Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Uang Dadah untuk Siapa

Polri tak memperpanjang tugas tim pencari fakta yang menemukan aliran dana bandar narkotik ke polisi. Presiden perlu mengambil alih.

26 September 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terlalu singkat masa tugas tim pencari fakta gabungan yang menelusuri pengakuan gembong narkotik Freddy Budiman. Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian hanya memberi waktu sebulan untuk penyelidikan hal yang sangat serius: mengungkap kebenaran keterlibatan polisi dalam bisnis dadah atawa narkotik seperti tuduhan Freddy. Ketika tim itu mulai menemukan bukti aliran dana ke sejumlah perwira polisi, masa kerja mereka justru dinyatakan selesai pada pertengahan September lalu.

Kepala Polri seharusnya memperpanjang masa kerja tim yang melibatkan kalangan independen itu. Tito bisa pula membentuk satuan tugas khusus untuk menindaklanjuti temuan dugaan aliran uang narkotik ke pejabat kepolisian. Momen inilah yang seharusnya dimanfaatkan Polri untuk bersih-bersih. Bukan cerita baru, pejabat lembaga ini—juga aparat penegak hukum lain—kerap diterpa rumor terlibat dalam jaringan dadah.

Sangat mengecewakan jika Kapolri kemudian justru memutuskan menyerahkan temuan penting tim ini kepada Divisi Profesi dan Pengamanan. Ini lembaga internal yang cenderung tertutup. Padahal tim yang beranggotakan sebagian besar petinggi polisi itu sudah memulai tradisi yang bagus: membuka temuan kepada publik. Semestinya prinsip independensi dan transparansi itu dipertahankan demi membongkar apa yang disebut Presiden Joko Widodo sebagai kejahatan luar biasa itu.

Tim memang tak menemukan bukti aliran duit Rp 90 miliar ke pejabat kepolisian dan Rp 450 miliar ke pejabat Badan Narkotika Nasional seperti kesaksian Freddy kepada Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Haris Azhar. Tapi tim menemukan aliran dana Rp 688 juta dari Chandra Halim alias Akiong, rekan bisnis narkotik Freddy, ke seorang perwira menengah polisi. Mereka juga menemukan indikasi aliran dana kepada pejabat Polri lain dengan jumlah puluhan juta rupiah hingga di atas Rp 1 miliar.

Temuan itu sungguh bukan soal kecil. Pernyataan tim bahwa penerima dana berasal dari berbagai tingkatan, dari kepolisian sektor hingga petinggi Polri, juga kian memperjelas kebenaran bahwa maraknya bisnis narkotik selama ini tak lepas dari peran aparat. Bukan cuma polisi, keterlibatan anggota Badan Intelijen Strategis TNI sudah dibuktikan.

Seriusnya persoalan ini tergambar dari data BNN tentang belanja narkotik di Indonesia yang fantastis. Tahun lalu saja belanja narkotik mencapai Rp 63 triliun atau 23 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Rata-rata peningkatan peredaran narkotik 7-8 persen per tahun. BNN mencatat, untuk narkotik jenis sabu-sabu, ada 30 ton yang beredar tahun lalu. Lembaga ini hanya mampu menggagalkan enam ton peredaran sabu-sabu. Korban jiwa pun lebih dari 12 ribu tahun lalu.

Data mencengangkan itu semestinya membuat kita bersegera memberantas kejahatan ini hingga ke akar-akarnya. Presiden bahkan perlu mengambil alih penyelidikan aparat penegak hukum—baik Polri, BNN, maupun TNI—yang melindungi bisnis kakap ini. Jika begitu serius menghukum mati para bandar narkotik, Jokowi semestinya juga serius membentuk tim penyelidik independen untuk membongkar kongkalikong aparat dan bandar.

Temuan tim tersebut bisa menjadi dasar. Juga pengakuan Akiong yang disebut telah secara terbuka memberikan data. Begitu pula dengan lebih dari 80 laporan masyarakat yang terkait dengan dugaan penyalahgunaan wewenang anggota Polri. Semua data dan masukan itu akan sia-sia jika lalu diciutkan hanya menjadi urusan internal Polri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus