Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
EDHIE Baskoro Yudhoyono menjadi bintang pada siang itu. Dengan jas biru tua dan rambut disisir kelimis, putra kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu duduk tegak di samping kanan Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat. Kamis pekan lalu, mereka berdua mengumumkan susun an dewan pengurus pusat yang baru, di lantai 4 gedung Partai Demokrat, Jalan Pemuda, Jakarta Timur. Sejak awal acara, kamera para juru foto terus meng arah ke wajah pemuda 28 tahun itu.
”Di bawah kepemimpinan Mas Anas, kami adalah partai orang muda,” kata Edhie ketika tiba giliran bicara. Semua senyap mendengarkan. Ibas, begitu Edhie biasa disapa, lalu bicara panjang-lebar tentang agenda dan sasaran perjuangan partainya sampai 2015. Anas menutup uraian Ibas dengan celetuk an spontan, ”Nah, baru tahu kan kalau sekjen kita mantap?” Hadirin tergelak dan bertepuk tangan riuh.
Suasana pengumuman pengurus pusat Partai Demokrat pekan lalu me riah. Kemenangan tak terduga Anas Urbaningrum dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung, akhir Mei lalu, membuat banyak orang berharap ada ”angin segar” dalam partai yang didirikan Yudhoyono sembilan tahun lalu ini.
Tampaknya, Anas menyadari harapan itu. Dari total 130 nama pengurus baru, 60 persennya wajah baru. ”Kami ingin memberikan kesempatan pada kaum muda,” kata Anas sewaktu dihubungi pekan lalu. Sebagai partai baru, Demokrat memang lebih leluasa merekrut kader baru langsung ke pucuk tertinggi. ”Kalau di partai lain, orang baru harus berjuang dari tingkat cabang, daerah, baru ke pusat,” kata sumber Tempo, yang tahu proses perumus an nama-nama pengurus partai itu.
Nama seperti tokoh Jaringan Islam Liberal, Ulil Abshar Abdalla; aktivis hak asasi manusia Rachlan Nashidik; aktivis buruh Ferry Juliantoro; ekonom Ikhsan Modjo; advokat Denny Kailimang; dan anggota Komisi Pemilihan Umum, Andi Nurpati, enteng diboyong masuk ke kandang Biru. Padahal belum pernah terdengar kiprah mereka untuk Partai Demokrat.
Sempat berembus kabar bahwa Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Usman Hamid juga ikut bergabung. Sejak akhir Mei lalu, Anas sendiri yang gencar merayunya untuk alih profesi jadi politikus. Satu jam sebelum pengumum an, ditemani sejumlah kolega, Usman datang ke kantor Partai Demokrat.
”Belum saatnya saya masuk partai politik,” kata Usman seusai pertemuan itu. Sejumlah kerabat orang hilang yang selama ini dia dampingi rupanya tak sreg dengan rencana Usman merapat ke Demokrat. ”Tak apa-apa. Saya di luar saja.”
Kepada sejumlah wartawan, akhir pekan lalu, Usman dengan jujur mengaku punya harapan pada Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Anas. ”Saya bilang ingin memperjuangkan pengadilan hak asasi untuk kasus Tanjung Priok, Talangsari, kasus orang hilang, dan dia setuju.”
Seperti Usman, para aktivis dan tokoh baru di Partai Demokrat tentu membawa agenda mereka sendiri-sendiri. Ini yang membuat sejumlah politikus lama partai itu berhati-hati. Apalagi, ”Banyak juga yang baru sekarang namanya saya dengar,” kata politikus Demokrat di parlemen, Achsanul Qosasi.
Tak hanya kenal atau tidak kenal yang jadi soal. Pemahaman para peng urus baru tentang visi dan misi partai juga masih jadi tanda tanya. ”Seperti nya perlu ada lokakarya dulu, untuk menyamakan persepsi mereka tentang visi partai ini,” kata Achsanul.
Saan Mustafa, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, membenarkan soal ini. Dia mengaku putar otak memikirkan cara untuk memadukan peng urus baru partainya. Sabtu pekan lalu, misalnya, semua pengurus anyar dikumpulkan di Hotel Sahid, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, untuk mengadakan silaturahmi dan rapat kerja. ”Mungkin saja pakai acara game untuk perkenalan,” kata Saan sambil tertawa kecil.
Meski begitu, jika ditelisik saksama, kekhawatiran Achsanul sudah diantisipasi oleh tim formatur partai. Selain Anas dan Yudhoyono, tim formatur ini diisi oleh Hadi Utomo, Ibas, dan lima ketua pengurus daerah.
Kehadiran sejumlah anggota keluarga Yudhoyono di jajaran pengurus teras Demokrat yang baru, misalnya, didesain untuk meredam kekhawatiran macam itu. Mereka dikelilingi oleh sejumlah purnawirawan militer yang dikenal dekat dengan SBY. Jika itu belum cukup, sejumlah loyalis senior Yudhoyono juga telah menempatkan beberapa orangnya di antara pengurus.
Saat ini, selain Ibas di posisi sekretaris jenderal, ada pamannya, Agus Hermanto (adik Hadi Utomo, mantan Ketua Umum Demokrat), dan sepupunya, Nurcahyo Anggoro Jati, di Komisi Pemenangan Pemilihan Umum. Ada juga pamannya yang lain, Hartanto Edhie Wibowo (adik kandung Ani Yudhoyo no), di kursi Ketua Departemen Badan Usaha Milik Negara.
Dari jajaran purnawirawan, ada Letjen (Purn.) Kornel Simbolon sebagai Ketua Departemen Politik dan Ke amanan (Polkam) dan Marsekal Madya (Purn.) Toto Riyanto sebagai direktur eksekutif. Keduanya punya karier cemerlang di militer. Jabatan terakhir Kornel adalah Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat, sedangkan Toto pernah menjadi Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional. Toto juga lama di luar negeri, menjabat penasihat militer di perwakilan tetap Republik Indonesia di New York, Amerika Serikat.
Posisi mereka di partai juga strategis. Komisi Pemenangan, misalnya, adalah ujung tombak penggodokan strategi untuk meraup suara dalam pemilihan umum mendatang. Keputusan penting dan manuver partai untuk menggerakkan mesin partai di pemilu akan ditentukan dari sini.
Kursi direktur eksekutif tak kalah bergigi. Bisa dibilang, separuh tugas sekjen pada periode kepengurusan sebelumnya kini diambil alih oleh sang direktur. ”Semua tugas administratif dan pengelolaan internal partai akan dikendalikan oleh posisi ini,” kata sumber Tempo.
Penguasaan pos penting oleh orang-orang dari lingkaran Yudhoyono ini tak terang-terangan diakui oleh pemimpin partai. ”Mereka semua dipilih karena kompetensi, kemampuannya menjaring suara pemilih dan jejaringnya,” kata Saan Mustafa. Saan membantah banyak titipan nama dan pesan SBY dalam kabinet baru ini. Bahkan, ketika ditanya wartawan di Istana Kepresidenan Cipanas, Jawa Barat, akhir pekan lalu, Presiden Yudhoyono juga mengaku tak ikut campur dalam urusan penentuan personel pengurus partai.
”Saya tidak mungkin ikut, meminta seseorang menjadi ketua umum, sekjen, atau bendahara,” tuturnya. Permintaan agar putranya, Ibas, menjadi sekjen misalnya—menurut Yudhoyono—datang dari para kandidat ketua umum sendiri. ”Marzuki, Andi Mallarangeng, Anas, semuanya meminta Edhie Baskoro menjadi sekjen,” ujarnya.
Dengan komposisi yang memadukan orang-orang muda nonpartai dan kader-kader loyalis Yudhoyono inilah, Anas diminta menggenjot suara Demokrat menjadi 30 persen dalam Pemilihan Umum 2014. Dia sendiri optimistis. ”Dengan persiapan dan strategi matang, target itu tidak mewah,” katanya.
Dalam Pemilu 2009, Demokrat mendapat 20,4 persen atau sekitar 21,7 juta suara. Untuk mencapai targetnya, mereka perlu tambahan 10 juta suara lagi. Tanpa malu-malu, Demokrat mengaku mengincar suara pemilih pemula. ”Ada 40 juta pemilih baru dalam pemilu nanti. Kata Saan Mustafa, ”Dapat seperempatnya saja sudah bagus.”
Wahyu Dhyatmika, Cheta Nilawaty, Sandy Indra Pratama
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo