Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Uang Palsu: Kenapa Pemerintah Tenang?

Kenapa otoritas moneter tak banyak berbuat ketika ditemukan uang palsu? Jangan-jangan ada oknumnya yang terlibat.

28 Mei 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASYARAKAT sudah diresahkan oleh beredarnya uang palsu sejak 1994, enam tahun lalu. Meski waktu itu jumlahnya kecil dan membesar baru sekitar dua tahun lalu, pemerintah tenang-tenang saja. Tak ada usaha apa pun yang dilakukannya, misalnya menarik uang yang dipalsukan untuk diganti dengan uang seri baru. Padahal, uang lima puluh ribuan seri Soeharto, yang paling banyak dipalsukan itu, secara psikologis sudah layak untuk ditarik. Soeharto sudah lengser, bahkan dituntut untuk diadili, tapi gambarnya masih diabadikan secara terhormat di mata uang resmi. Dan kini, ketika ditemukan lagi komplotan pencetak uang palsu yang menggunakan teknik lebih canggih dan adanya keterlibatan purnawirawan perwira menengah TNI, otoritas moneter pun masih juga diam. Bahkan, Gubernur BI Syahril Sabirin meminta masyarakat tidak perlu resah karena uang palsu yang beredar kecil saja, 0,001 persen. Masalah uang palsu bukan sekadar jumlah uang palsunya, atau teknik canggih dan "teknik kampungan", tetapi menyangkut kepercayaan masyarakat akan uang rupiah. Masyarakat cemas, jangan-jangan mereka mendapatkan uang palsu itu entah di mana, bisa di toko-toko atau ada yang menyebutkan mendapatkan uang palsu di ATM sebuah bank. Banyak orang yang tidak bisa membedakan secara selintas mana uang palsu dan mana uang asli. Tidak setiap orang mampu membeli peralatan pendeteksi uang palsu seperti sinar laser itu dan membawanya ke mana-mana. Bayangkanlah, ketika masyarakat kecil membelanjakan uangnya dan ternyata uang itu palsu, bukan saja ia menanggung malu dan rugi. Bisa-bisa ia juga dituduh sebagai pengedar uang palsu itu. Kasihan. Kecemasan banyak orang ini seperti tak dipikirkan oleh otoritas moneter. Apalagi, kini muncul uang palsu dengan teknik pembuatan yang nyaris sempurna seperti aslinya, baik kertas maupun tinta yang dipakainya. Keterlibatan orang-orang berpangkat membuat orang semakin curiga, jangan-jangan jaringan uang palsu ini melibatkan instansi resmi: percetakan negara yang mencetak uang itu atau bahkan oknum-oknum Bank Indonesia sebagai pengendali moneter. Bagaimanapun, polisi harus dibantu mengusut kasus ini. Dan jika Bank Indonesia tetap saja menganggap kasus ini "kasus kecil" tanpa mengambil langkah-langkah pengamanan, instansi ini layak diselidiki, siapa tahu dari sinilah pangkal segala kepalsuan itu. Apalagi, berdasarkan keterangan pihak Peruri (perusahaan yang mencetak uang resmi), kertas untuk mencetak uang ini diorder lewat Bank Indonesia. Dan kertas sejenis itulah yang sekarang dipakai oleh komplotan pemalsu dari kalangan perwira menengah TNI. Ya, siapa tahu ada oknum BI dan oknum Peruri yang terlibat. Dan polisi tampaknya sudah mengarah ke sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus