Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Penyelenggara Haji Tahu-Tempe

Perusahaan tak jelas ditunjuk mengelola kebutuhan haji di Tanah Suci. Ada yang cuma makan-makan di restoran, belanja di mal, dan jalan-jalan ke Mekah.

21 Juni 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERMUKIM 38 tahun di Arab Saudi, Mochsin al-Habsy prihatin menyaksikan praktek ganjil penyelenggaraan ibadah haji. ”Kami punya data lengkap, para tamu Allah diperlakukan tak semestinya,” kata warga negara Indonesia dan tokoh masyarakat peduli haji di Jeddah itu, Jumat pekan lalu.

Menurut Mochsin, pengaturan jemaah dari Indonesia tak pernah dibenahi. Jemaah juga tak pernah mengeluh, karena merasa kurang eloklah banyak tingkah dalam beribadah. Padahal, menurut ”anak Medan” yang kini menjadi eksekutif perusahaan bidang pertahanan itu, rupa-rupa pungutan harus dibayar sejak turun dari pesawat, angkat koper, hingga pulang ke Tanah Air. ”Semua biaya digelembungkan,” katanya.

Mochsin dan masyarakat Indonesia di Saudi pernah mengirim laporan ke sejumlah lembaga antikorupsi, termasuk ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka melaporkan dugaan penunjuk­an perusahaan tak jelas dalam penyelenggaraan haji, yang membuat ongkos membengkak. Mochsin antara lain menunjuk Al-Maz (disamarkan) yang, menurut dia, perusahaan kargo dan usaha pembuatan tahu-tempe.

Perusahaan beralamat di Syarafeah, Jeddah, ini berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Awalnya, Al-Maz mendapat kontrak pengadaan 15 ribu kotak katering untuk Madinatul Hujaj. Pada 2005, perusahaan ini ditunjuk mengelola transit 24 jam jemaah di Jeddah. Untuk keperluan ini, Al-Maz menjalin hubungan dengan sejumlah hotel, antara lain Medinah Palace Hotel.

Perusahaan yang sama ditunjuk untuk mengelola transportasi bandara, termasuk mengurusi naik-turun koper pada saat jemaah hendak pulang ke Tanah Air. ”Al-Maz mendapat akses dari Kementerian Agama Indonesia,” kata Mochsin. ”Padahal awalnya perusahaan pembuat tahu-tempe.”

Untuk mendapatkan proyek, perusahaan abal-abal semacam Al-Maz membuat kontrak lebih dulu dengan peng­usaha di Arab, sebelum pejabat Kementerian Agama Indonesia datang. Artinya, Al-Maz telah lebih dulu mendapat bocoran perusahaan yang akan ditunjuk Kementerian Agama.

Ada lima proyek besar yang diperoleh Al-Maz pada musim haji 2008. Paket transit di Jeddah di Hotel Norkom, Medinah Palace, dan Tayarah untuk sekitar 120 ribu orang, nilai proyeknya Rp 30 miliar. Tarif per anggota jemaah sekitar 100 riyal. Ka­tering siap saji di Armina untuk 192 ribu orang nilai proyeknya Rp 50,4 miliar. Kargo—naik-turun koper­ jemaah: Jeddah-Mekah-Madinah-Jeddah­ untuk 192 ribu orang nilai proyeknya Rp 51,8 miliar. Zamzam untuk 192 ribu orang ­nilainya Rp 3,8 miliar, dan angkut­an bus untuk semua anggota jemaah dengan bus Umul Quro.

Selama ini tak pernah ada proses tender. Karena merasa akan selalu mendapat proyek, menurut Mochsin, Al-Maz sudah bikin kontrak dengan Hotel Norkom untuk sepuluh musim haji ke depan. Contoh perusahaan lain yang tak profesional tapi mendapat peran besar adalah katering ANA, yang membuat ribuan jemaah haji Indonesia telantar tak bisa makan pada 2006.

Keterlibatan Komisi Haji Dewan Perwakilan Rakyat dinilai memperparah keadaan. ”Tanya semua orang Indonesia di sini, apakah DPR itu pernah mengecek pemondokan, katering, dan transportasi,” kata Mochsin. ”Begitu tiba di Jeddah, mereka makan-makan di restoran, belanja di mal, dan jalan-jalan ke Mekah, lalu kembali ke Indonesia. Itu rahasia umum,” katanya. Tapi anggota Panitia Kerja Bidang Haji DPR, Zainun Ahmadi, mengatakan, ”Tak semua anggota DPR seperti itu.”

Ketika Tempo menghubungi dua nomor telepon kantor Al-Maz di Syarafeah, Jeddah, hanya sekali ada jawaban, supaya Tempo menghubungi beberapa jam kemudian. Ketika dikontak lagi, telepon tak diangkat. Slamet Riyanto, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji Kementerian Agama, bersumpah tak ada petugas atau pejabat yang mempermainkan uang jemaah haji. ”Masa tega terhadap orang beribadah,” kata Slamet. ”Tidak masuk akal tuduhan itu.”

Dwidjo U. Maksum

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus