PRESIDEN minta Tim P7 ikut menentukan berhasil-tidaknya
penataran selama ini. Itu dipesankannya ketika menerima tim
tersebut di Bina Graha Senin pekan lalu. P7 adalah Penasihat
Presiden tentang Pelaksanaan P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila). Bisakah?
Ada beberapa komentar, antara lain dari Soegiharto, Ketua FKP.
Baginya, penataran P4 baru bisa disebut berhasil bila setelah
ditatar, tingkah-laku peserta sehari-hari sudah satu dalam kata
dan perbuatan. Roeslan Abdulgani, Ketua Tim P7, menjelaskan
kepada TEMPO akhir pekan lalu:
"Presiden hukan minta Tim P7 menilai hasil P4 tapi minta bantuan
mengecek dan mengawasi sampai ke mana penataran P4 mencapai
sasaran. Yang berhak menilai pelaksanaan P4 kan MPR, sedang
penataran hanyalah salah satu bagian dari pelaksanaan P4," kata
Roeslan.
Untuk melaksanakan tugas tersebut harus ada norma-norma yang
sayang belum selesai ditentukan. Tapi Roeslan menyebut contoh
norma yang bisa ditentukan. Misalnya: situasi sebelum dan
sesudah penataran dalam suatu unit pemerintahan, sudah ada
perubahan atau belum. "Jadi bukan lulus-tidaknya penataran,"
tambahnya.
Jadwal Ketat
Ia mengakui hal itu sulit dan perlu waktu. Yang pasti, bagi
Roeslan, penataran itu bisa disebut sebagai semacam "opstib
mental", semacam persuasi. "Sistim demokrasi selalu mengenal
persuasion dan coercion bujukan dan paksaan, yang merupakan
dua sayap dari satu ide. Dan penataran P4 inilah merupakan
persuasionnya," katanya lagi.
Yang lebih menarik bagi Roeslan banyaknya peserta yang
menyampaikan uneg-uneg, kritik dan alternatif. Dan setelah
ditatar menurut Roeslan, orang yang jadi lebih tahu tentang
Pancasila lalu menyoroti aparat Pemerintan, sudah sesuai dengan
Pancasila atau belum.
"Jadi penataran ini terkadang lebih merupakan pisau bermata dua.
Bukan untuk menusuk tapi mengupas. Bukan masyarakat saja yang
digugah menghayati dan mengamalkan Pancasila tapi masyarakat
sendiri -- dengan pisau pandangan itu -- bisa tertuju kepada
aparat Pemerintah," kata Roeslan.
Karena itu, bagi Taufik Abdullah dari LEKNAS-LIPI, mendalami P4
ada risikonya. Semakin tahu P4, bisa frustrasi, sebab kenyataan
yang terjadi di masyarakat tidak cocok dengan nilai-nilai luhur
dalam P4. Atau mungkin malah menjadi munafik.
Prof. Harsojo juga mengakui terdengarnya kritik keras, terutama
dalam diskusi -- acara penting penataran. Ia adalah Wakil Ketua
BP7 (Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan P4). Katanya,
kritik-kritik itu akan dipelajari oleh Deputy Pengkajian BP7.
Bagi Harsojo, penataran ini paling tidak merupakan penyampaian
pengetahuan mengenai P4, UUD 45 dan GBHN. Bahwa setelah ditatar
bisakah menjadi baik, itu memang bukan jaminan. "Tapi setidaknya
ia jadi sadar lalu punya pandangan sebagai Pancasilais," kata
Harsojo yang juga Deputy Ketua LIPI dan Koordinator Aspri
Menhankam/Pangab itu.
Apa itu manusia Pancasilais? "Kalau yang dimaksud adalah manusia
yang sempurna, luar biasa, itu tidak mungkin. Pancasilais itu
setidaknya beriktikad baik, disiplin, sadar memperbaiki nasib
rakyat. Pokoknya republikein." katanya lagi. "Pokoknya yang
serba baik-baiklah."
Penataran ini ternyata cukup berat. Jadwalnya ketat, berlangsung
selama 15 hari sejak jam 8 pagi hingga 6 petang. Memang cukup
ada istirahat dan makan, tapi seperti kata Taufik Abdullah,
"syarat yang terpenting bagi peserta ialah harus sehat."
Maksudnya agar bisa mengikuti secara tuntas.
Sekali absen, sudah dianggap gugur dan harus mulai dari awal.
Lupa tidak membubuhkan tandatangan dalam buku absen pun, meski
orangnya hadir, akan mendapat teguran tertulis. Begitu pula bila
lupa menyerahkan pasfoto. Apalagi terlambat hadir.
Betulkah penataran ini upaya menggiring peserta ke suatu
pandangan tertentu? Ini dibantah oleh Manggala H. Ismael Hassan
SH, Direktur Pembinaan Humas Deppen. Dari 14 hari penataran
tingkat departemen, hanya 3 hari dipakai untuk ceramah,
selebihnya untuk diskusi tentang materi. "Penataran ini
merupakan pendidikan politik yang positif," ujarnya.
Departemennya mengeluarkan biaya Rp 20.000 lebih untuk tiap
peserta selama 2 minggu. Anggaran ini dikeluarkan berdasar
Inpres no. 10, 3 Agustus 1978 yang merupakan anggaran khusus
untuk penataran ini.
Apakah penataran ini tidak mengganggu tugas peserta? "Tidak.
Sesuai dengan ketentuan, peserta penataran sedapat mungkin
jangan terganggu oleh tugas kantor," kata A. Bustomi, Wakil
Ketua Panitia Penataran P4 Sekneg. Artinya tiap bagian jangan
sampai macet karena satu dua orang ikut penararan. Di Sekneg,
tiap angkatan meliputi 80 orang ditambah 10 peninjau isteri dan
10 wartawan Sekneg. Juga di berbagai departemen lain, seperti
Departemen Pertambangan, para wartawan yang ngepos di sana
ditatar.
Penataran untuk pemuda dan pemuka agama dinilai paling hidup.
Mengapa? "Karena peserta secara terbuka mengemukakan pendapat
dan kesulitannya, sampai akhirnya bisa mengerti pihak lain.
Kecurigaan bisa diatasi," kata Pastor Kol. Dotohendro dari Dinas
Bintal Angkatan Darat, yang termasuk Mangala, penatar tingkat
nasional.
Bahkan tak kurang dari TB Simatupang, pensiunan jenderal yang
kini Ketua Dewan Gereja-gereja Indonesia, mengakui "penataran
ini merupakan pendidikan politik yang positif." Bagi Sudomo
Sunaryo, Kepala Humas Pemda DIY, penataran P4 bisa mendidik
"menghormati pendapat orang lain, berusaha mengerti tanpa
melukai hati. Dan sabar."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini