepas dari trauma devaluasi 12 September 1986. Juga, karena masyarakat tak mau dibohongi untuk kedua kalinya. Sehubungan dengan itu semua, para pengamat ekonomi menyarankan agar pemerintah mengeluarkan obligasi dolar dengan maksud agar dolar yang diparkir di luar negeri berangsur-angsur dapat ditarik ke Indonesia. Kalau tak salah, obligasi yang dimaksudkan ialah tindakan pemerintah Indonesia mengeluarkan dolar di Amerika melalui bank di AS. Namun hasilnya tak memadai. Sebenarnya, pemerintah sejak Repelita I s/d saat ini sudah berusaha sekuat tenaga menciptakan iklim ekonomi yang baik melalui, antara lain, deregulasi perbankan, deregulasi perdagangan, meningkatkan efisiensi nasional dengan menekan ekonomi biaya tinggi, agar produk dalam negeri mampu bersaing dengan produk luar negeri. Di samping itu, diambil pula langkah-langkah, antara lain, kebijaksanaan fiskal melalui APBN dan kebijaksanaan moneter melalui BI yang meliputi: Reserve Requirement (pengaturan likuiditas), Open Market Operation (politik pasar terbuka) -- Discount Policy (penaikan tingkat suku bunga) Moral Suasion (pertemuan-pertemuan oleh Bank Indonesia), dan Selective Credit (pemberian kredit yang selektif). Namun semua itu hasilnya belum memadai. Pada 8 Mei 1987, pemerintah (Bl) menaikkan suku bunga SBI, fasilitas diskonto, SBPU, dan SWAP untuk mendorong pengerahan dana melalui perbankan. Juga, antara lain, untuk menarik dolar yang diparkir di luar negeri. Namun, hasilnya belum juga mencapai sasaran. Jurus lain membendung spekulasi dolar adalah pengendalian uang yang beredar di masyarakat. Itu dikatakan Menteri Keuangan Radius Prawiro pada rapat kerja Komisi APBN DPR pada 25 Juni 1987 menurut komisi APBN, instrumen moneter belum ampuh untuk menarik dana yang diparkir di luar negeri. Terakhir, pemerintah (BI) mengeluarkan jurus (kebijaksanaan) melalui BUMN (Taspen, PLN, Pertamina, dan Pusri) menarik dana giro deposito Rp 8t30 milyar lalu dialihkan membeli SBI dengan tujuan mematahkan spekulasi pembelian dolar. Ini mengakibatkan bank-bank kelabakan mencari dana rupiah, karena kesulitan likuiditas. Guna membantu pemerintah menciptakan iklim ekonomi yang mantap, kami menyampaikan hal-hal berikut. 1. Kami mengimbau masyarakat yang memarkir dolarnya di luar negeri agar segera menariknya ke Indonesia guna menunjang pembangunan di dalam negeri. 2. Agar pemerintah memantau orang luar negeri yang datang ke Indonesia menawarkan jasa-jasa assets manajemen kepada orang Indonesia. Orang-orang Indonesia itu mudah dirayu dengan perangsang yang menggiurkan, agar mau menaruh dolarnya di luar negeri dalam bentuk efek-efek, obligasi, vila, rumah, dan lain-lain. 3. Pemerintah (BI) hendaknya terus-menerus memerangi para spekulan dolar secara lebih efektif sampai benar-benar reda melalui instrumen moneter (BI). Sehingga, keadaan kembali normal seperti sebelum Desember 1986. 4. Agar pemerintah tak henti-hentinya meningkatkan ekspor nonmigas, yang merupakan jalan keluar terbaik untuk ekonomi Indonesia. Dan ini akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi meningkat, kesempatan kerja dapat diperluas, dan perbaikan neraca serta pendapatan luar negeri akan meningkat. Hasilnya akan menciptakan iklim ekonomi yang baik dan akan menarik investor luar negeri menanamkan modalnya. Atau, setidak-tidaknya, dolar yang diparkir di luar negeri akan didorong berangsur-angsur kembali ke Indonesia. 5. Dengan disetujuinya pinjaman Indonesia oleh IGGI pada 1987 sebesar US$ 3,16 milyar, cadangan devisa akan menjadi US$ 12 milyar. Maka, tak ada alasan lagi bagi masyarakat untuk khawatir akan terjadinya devaluasi. Sebab, cadangan devisa cukup terjamin. Rinciannya: cadangan devisa yang dikuasai BI US$ 5,2 milyar cadangan devisa yang dikuasai bank komersial US$4,4 milyar cadangan devisa yang dikuasai pemerintah, (standby loan) US$2,4 milyar. Jumlahnya: US$ 12 milyar. Bila dolar di luar negeri, yang jumlahnya US$ 3,5 milyar, dapat ditarik ke Indonesia, jumlah seluruhnya akan menjadi US$ 15,5 milyar. Berdasarkan hal-hal di atas, kondisi ekonomi akan lebih mampu berkembang. Sehingga, pertumbuhan ekonomi tahun ini diharapkan bisa mencapai 3% setahun. Pemerintah melalui BI hendaknya selalu memantau secermat mungkin gejolak ekonomi yang bisa merugikan pembangunan. Antara lain merosotnya harga minyak dunia dan resesi dunia yang berkepanjangan. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah pengamanan sedini mungkin supaya ekonomi Indonesia tak banyak terpengaruh gejolak ekonomi dunia. 6. Pembangunan Indonesia telah memasuki Repelita IV. Dan, pada akhir Repelita IV Indonesia menuju fase tinggal landas (take off) Maka, hasil-hasil pembangunan yang selama ini telah dirasakan rakyat, kiranya, perlu lebih ditingkatkan melalui 8 jalur pemerataan. Sehingga, kesenjangan sosial yang mudah menimbulkan kerawanan sosial dapat diatasi sedini mungkin. Dengan demikian, kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 dapat ditingkatkan pemerahannya. 7. Fungsi dan tugas pasar uang dan efek-efek beserta modal di Indonesia harus ditingkatkan peranannya, terutama untuk menunjang pembangunan. Juga, peranan bank-bank pemerintah dan swasta, yang dibuka di luar negeri seperti di New York, Los Angeles, London, Hong Kong, dan Singapura, perlu ditingkatkan. Sebagai agent of development, mereka harus dapat mengimbau para pemilik modal di luar negeri agar mau menanamkan modalnya di Indonesia. Paling tidak mengimbau atau mempengaruhi pemilik modal yang diparkir di luar negeri. I MADE LINGGA Jalan Bambu Tali I/8 Bojong Indah, Cengkareng Jakarta Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini