Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=1 color=brown><B>Calon Legislator</B></font><BR />Potong Kompas Calon Legislator

Berbagai cara dilakukan calon anggota parlemen agar terpilih dalam pemilu. Dari menjual ganja hingga mencuri motor.

9 Maret 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tubuhnya lunglai dengan ta­tapan kosong. Kepalanya selalu tertunduk. Sesekali menjawab pertanyaan Tempo dengan suara pelan, dari balik jeruji besi, Anshorullah, 28 tahun, menyesali nasibnya. Buyar sudah mimpinya menjadi calon anggota legislatif di Kabupaten Lampung Selatan. Kini dia meringkuk di tahanan polisi Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Akibat ganja, Anshorullah terancam hukuman penjara lima tahun.

Anshorullah adalah calon anggota legislatif Lampung Selatan dari Partai Pemuda Indonesia. Bapak dua anak ini calon tunggal daerah pemilihan IV Lampung Selatan, yang meliputi Kecamatan Sidomulyo, Merabu Mataram, dan Way Panji. Akhir Februari lalu, polisi menangkap Ansori, pang­gilannya, karena kedapatan membawa ganja. Ia diciduk bersama Reza Fadila, 27 tahun, calon legislator dari partai sama. ”Saya menyesal,” kata Ansori lirih.

Polisi menangkap Ansori dan Reza di bus Damri jurusan Jakarta ketika hendak menyeberang dari Bakauheni ke Merak, Minggu, 22 Februari malam. Mereka membawa 13 kilogram ganja—nilainya Rp 39 juta—dalam tas hitam yang disimpan di bawah tempat duduk. ”Katanya untuk modal kampanye,” kata Inspektur Polisi Satu Talen Hafiz, Kepala Unit Reserse dan Kriminal Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan Bakauheni.

Ansori menjadi anggota Partai Pemuda atas ajakan Reza, sepupu­nya. Ia sering nongkrong di rumah Reza yang masih menumpang di orang tua­nya. Rumah di Jalan Waymuli, Tanjungkarang Timur, Bandar Lampung, itu menjadi markas partai. Di kalangan tetangganya, Reza termasuk pemuda ramah namun pendiam. ”Saya tak menyangka dia bisa kena kasus ganja,” kata Sofi, tetangganya.

Ansori dan Reza menjadi anggota DPRD Lampung Selatan dari partai berlambang lima daun dalam satu ranting ini. Reza mewakili daerah pemilihan V, yakni Kecamatan Jati Agung, Tanjung Sari, dan Tanjung Bintang. Ia menempati nomor urut dua. ”Sebagian poster dan atribut sudah terpasang,” ujar Reza.

Dalam pantauan Tempo, sejumlah poster kecil Reza memang terpasang di sepanjang jalan menuju Bakauheni. Sedangkan Ansori belum memasang atribut karena dalam proses cetak. Reza mengeluarkan uang Rp 3 juta untuk membuat poster. ”Saya disokong keluarga untuk modal mencalonkan diri,” katanya.

Reza hanya mengandalkan kocek­ keluarga, terutama orang tua, karena tak punya penghasilan tetap. Seperti Ansori, ia bekerja serabutan sebagai sales produk makanan. Ketika diperiksa polisi, Reza mengaku hasil penjualan itu akan dipakai untuk ­biaya kampanye.

Bukannya mendapatkan dana, Reza dan Ansori malah kena ciduk polisi. Dua minggu mereka mendekam di tahanan polisi Pelabuhan Bakauheni, tak seorang pun wakil partai mene­ngoknya, kecuali keluarganya. Dalam sel 4 x 6 meter, Ansori dan Reza berdesakan dengan 15 orang lainnya.

Partai Pemuda Indonesia Lampung juga menghukum keduanya. Ketua Dewan Pengurus Daerah Partai, Muhammad Adri Rais, mengatakan tidak menerapkan asas praduga tak bersalah dalam kasus ini. Menurut Adri, keduanya mencemarkan nama baik sehingga langsung dipecat. ”Pengurus telah mengirim surat pencabutan pencalonan ke Komisi Pemilihan Umum Daerah Lampung Selatan,” kata Adri.

Meski sudah dipecat, nama Ansori dan Reza kadung tercetak dalam kertas suara. Anggota Komisi Pemilihan Umum Lampung Selatan, Dwi Riyanto, mengatakan tak bisa mencoret nama keduanya dari kertas suara. Menurut dia, penentuan nasib calon dikembalikan ke partai. ”Bisa calonnya diganti atau tetap dilanjutkan,” kata Dwi.

Terjerat ”barang panas” sehingga menggagalkan pencalonan juga menimpa Chaterina, 53 tahun. Polisi menangkap calon anggota DPRD Riau dari Partai Peduli Rakyat Nasional ini karena membawa seribu butir ekstasi pada 12 Februari lalu.

Polisi menyergap Chaterina dalam mobil di tempat pengisian bahan bakar Jalan Yos Sudarso, Pekanbaru. Ia mencoba mengelak dengan menunjukkan kartu anggota partai dan mengatakan dirinya sebagai calon legislator. ”Namun, ketika ditemukan bungkusan ekstasi, dia diam,” kata Kepala Polisi Pekanbaru, Komisaris Besar Berti D.K. Sinaga, Rabu pekan lalu.

Di tahanan wanita, Chaterina lebih banyak diam dan selalu menunduk. Perempuan berambut ikal sebahu ini jarang berbicara, termasuk dengan sembilan kawan dalam satu ruangan. Ia menolak bicara dengan siapa pun. ”Kami segan lantaran dia sudah tua,” kata Ayu, teman satu selnya.

Catherina menjadi calon anggota DPRD dari daerah pemilihan Riau VII di urutan ketiga. Partai ­memecat dan mencabut keanggotaannya. Sumber Tempo di partai itu mengatakan, Ca­­therina menjadi calon anggota legisla­tif karena reputasinya sebagai pengusaha kayu, properti, dan kelapa sa­wit. Cha­terina mendaftar dan berjan­ji memberikan bantuan untuk partai. ”Banyaknya partai dan sulitnya me­re­krut caleg membuat partai menerima tawaran Chaterina,” kata sumber itu.

Kasus ganja dan ekstasi membuat calon terpental tanpa ampun. Beda dengan pencurian sawit di Lebak, Ban­ten. Ujang Zaenal Abidin, 40 tahun, calon anggota DPRD Kabupaten Lebak, ditangkap polisi pada Jumat dua pekan lalu. Ia dituduh mencuri 14 ton kelapa sawit di Desa Parung Panjang, Wanasalam, Lebak.

Ketua Partai Indonesia Sejahtera Lebak, Udin Saepudin, mengatakan belum menjatuhkan sanksi kepada Ujang sebelum ada keputusan hukum tetap dari pengadilan. Menurut dia, partai tetap akan memberikan bantuan hukum kepada Ujang. ”Harus ada sikap praduga tak bersalah,” katanya.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Lebak, Ajun Komisaris Yudis Wibisana, mengatakan Ujang tak terlibat langsung pencurian sawit. Namun penduduk Cikeusik, Lebak, ini mengerahkan 13 orang untuk menggasak sawit. ”Uang hasil penjualan sawit akan digunakan sebagai biaya kampanye,” kata Yudis, menirukan peng­akuan salah seorang tersangka.

Kasus serupa yang melibatkan calon anggota legislatif juga terjadi di Bali. Calon anggota DPRD Jembrana dari Partai Keadilan Sejahtera, Muhammad Ilyas, ditahan Polres Jembrana dengan tuduhan pembalakan liar di hutan Bali Barat. Ilyas ditangkap ketika polisi menghentikan truk berisi 50 batang kayu jati. Meski sudah ada sti­kernya sebagai calon anggota legislatif di kaca depan, Ilyas tetap tak bisa berkutik.

Ilyas adalah kader Partai Demokrat dan maju menjadi calon legislator di Partai Keadilan Sejahtera. Ketua Partai Keadilan Jembrana, Eko Jatmiko, mengatakan partainya tidak bisa memberikan sanksi karena Ilyas bukan anggota. ”Kita pasang sebagai caleg karena jumlah kader di sana sedikit,” kata Eko.

Di Jakarta, calon anggota legislatif DKI Jakarta dari Partai Amanat Nasional, Hariman Siregar, juga diciduk polisi. Calon dengan nomor urut 10 dari daerah pemilihan Jakarta Timur ini dituduh merampok motor di rumah makan Ayam Goreng Suharti, Jakarta Timur.

Berkaus biru, celana selutut motif kotak-kotak dan sandal jepit, Hariman, 47 tahun, menerima Tempo pada Kamis lalu. Menurut dia, kejadian itu merupakan kesalahpahaman. Ia mengira motor tersebut milik temannya, Martua Siregar. Sedangkan Martua mengira motor itu miliknya. ”Sumpah demi Allah, tak ada tebersit niat melakukan perbuatan itu,” katanya dengan suara tertahan dan mata merah.

Kabar penangkapan Hariman itu sampai ke petinggi partai. Ketua Dewan Pengurus Pusat Partai Amanat Nasional, Andi Mapetahang Fatwa, menyambangi Polsek Pulogadung, dua hari setelah penangkapan. Hariman mengatakan Fatwa meminta pe­nangguhan penahanan sehingga sangat membantu posisinya yang sedang terjepit. Setelah kedatangan Fatwa, Hariman pindah ke tahanan Polres Jakarta Timur.

Hariman mengatakan kasus itu tak­ terkait dengan dana kampanye. Meski modalnya terbatas, Hariman menga­takan banyak pihak yang bersedia membantu pencalonannya, seperti kader partai, Pemuda Pancasila, atau seniornya di Himpunan Mahasiswa Islam. ”Banyak yang mau bantu, enggak perlu mencuri, merampok, atau apalah,” ujarnya.

Dana cekak, sedangkan tuntutan biaya kampanye mencekik. Walhasil, banyak calon legislator yang nekat. Sebastian Salang, Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen, mengatakan iklim demokrasi memberikan ruang semakin luas kepada setiap masyarakat untuk masuk gelanggang politik. Namun ruang terbuka itu belum diimbangi proses perekrutan calon legislator oleh partai. Menurut dia, proses seleksi dan kaderisasi partai belum berjalan maksimal. ”Banyak partai asal terima karena tidak memiliki calon,” kata Sebastian.

Peluang besar menjadi calon anggota legislatif itu juga tak diimbangi mera­tanya pendidikan politik dan kondisi ekonomi masyarakat. Kursi legislatif, menurut Sebastian, sekarang hanya menjadi tujuan memperbaiki nasib. Apalagi banyak penduduk silau melihat pertunjukan kekayaan para anggota dewan. ”Jadinya orang tak siap sekalipun berambisi menjadi calon,” katanya.

Yandi M.R., Munawwaroh (Jakarta), Nurochman Arrazie (Lampung), Jupernalis Samosir (Riau), Rofiqi Hasan (Bali), Mabsuti Ibnu Marhas (Banten)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus