Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERITA bahwa Indonesia, setelah Paris, masuk target serangan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) tak boleh dianggap remeh. Berita ini harus dikaitkan dengan fakta bahwa Frederic C. Jean Salvi, tersangka teror Paris yang kini dicari pihak berwajib Prancis, ternyata pernah tinggal enam bulan di Bandung pada 2005.
Tak sekadar bermukim, ia terlibat dalam sebuah gerakan militan di Indonesia. Ia juga diduga otak peledakan bom di depan kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di Prancis pada 21 Maret 2012. Sebelum di Bandung, Salviāyang di Indonesia dipanggil "Ali Jangkung"āpernah di Pesantren Darusy Syahadah, Simo, Boyolali, Jawa Tengah. Diperkirakan sekitar tiga tahun ia tinggal di Jawa. Tatkala menetap di Bandung, Salvi belajar pada kelompok jihad Cibiru. Ia menyumbangkan mobil Mitsubishi Galant miliknya kepada kelompok tersebut untuk dipakai sebagai mobil bom.
Kelompok Cibiru awalnya merupakan kelompok pengajian Masjid As-Sunnah Cileunyi, Bandung, di bawah asuhan Aman Abdurrahman. Mereka kemudian melakukan pembunuhan terhadap polisi dan tindakan kekerasan terhadap kelompok Islam yang tak sepaham dengan visi mereka. Salah satu rencana jangka panjang kelompok Cibiru adalah meledakkan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Kedutaan Besar Inggris, dan Kedutaan Besar Australia. Untungnya, niat jahat kelompok ini tak kesampaian karena keburu dibekuk Detasemen Khusus 88 pada 2010. Dari penyitaanĀ dokumen dan bahan-bahan kimia di sebuah gudang di Cibiru, terbukti mereka mempersiapkan pembuatan bom mobil dengan daya ledak yangĀ lebih kuat daripada bom Bali 2002.
Penggerebekan pada 2010 itu membuat Salvi lari ke Maroko. Ia masuk daftar orang yang dicari Densus 88. Dari Maroko, Salvi menyampaikan pernyataan berbahasa Prancis di Internet bahwa ia tidak terlibat kelompok Cibiru. Tapi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme mencurigai dia sebagai orang yang kemudian merancang bom yang diletakkan dekat perempatan jalan KBRI di Prancis pada 2012. Bom itu menyebabkan pecahnya kaca bangunan gedung-gedung sepanjang radius 50 meter danĀ membakar dua mobil.
Kini namanya disebut sebagai tersangka teror Paris. Tak ada kata selain waspada. Koordinasi intelijen Prancis dan Indonesia harus ditingkatkan. Memang tidak ada sebab-akibat langsung antara teror Prancis dan kemungkinan terjadinya pengeboman di Indonesia, tapi lebih baik kita berjaga-jaga. Kita tak tahu seberapa jauh Salvi membina hubungan dengan sel-sel jihad di Tanah Air. Juga kelompok mana selain kelompok Cibiru yang menjadi bagian dari gerakannya.
Yang jelas, dari tragedi Paris itu jaringan Salvi kini bisa dilihat sebagai salah satu sumber kemungkinan penyebaran paham ISIS di sini. Sumber lain adalah sebagian warga negara kita yang pernah dilatih ISIS di Suriah dan sudah kembali ke Tanah Air. Bisa jadi di antara mereka ada yang menyusup ke kampung, pesantren, ataupun pengajian perkotaan, melakukan penyebaran ideologi ISIS. Susah dideteksi berapa besar jumlah mereka.
Tak cuma mengandalkan pemerintah, masyarakat harus aktif dalam upaya pencegahan. Pemilik gedung dan penyelenggara keramaian, misalnya, tak perlu menunggu perintah aparat untuk meningkatkan kewaspadaan. Masyarakat sepatutnya tak memandang pemeriksaan di tempat-tempat umum sebagai sesuatu yang berlebihan dan mengganggu privasi.
Segala hal yang berbau simpati terhadap ISIS, sekecil apa punāmisalnya pengibaran benderaālayak segera dilaporkan kepada yang berwajib, atau diinformasikan melalui media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo