ANAK di kota kecil lebih serius? Mungkin begitu -- jika dilihat
dari Lomba Bidang Studi (LBS) Sl) seluruh Indonesia pekan lalu.
M. Subhan, misalnya, juara pertama Matematika, adalah siswa
kelas VI SDN 4, Sawahlunto, sekitar 90 km dari Padang, Sumatera
Barat. Ia bertubuh kecil, pendiam. Hampir tak tercermin
kebahagiaan meraih juara di wajahnya. Tapi ia mengaku tak bisa
tidur, sehabis final akhir Rabu pekan lalu -- yang selesai pukul
24.00. Padahal ia pernah terserang sakit kuning, kala masih di
kelas II.
Selain Subhan suka membaca buku-buku ilmu pengetahuan ("buku
cerita saya tak- begitu suka"), ia pun suka buku-buku keagamaan,
misalnya, tafsir Al Quran. Anak pertama dari dua bersaudara dari
Mukhlis Muin, pegawai Kantor Agraria-Sawahlunto, yang cinta
matematika ini belum tahu nanti mau jadi apa. "Itu 'kan bisa
berubah-ubah," katanya, seperti menjawab soal matematika saja.
Meita Krisanti, juara II Matematika, agak kecewa. Dia mencapai
nilai tertinggi dalam final, tapi sayang kalah satu angka ketika
semua angka yang diraihnya dari hari pertama dijumlah. Siswa SDN
Mataram, Lombok ini bukan asli Lombok.
Ia anak Jakarta. Waktu kelas I sampai V ia duduk di SDN Grogol
Selatan, Jakarta Barat. Karena ayahnya dipindah ke Kantor Bina
Marga di Mataram, ia pun ikut pindah. Kebolehannya dalam
Matematika berkat gurunya dan ayahnya. "Mau jadi arsitek,"
katanya pasti, ditanya soal cita-citanya kelak.
Dari SD Xaverius B, Ambon, Maluku, Sri Indra Wijayasan meraih
juara III Matematika. Siswa ini bukan asli Maluku. Ia anak
Malang. Ayahnya Direktur SPMA Negeri, Ambon. Sebenarnya tak ada
soal yang sulit dalam final, katanya, "tapi saya sudah ngantuk,"
kata anak yang bercita-cita jadi dokter ini.
Lomba Matematika memang sial: mendapat giliran terakhir, setelah
IPS dan IPA. Padahal lomba dimulai baru sekitar pukul 20.00.
Sumarmo, dari SD Remaja Parakan, Kabupaten Temanggung, Jawa
Tengah, menjuarai IPA. Ia anak seorang pemilik toko kelontong.
Selain kadang-kadang ikut menjaga toko, anak pertama dari tiga
bersaudara suka juga utak-atik listrik membikin alarem. Dan ia
telah merencanakan Juni nanti pergi ke rumah pamannya di Solo,
untuk melihat gerhana matahari. Ia tak hanya didampingi gurunya.
Pun ayah-ibu dan adik-adiknya ikut ke Jakarta.
Endro Wahyu Jatmiko, dari SDN Condong, Kecamatan Gading,
Probolinggo, Jawa Timur mimisan sewaktu hendak maju ke finai.
"Kalau tak sakit, saya pasti juara satu," kata juara II IPA ini.
Anak bungsu dari karyawan Perhutani ini memang suka IPA, "karena
ada hubungannya dengan peristiwa sehari-hari."
Ia suka menangkap kupu-kupu, mencari bunga-bunga, "untuk
diselidiki." Terakhir, menjelang ia ke Jakarta, ia sedang
mengamati mengapa bunga Desember hanya berbunga bila musim hujan
saja. "Saya heran, kalau kemarau kok bunga itu nggak tumbuh,"
kata anak berkacamata minus dua -- yang kaca sebelahnya pecah
karena terpeleset di kamar mandi Graha Wisata, tempatnya
menginap selama berlomba.
Dari SD Ciporeat 3, Ujungberung Bandung, Ade Zaenal Muttaqien
menjadi juara III IPA. Anak kedua dari lima bersaudara dari
Ketua BP7 Indramayu ini, senang membaca buku seri Pustaka Dasar
dan riwayat hidup orang-orang besar. Bercita-cita jadi insinyur
geodesi. Tapi ia mengagumi juga petualangan Columbus yang
menemukan Benua Amerika dan petualangan Marcopolo yang
berpetualang ke Cina. Ade rajin mengaji.
Dari Yogyakarta muncul juara I IPS, Israr Ardhiansyah, siswa SDN
Ungaran I. Mengaku sudah membaca TEMPO ketika masih kelas I, ia
selalu membaca laporan utama, rubrik Pokok & Tokoh dan Olah
Raga. Ia anak pertama dari tiga bersaudara dari seorang sarjana
psikologi UGM. Mau jadi apa nanti? "Wah, masih dipikir-pikir,"
jawab anak yang suka catur ini.
Dari semua juara, agaknya Norma Arbia Juli Setiawan yang tampak
paling gembira dan suka mengganggu teman-temannya. Ia murid SDN
Pekauman VI, Tegal. Anak keempat dari lima saudara dan pegawai
Kantor Pos dan Giro Slawi ini suka pelajaran Ilmu Bumi. Sebab,
katanya, pak guru suka menyelipkan humor dalam memberikan
pelajaran.
Suka membaca serial Imung, kisah si detektif cilik, Norma tak
suka nonton televisi selain Dunia Dalam Berita. Ia punya kritik
terhadap soal-soal LBS. "Saya kerap salah memahami maksud,
karena kalimat soal panjang-panjang," katanya
bersungguh-sungguh.
Adapun juara III IPS adalah cewek keriting dari SD Inpres 24,
Ambon. Meyke Marantika, cewek ini adalah anak tunggal dari
seorang ayah yang pegawai swasta. Ia suka membaca komik
Petualangan Tintin, dan jarang nonton televisi ("di rumah memang
nggak punya tv"). Hobinya, lari pagi. Ia nanti kepingin jadi
dosen pendidikan. Tentang kemenangannya ini, ia hanya berkata:
"Itu semua sudah takdir Tuhan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini