Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Dari sawahlunto sampai ambon

Para juara lomba bidang studi sd tingkat nasional, di jakarta.(pdk)

29 Januari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANAK di kota kecil lebih serius? Mungkin begitu -- jika dilihat dari Lomba Bidang Studi (LBS) Sl) seluruh Indonesia pekan lalu. M. Subhan, misalnya, juara pertama Matematika, adalah siswa kelas VI SDN 4, Sawahlunto, sekitar 90 km dari Padang, Sumatera Barat. Ia bertubuh kecil, pendiam. Hampir tak tercermin kebahagiaan meraih juara di wajahnya. Tapi ia mengaku tak bisa tidur, sehabis final akhir Rabu pekan lalu -- yang selesai pukul 24.00. Padahal ia pernah terserang sakit kuning, kala masih di kelas II. Selain Subhan suka membaca buku-buku ilmu pengetahuan ("buku cerita saya tak- begitu suka"), ia pun suka buku-buku keagamaan, misalnya, tafsir Al Quran. Anak pertama dari dua bersaudara dari Mukhlis Muin, pegawai Kantor Agraria-Sawahlunto, yang cinta matematika ini belum tahu nanti mau jadi apa. "Itu 'kan bisa berubah-ubah," katanya, seperti menjawab soal matematika saja. Meita Krisanti, juara II Matematika, agak kecewa. Dia mencapai nilai tertinggi dalam final, tapi sayang kalah satu angka ketika semua angka yang diraihnya dari hari pertama dijumlah. Siswa SDN Mataram, Lombok ini bukan asli Lombok. Ia anak Jakarta. Waktu kelas I sampai V ia duduk di SDN Grogol Selatan, Jakarta Barat. Karena ayahnya dipindah ke Kantor Bina Marga di Mataram, ia pun ikut pindah. Kebolehannya dalam Matematika berkat gurunya dan ayahnya. "Mau jadi arsitek," katanya pasti, ditanya soal cita-citanya kelak. Dari SD Xaverius B, Ambon, Maluku, Sri Indra Wijayasan meraih juara III Matematika. Siswa ini bukan asli Maluku. Ia anak Malang. Ayahnya Direktur SPMA Negeri, Ambon. Sebenarnya tak ada soal yang sulit dalam final, katanya, "tapi saya sudah ngantuk," kata anak yang bercita-cita jadi dokter ini. Lomba Matematika memang sial: mendapat giliran terakhir, setelah IPS dan IPA. Padahal lomba dimulai baru sekitar pukul 20.00. Sumarmo, dari SD Remaja Parakan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, menjuarai IPA. Ia anak seorang pemilik toko kelontong. Selain kadang-kadang ikut menjaga toko, anak pertama dari tiga bersaudara suka juga utak-atik listrik membikin alarem. Dan ia telah merencanakan Juni nanti pergi ke rumah pamannya di Solo, untuk melihat gerhana matahari. Ia tak hanya didampingi gurunya. Pun ayah-ibu dan adik-adiknya ikut ke Jakarta. Endro Wahyu Jatmiko, dari SDN Condong, Kecamatan Gading, Probolinggo, Jawa Timur mimisan sewaktu hendak maju ke finai. "Kalau tak sakit, saya pasti juara satu," kata juara II IPA ini. Anak bungsu dari karyawan Perhutani ini memang suka IPA, "karena ada hubungannya dengan peristiwa sehari-hari." Ia suka menangkap kupu-kupu, mencari bunga-bunga, "untuk diselidiki." Terakhir, menjelang ia ke Jakarta, ia sedang mengamati mengapa bunga Desember hanya berbunga bila musim hujan saja. "Saya heran, kalau kemarau kok bunga itu nggak tumbuh," kata anak berkacamata minus dua -- yang kaca sebelahnya pecah karena terpeleset di kamar mandi Graha Wisata, tempatnya menginap selama berlomba. Dari SD Ciporeat 3, Ujungberung Bandung, Ade Zaenal Muttaqien menjadi juara III IPA. Anak kedua dari lima bersaudara dari Ketua BP7 Indramayu ini, senang membaca buku seri Pustaka Dasar dan riwayat hidup orang-orang besar. Bercita-cita jadi insinyur geodesi. Tapi ia mengagumi juga petualangan Columbus yang menemukan Benua Amerika dan petualangan Marcopolo yang berpetualang ke Cina. Ade rajin mengaji. Dari Yogyakarta muncul juara I IPS, Israr Ardhiansyah, siswa SDN Ungaran I. Mengaku sudah membaca TEMPO ketika masih kelas I, ia selalu membaca laporan utama, rubrik Pokok & Tokoh dan Olah Raga. Ia anak pertama dari tiga bersaudara dari seorang sarjana psikologi UGM. Mau jadi apa nanti? "Wah, masih dipikir-pikir," jawab anak yang suka catur ini. Dari semua juara, agaknya Norma Arbia Juli Setiawan yang tampak paling gembira dan suka mengganggu teman-temannya. Ia murid SDN Pekauman VI, Tegal. Anak keempat dari lima saudara dan pegawai Kantor Pos dan Giro Slawi ini suka pelajaran Ilmu Bumi. Sebab, katanya, pak guru suka menyelipkan humor dalam memberikan pelajaran. Suka membaca serial Imung, kisah si detektif cilik, Norma tak suka nonton televisi selain Dunia Dalam Berita. Ia punya kritik terhadap soal-soal LBS. "Saya kerap salah memahami maksud, karena kalimat soal panjang-panjang," katanya bersungguh-sungguh. Adapun juara III IPS adalah cewek keriting dari SD Inpres 24, Ambon. Meyke Marantika, cewek ini adalah anak tunggal dari seorang ayah yang pegawai swasta. Ia suka membaca komik Petualangan Tintin, dan jarang nonton televisi ("di rumah memang nggak punya tv"). Hobinya, lari pagi. Ia nanti kepingin jadi dosen pendidikan. Tentang kemenangannya ini, ia hanya berkata: "Itu semua sudah takdir Tuhan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus