Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kebudayaan Indonesia terdapat kegiatan timbal balik, misalnya ada yang memberi dan ada yang menerima, jual dan beli, tanya dan jawab, datang dan pergi, serah dan terima, serta buka dan tutup. Maka lahirlah penyebutan untuk orang bertingkah laku seperti itu dengan sebutan penjual dan pembeli, penanya dan penjawab, dan seterusnya.
Satu butir kegiatan budaya ialah budaya waris. Kata waris memang sudah lama dikenal, dipakai, dan ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia. Siapa yang tidak senang menerima warisan, kecuali warisan utang?
Kata waris bermakna ”orang yang menerima harta pusaka dari orang yang telah meninggal” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 1125) atau ”orang yang berhak menerima pusaka orang yang telah meninggal” (Kamus Umum Bahasa Indonesia, hlm. 1363). Sekarang para pemuda kita menjadi waris dari mereka yang belum meninggal tetapi tidak berkuasa lagi, dan menerima utang dan bukan harta pusaka. Mereka yang memberikan warisan disebut pewaris, misalnya pewaris semangat ’45. Akan tetapi, masih terdengar dan terbaca ”kami adalah pewaris republik ini”. Seharusnya kalimat itu berbunyi ”kami adalah waris republik ini”. Waris juga sering disebut ahli waris.
Lalu sekarang muncul problem istilah utang: ”uang yang dipinjam dari orang lain dan terdapat kewajiban membayar kembali” (KBBI, hlm. 1114; KUBI, hlm. 1353). Kata utang dipandang dari orang yang menerima utang itu.
Yang menjadi masalah ialah apa kata khusus untuk orang yang berutang. Apakah ia disebut pengutang? Jadi, misalnya, Indonesia dapat disebut pengutang terbesar dari Bank Dunia. Lalu bagaimana kita menyebut Bank Dunia sebagai pemberi utang? Menurut KBBI (hlm. 1114) dan KUBI (hlm. 1353), perutangan adalah ”orang yang memberi utang” walaupun bentuk itu sudah tidak lazim lagi. Pengutang dan perutangan masih akan kita pertanyakan.
Kita pun tahu, seperti jual dan beli, utang mempunyai pasangan bernama piutang. Piutang adalah uang yang dipinjamkan kepada orang lain. KBBI dan KUBI tidak memberi makna untuk orang yang memberi utang. Nah, seorang editor tentu mengalami kesulitan untuk menyebutkan orang yang berutang dan orang yang memberi utang atau mempunyai piutang. Saya mengusulkan ”orang yang menerima utang atau orang yang berutang” disebut peutang dan bukan pengutang dan ”mereka/orang yang memberikan utang atau mempunyai piutang” disebut pepiutang. Jadi, misalnya, Indonesia adalah peutang uang dari Bank Dunia dan Bank Dunia menjadi pepiutang untuk Indonesia.
Indonesia sekarang tidak lagi berutang, tetapi meminjam uang dari Dana Moneter Internasional (IMF) atau Bank Pengembangan Asia (ADB) dan uang pinjaman harus dikembalikan. Untuk urusan pinjam-meminjam, bahasa Inggris memiliki dua kata, yakni lender, ”orang atau lembaga yang memberi pinjaman”, seperti Bank Dunia, dan borrower, ”orang atau lembaga yang menerima atau meminta pinjaman”, misalnya Indonesia. Apa boleh buat, bahasa Indonesia hanya mengenal satu kata, yakni pinjam untuk lend. Seorang penulis atau editor akan kesulitan mencari padanan satu kata/bentuk untuk lender dan borrower. Nah, ”orang yang meminjam” dapat dipadankan dengan peminjam dan ”orang atau badan yang memberi pinjaman” disebut pepinjam (lender).
Dalam penyuntingan naskah, rasanya tidak hemat mengatakan ”peminta pinjaman/pemohon pinjaman/penerima pinjaman” untuk borrower dan ”pemberi pinjaman” untuk lender. Jadi, lender dipadankan dengan pepinjam dan borrower dipadankan dengan peminjam. Dengan demikian, Bank Dunia menjadi pepinjam untuk pemerintah Indonesia, sedangkan pemerintah Indonesia menjadi peminjam uang.
Sampailah kita kepada satu kegiatan baru, yakni kegiatan sewa-menyewa, sewa-menyewakan. Terdapat sewa-menyewa rumah, sewa-menyewa mobil, sewa-menyewa apartemen, sewa-menyewa gedung, dan sewa-menyewa pakaian pengantin. Orang yang menyewa mobil, rumah, apartemen, dan pakaian pengantin disebut penyewa dan orang yang menyewakan atau memberi sewaan dikatakan pesewa.
Pembaruan dalam bahasa memang diperlukan untuk melayani pikiran dan budaya yang berkembang. Kita telah mencatat pembentukan kata pengembang untuk menggantikan kata bahasa Inggris developer. Di kalangan pendidik dibentuk sebuah kata baru, yakni pembelajaran dan pembelajar.
Makna pembelajaran adalah ”proses membelajarkan orang untuk…” dan pembelajar adalah ”orang yang membelajarkan orang atau membuat orang belajar”. Jadi, pembelajaran masyarakat atau siswa, dan pembelajar adalah guru/penyuluh/wartawan. Salah pakai dan salah pemaknaan ini telah berlangsung beberapa tahun terakhir ini dan tak ada orang yang berusaha memperbaikinya. Mungkin pers dapat membantu.
Bahasa berkembang sesuai dengan perkembangan bangsa dalam berpikir dan berinteraksi. Semua kegiatan manusia yang perlu diketahui bersama dan diwariskan membutuhkan bahasa. Bahasa adalah perekam kebudayaan dan pewaris kebudayaan. Oleh karena itu, studi bahasa adalah studi kebudayaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo