Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HINGGA pekan lalu, pembahasan biaya penyelenggaraan ibadah haji masih belum putus. TuntutÂan penurunan biaya haji dari sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat sangat kuat. Apalagi hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan 48 item kelemahan sistem penyelenggaraan ibadah haji.
Kamis pekan lalu, Purwani Diyah Prabandari, Sunudyantoro, dan DwiÂdjo U. Maksum dari Tempo mewawancarai Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Slamet Riyanto.
Mengapa pembahasan biaya haji berkali-kali deadlock?
Bukan deadlock, belum ada kesepakatÂan.
Mengapa bunga deposito dana setoran awal di bawah BI Rate, yang juga menjadi catatan kelemahan yang dikemukakan Komisi Pemberantasan Korupsi?
Begini. Pertama kali kami bernegosiasi dengan bank, kan, saya tidak terlalu paham? Tapi negosiasi waktu itu transparan. Sekarang sudah tidak seperti itu, sudah tinggi.
Bagaimana kejelasan penggunaan bunga atas pengendapan dana setoran awal yang biasa disebut dana manfaat?
Itu optimalisasi. Dana itu digunakan untuk jemaah juga, untuk biaya tidak langsung yang dinikmati jemaah.
Petugas haji juga dibiayai dengan dana tersebut?
Di antaranya. Tapi ada dana juga dari APBN, meskipun jumlahnya sedikit. Saya tidak hafal angkanya.
Betulkah dana itu juga digunakan untuk membantu akomodasi dan transportasi anggota Dewan dan keluarga pada musim haji tahun lalu?
Saya tidak tahu. Dana ini tidak bisa dipakai untuk kepentingan selain haji. Tahun ini tidak ada lagi.
Soal pemondokan dan katering untuk penyelenggaraan haji tahun ini sudah selesai?
Insya Allah, sudah beres, dan sekarang ini paling jauh empat kilometer.
Anggaran pemondokan dan makan di sana tidak bisa turun lagi?
Belum jelas. Fakta di lapangan, kita harus menyelamatkan jemaah. Anda harus tahu betapa sulitnya menyewa rumah di tengah persaingan dengan negara lain. Apalagi untuk ring satu.
Mengapa pemerintah tidak mengurus pemondokan langsung, tanpa perantara?
Sebenarnya, kita berhubungan langsung dengan pemilik. Tapi tetap ada yang namanya calo. Nah, meskipun ada calo, mereka harus punya mandat dari pemilik.
Ada yang menyatakan Anda sangat menentukan dalam pemilihan pemondokan dan katering di Saudi?
Saya tidak pernah ikut mengatur-atur begitu.
Dalam hal penerbangan, mengapa tidak dilakukan tender?
Tender itu waktunya harus panjang, sedangkan biaya haji belum ditetapkan. Jadi, yang ditenderkan Âapanya? Tender itu juga tidak mudah. MakaÂnya diberi peluang di undang-Âundang, Menteri Agama diberi kewenangan menunjuk maskapai penerÂbangan setelah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan. Saudi sendiri cuma menentukan dua penerbangÂan, penerbangan nasional Indonesia dan penerbangan nasional Arab Saudi. Bahkan, kalau Saudi tidak mengangkut, mereka akan minta royalti US$ 100 per anggota jemaah. Saudi enak-enak tidak mengangkut, tapi minta royalti.
Anda pernah menjadi komisaris di Garuda Indonesia. Tidak ada konflik kepentingan?
Itu dulu, sewaktu saya masih inspektur jenderal, selama 18 bulan. Sejak di sini (Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah), sudah tidak. Tujuannya untuk mengawasi agar Garuda tidak semaunya.
Bagaimana pengelolaan Dana Abadi Umat yang sudah beberapa tahun dibekukan?
Tidak dibekukan, karena payung hukumnya belum ada. Jadi, tetap boleh dipakai. Tapi, karena payung hukumnya belum ada, kami tidak berani. Saat ini jumlahnya sekitar Rp 1,7 triliun, dan kami masih menunggu payung hukumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo