Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tilap-menilap Obat Mujarab

Komisi Pemberantasan Korupsi membongkar dua skandal patgulipat pengadaan alat pembasmi penyakit di Departemen Kesehatan. Bekas Direktur Utama PT Kimia Farma dan seorang pejabat eselon dua Departemen Kesehatan jadi tersangka.

9 Maret 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LANTAI dasar gedung empat lantai di Jalan Pemuda, Pulogadung, Jakarta Timur, itu mendadak riuh. Belasan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa sore dua pekan lalu, menerobos masuk tanpa permisi. ”Tidak ada surat pemberitahuan sebelumnya,” kata seorang anggota staf di gedung itu, pekan lalu. Tanpa ba-bi-bu, petugas memeriksa satu demi satu arsip dan dokumen kantor. Di luar gedung, wartawan berkerumun.

Sasaran pemeriksaan Komisi hari itu adalah kantor PT Bhineka Usada Raya, perusahaan penyalur alat-alat kesehatan. Kantor perusahaan rekanan Departemen Kesehatan itu digeledah setelah Komisi menemukan indikasi korupsi dalam proyek pengadaan alat roentgen ringan untuk pusat kesehatan masyarakat di daerah tertinggal dua tahun lalu. ”Staf di sini tidak tahu apa-apa,” kata seorang karyawan Bhineka ketika Tempo bertandang ke sana, pekan lalu.

Gerak cepat Komisi tak berhenti di sana. Selang sehari, Rabu dua pekan lalu, giliran dua kantor PT Kimia Farma Trading and Distribution, anak perusahaan Kimia Farma, yang digeledah. Seharian penuh, kantor pusat perusahaan milik negara itu, di Jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat, dan satu kantor cabangnya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, diubek-ubek belasan petugas komisi antikorupsi. ”Semua ruangan diperiksa,” kata satu karyawan Kimia Farma, pekan lalu.

Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi S.P., menjelaskan, dua kali penggeledahan itu sebenarnya tak terkait langsung satu sama lain. Kimia Farma Trading dibidik untuk kasus lain: pengadaan alat kesehatan untuk kawasan Indonesia timur, pada 2003.

Terbongkarnya dua kasus dugaan korupsi dalam proses pengadaan barang di Departemen Kesehatan yang nyaris bersamaan itu membuat kaget banyak orang. Selama ini, Departemen Kesehatan dikenal sepi skandal. Bahkan, Februari lalu, departemen ini baru saja dinyatakan sebagai satu dari sepuluh instansi pemerintah yang paling baik dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara merilis daftar itu setelah menyigi 74 instansi pemerintah pusat selama Oktober-November tahun lalu.

l l l

SEMUA berawal dari audit Badan Pemeriksa Keuangan. ”Sejak 2006, kami memang rutin mengadakan audit atas proses pengadaan barang dan jasa di Departemen Kesehatan,” kata anggota Badan Pemeriksa, Sapto Amal Damandari. Ketika mereka pertama kali melakukan audit, tiga tahun lalu, sebagian data ternyata sudah diambil Komisi Pemberantasan Korupsi. ”Karena itu, agar tidak tumpang-tindih, kami menangani sisanya,” kata Sapto.

Hasil audit Badan Pemeriksa membelalakkan mata. Pada 2005-2006 saja, badan itu menemukan tak kurang dari 18 penyimpangan. Modelnya macam-macam: dari tender fiktif, pengadaan yang tak sesuai dengan spesifikasi, penunjukan langsung yang tak pada tempatnya, kejanggalan penentuan pemenang tender, penetapan nilai proyek yang terlalu mahal, sampai kesalahan penetapan harga. Nilai kerugian negara ditaksir lebih dari Rp 10 miliar.

Dalam satu temuan penyimpangan, Badan Pemeriksa menyoroti proses tender pengadaan mesin roentgen untuk Rumah Sakit Tentena di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, senilai Rp 1,1 miliar, pada November 2005. Lelang ketika itu diikuti empat perusahaan, yakni PT Wibisono Elmed, CV Srikandi Sakti, PT Putra Lakopoperkasa, dan CV Darmakusumah. Departemen Kesehatan akhirnya memenangkan PT Wibisono.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan menemukan bahwa keempat perusahaan itu ternyata memiliki alamat surat-menyurat yang sama. Selain itu, harga penawaran yang mereka ajukan tak berselisih banyak. ”Ada unsur kesengajaan untuk memasukkan penawaran oleh satu perusahaan dengan menggunakan beberapa nama perusahaan,” tulis auditor Badan Pemeriksa dalam laporannya.

Badan Pemeriksa juga menemukan bahwa Singgih Wibisono, komisaris utama perusahaan pemenang lelang, menjabat pula sebagai Direktur Utama PT Bhineka Usada Raya. Nama Bhineka muncul ketika Badan Pemeriksa mengaudit pengadaan alat kesehatan lain senilai Rp 15,5 miliar yang diadakan Departemen Kesehatan pada saat yang sama, November 2005. Pengadaan alat-alat operasi dan mesin monitor tempat tidur pasien itu dilakukan dengan penunjukan langsung.

Yang janggal, perusahaan yang ditunjuk Departemen Kesehatan sebenarnya adalah PT Indofarma. Namun pelaksana proyek itu di lapangan justru Bhineka Usada. ”Dapat diyakini sebenarnya Indofarma hanya pihak perantara antara Departemen Kesehatan dan Bhineka Usada, karena semua pelaksanaan—dari impor barang dan pengiriman sampai install barang ke Departemen Kesehatan—dilakukan oleh Bhineka Usada,” tulis auditor Badan Pemeriksa. Kerugian negara akibat kongkalikong ini mencapai lebih dari Rp 4 miliar.

Singgih Wibisono sendiri tidak bisa ditemui. Dua kali Tempo mendatangi kantornya di kawasan Pulogadung, Jakarta Timur, tanpa hasil. ”Sejak kantor kami didatangi Komisi Pemberantasan Korupsi, Pak Singgih tidak pernah datang lagi,” kata satu anggota stafnya. Kepala Bagian Keuangan Bhineka, Irene Saputra, juga tak pernah lagi muncul. Keduanya sudah diperiksa Komisi sebagai saksi.

Akhir Februari lalu, Komisi menetapkan Mardiono, Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Departemen Kesehatan, sebagai tersangka dalam kasus ini. ”Dia pejabat yang membuat komitmen dalam pengadaan ini,” kata Johan Budi. Sama seperti Singgih dan Irene, Mardiono tak ada lagi di kantornya. ”Bapak sedang rapat di luar kota,” kata satu anggota stafnya, pekan lalu.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan juga menyebut-nyebut Kimia Farma. Badan usaha milik negara itu dikaitkan dengan lelang pengadaan obat HIV/AIDS dan vaksin antiretroviral pada akhir 2005 senilai Rp 14,6 miliar. Kimia Farma dinyatakan sebagai pemenang lelang pada 14 Oktober 2005. Belakangan, penyelidikan Badan Pemeriksa menemukan bahwa seluruh obat-obatan yang dibeli pemerintah dalam lelang itu sudah habis dibagikan kepada daerah pada 10 Oktober, empat hari sebelum penetapan pemenang tender. ”Tender hanya formalitas,” tulis auditor Badan Pemeriksa Keuangan.

Namun penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi belum menyentuh kasus itu. ”Penyidikan masih berlangsung, bisa saja berkembang,” kata Johan. Komisi saat ini berkonsentrasi mengungkap dugaan korupsi dalam pengadaan alat kesehatan di kawasan Indonesia timur senilai Rp 190,5 miliar. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 71 miliar. Pekan lalu, bekas Direktur Utama Kimia Farma Gunawan Pranoto sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sayangnya, saat dihubungi, telepon seluler Gunawan tidak menjawab.

l l l

INDONESIA Corruption Watch sudah lama menengarai ada masalah dalam proses pengadaan barang dan jasa di Departemen Kesehatan. ”Jumlah perusahaan penyalur alat kesehatan itu amat terbatas,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch, Febri Hendri, pekan lalu. Karena jumlahnya sedikit, posisi tawar mereka cenderung lebih kuat dibanding pemerintah. Penggelembungan harga, kata Febri, nyaris selalu terjadi.

Selain itu, potensi masalah lain muncul dari kewenangan Departemen Kesehatan menetapkan keadaan luar biasa untuk penanganan bencana. ”Itu rawan disalahgunakan,” kata Febri. Pasalnya, dalam keadaan bencana, pemerintah bisa melakukan penunjukan langsung.

Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyerahkan penanganan kedua kasus ini kepada proses hukum. ”Departemen Kesehatan selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan mendorong upaya perbaikan kinerja internal,” katanya, akhir Februari lalu. Audit Badan Pemeriksa Keuangan pun, kata Fadilah, dilakukan atas undangan Departemen Kesehatan.

Wahyu Dhyatmika, Akbar Tri Kurniawan, Amandra Mustika Megarani, Iqbal Muhtarom, Ismi Wahid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus