Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUMAH berdinding bambu milik Supriadi, 40 tahun, di Dusun Gading Desa Karanggayam, Kecamatan Blega, Bangkalan, Madura itu tak berpenghuni. Lima polisi menjaga rumah ketua panitia pemungutan suara desa dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur itu. Sejumlah orang berseliweran dan menatap curiga siapa pun yang mendekat.
Polisi perlu menjaga rumah itu karena si empunya terancam nyawanya. Supriadi sosok penting bagi kemenangan calon gubernur Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono dalam sidang Mahkamah Konstitusi. Kesaksian dia menjadi pertimbangan Mahkamah pada Selasa pekan lalu untuk mengabulkan gugatan Khofifah atas kecurangan pemilihan Gubernur Jawa Timur. Mahkamah memerintahkan pemilihan diulang di Bangkalan dan Sampang, serta penghitungan ulang suara di Pamekasan.
Supriadi adalah ketua panitia pemungutan suara di tempat pemungutan 03 Gading. Ia mengungkapkan, sebelum pencoblosan, ia diperintah Kepala Desa Karanggayam, Hafidz, mendapatkan 85 persen suara untuk Soekarwo-Saifullah Yusuf. Pada hari pemungutan suara, Hafidz berkunjung ke tempat pemungutan. ”Dia bertanya, kok, sisa surat suara masih banyak,” kata Supriadi, Kamis pekan lalu.
Ia lalu mendapat perintah dari Hafidz mencoblos sisa surat suara untuk Soekarwo. Kerja Supriadi rapi. Di tempat pemungutan itu tidak ada saksi Khofifah. Tempat pemungutan persis di halaman rumah Supriadi. Pada saat sepi pemilih, ia mengambil satu bundel surat berjumlah 50 plus beberapa lembar yang tidak dibundel, lalu ia masukkan ke kantong celana.
Kemudian ia menyelinap masuk rumah dan mencoblosi surat suara. Ia tiga kali mengambil bundelan surat suara, sehingga yang ia tusuk berjumlah 200 surat. Sisa surat suara yang tidak ia lubangi ada 35 buah. Di tempat pemungutan itu Soekarwo menang dengan 304 suara. Sedangkan Khofifah mendapat 79 suara dan 3 suara tidak sah. Sebagai imbalan, ”Saya diberi 15 kilogram beras,” kata Supriadi.
Janji yang lebih besar: Supriadi bakal mendapat bagian dari Rp 65 juta alokasi dana desa yang bakal cair seusai pemilihan gubernur. Imbalan lain: sebagai makelar kartu tanda penduduk dan akta kelahiran, ia akan mendapat banyak kemudahan dari Hafidz.
Tapi janji manis itu berbuah kecewa. Hingga Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur mengumumkan Soekarwo-Saiful unggul tipis atas Khofifah-Mudjiono, Hafidz ingkar janji. Supriadi tahu, alokasi dana desa telah turun, tapi Hafidz belum juga membagikan jatahnya. ”Dia bilang belum cair,” kata Supriadi.
Kekecewaan Supriadi dimanfaatkan kubu Khofifah. Ia menjadi salah satu saksi yang diajukan Khofifah dalam sidang. Tapi itu tak mudah: Supriadi dan keluarganya tidak berani pulang ke Bangkalan karena diancam akan dibunuh. ”Saya dapat pesan pendek sudah disiapkan kuburan di Madura,” katanya. Supriadi kini bersembunyi di Surabaya, dalam perlindungan tim Khofifah. Hafidz hingga kini belum bisa dimintai konfirmasi karena tak tentu rimbanya.
Sidang Mahkamah Konstitusi juga sempat menyebut Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron sebagai otak permainan curang, karena ia menginstruksikan anak buahnya memenangkan Soekarwo. Ini dilakukan setelah Soekarwo, difasilitasi Bupati Fuad, bertemu dengan semua kepala desa Bangkalan. Mereka lalu bersepakat membuat kontrak politik beberapa hari sebelum pemilihan. Isinya, jika Soekarwo menang, kepala desa akan mendapat dana.
Fuad menepis tudingan itu. ”Saya sama sekali tidak tahu,” katanya. Soekarwo juga menampik. Selama berkampanye, kata Soekarwo, ia tak pernah mengharuskan kepala desa menggunakan segala cara untuk memenangkannya. Menurut dia, kesepakatannya dengan kepala desa adalah kontrak kebijakan, bukan kontrak politik. ”Isinya, kalau terpilih, saya akan memberikan bantuan dari anggaran belanja daerah untuk membangun desa,” kata Soekarwo.
SEBAGIAN orang yang semula duduk di ruang sidang Mahkamah Konstitusi seketika berdiri tatkala Ketua Mahkamah Mahfud Md. membacakan bagian kesimpulan putusan. Sebagian besar mata di lantai dua ruang sidang pleno Mahkamah lalu tertuju pada layar lebar di sebelah kanan atas barisan hakim yang menayangkan putusan Mahkamah. Konklusi dibacakan Mahfud setelah secara bergiliran delapan hakim Mahkamah membaca putusan.
Mahfud menyebutkan poin pertama yang menyatakan ada pelanggaran material. Khofifah tersenyum. Dwi Ria Latifa, kuasa hukum Khofifah, menggenggam jemari kandidat gubernur itu. Mahfud lalu menambahkan ada pelanggaran sistematis, terstruktur, dan masif di Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan. Mahkamah menyatakan rekapitulasi hasil penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur batal dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Khofifah, yang mengenakan busana muslimah hijau muda, tersenyum. ”Saya berterima kasih kepada Mahkamah Konstitusi,” katanya.
Begitu hakim meninggalkan ruang sidang, suasana gaduh. Soekarwo, yang berbatik cokelat, tergesa-gesa menuju lantai empat gedung Mahkamah. Di tengah kawalan ketat pengawalnya, Soekarwo menahan senyum. Di lantai empat, ia memberikan keterangan pers. ”Saya tidak puas, tapi menerima keputusan ini,” katanya. Sedangkan Saiful bertahan di ruang sidang pleno yang dipenuhi pendukung Khofifah. Sebelum pergi, Saiful menjabat tangan Khofifah. Senyum keduanya menyembul.
Senyum Khofifah memang sedang mekar. Pemilihan ulang ini membuka kans lebih besar baginya untuk menang. Dalam putaran kedua, di Bangkalan, Soekarwo mendapat 291.781 suara dan Khofifah 151.666. Di Sampang, Soekarwo memperoleh 240.552 suara dan Khofifah 181.698. Total selisih suara kemenangan Soekarwo dibanding Khofifah di dua kabupaten adalah 198.969 suara. Total kemenangan Soekarwo atas Khofifah untuk seluruh Jawa Timur ”cuma” 60.223 suara. Artinya, cukup mempertahankan suara yang diperoleh di Bangkalan dan Sampang pada putaran kedua, Khofifah langsung menang.
Soekarwo dan Khofifah menyingkirkan tiga pasangan dalam pemilihan gubernur putaran pertama. Pemilihan yang dilakukan Juli lalu itu harus dilanjutkan dengan putaran kedua karena tidak memunculkan pemenang dengan 30 persen suara seperti disyaratkan undang-undang. Pasangan yang gugur di putaran pertama adalah Sutjipto-Ridwan Hisjam (PDI Perjuangan), Achmady-Soehartono (Partai Kebangkitan Bangsa), dan Soenarjo-Ali Maschan Moesa (Golkar). Soekarwo-Saifullah diusung Partai Amanat Nasional serta Partai Demokrat, dan Khofifah-Mudjiono didukung Partai Persatuan Pembangunan dan sejumlah partai kecil. Dalam putaran kedua, PDI Perjuangan mendukung Khofifah, sedangkan Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa mendukung Soekarwo.
Pemilihan ulang ini adalah yang pertama dalam sejarah Indonesia. Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur telah mengeluarkan hampir Rp 1 triliun. Ini belum ongkos yang dikeluarkan calon gubernur. Tim Soekarwo pernah menyatakan telah habis lebih dari Rp 1 triliun. Angka yang kurang lebih sama juga dikeluarkan Khofifah.
Pertarungan babak ketiga di tanah Madura akan dilakukan pada akhir Desember. Penghitungan ulang di Pamekasan dilakukan dua pekan lagi. Mahkamah memutuskan pencoblosan ulang harus dilakukan selambatnya dua bulan setelah palu hakim diketukkan. Penghitungan ulang harus dilakukan sebulan setelah putusan.
Dua kubu kini ambil ancang-ancang. Khofifah menyatakan segera membentuk tim pemenangan baru. Fokus utamanya adalah menyiapkan saksi. Menurut Khofifah, pelanggaran di tingkat tempat pemungutan suara selalu terjadi karena tidak ada saksi. ”Kami berusaha menyediakan satu saksi di tiap TPS,” katanya. Ketua tim sukses Khofifah, KH Masjkur Hasyim, mengatakan jagonya akan makin banyak bersilaturahmi ke tokoh-tokoh di dua kabupaten itu. Selain itu, ia akan membuat banyak posko agar lebih dekat dengan pemilih.
Soekarwo juga optimistis mampu merebut suara. Dalam dua putaran pemilihan sebelumnya, ia selalu unggul di Madura. Posko untuk pemenangannya pun kini telah dibentuk di Bangkalan dan Sampang. Bupati Fuad, yang mendukung Soekarwo, berjanji akan netral. ”Saya tidak akan berkampanye atau mengarahkan warga saya,” katanya.
Tapi kekhawatiran akan munculnya konflik tetap ada. Madura punya catatan buruk soal kekerasan dalam pemilu. Kantor Golkar Sampang dulu, misalnya, pernah dibakar hingga tinggal arang. Polisi tidak ingin kecolongan. Markas Besar Kepolisian mengirim Kepala Bagian Pembinaan Keamanan Komisaris Jenderal Iman Hariyatna ke Madura. Ia menjamin polisi habis-habisan menjaga pemilihan ulang ini. ”Madura aman,” katanya.
Sunudyantoro, Akbar Tri Kurniawan (Jakarta), Fatkhurrohman Taufiq (Bangkalan), Dini Mawuntyas (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo