DAVID Siregar, 32 tahun, tampak letih pekan lalu. Sejak 24 Juli
petani dari Desa Siria-ria, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten
Tapanuli Utara ini ada di Jakarta dan melapor ke berbagai
instansi termasuk, tentu saja, DPR. Hasilnya bukan main. Bukan
hanya DPR, tapi juga hampir seluruh kalangan di Jakarta sempat
heboh dibuatnya. Selama beberapa hari hampir semua koran
memberitakan "Kasus Penahanan dan Penyiksaan 17 Warga
Siria-ria." Hingga Pangkopkamtib Sudomo memutuskan mengirim tim
khusus ke sana.
Dalam konperensi pers pekan lalu berdasar laporan tim khusus itu
Laksamana Sudomo menyatakan penahanan I, warga Siria-ria
mempunyai dasar kuat dan dapat dipertanggungjawabkan karena
adanya unsur pelanggaran hukum. "Tidak benar tindakan itu
sewcang-wenang," ujar Sudomo.
Kisahnya dimulai pada 1963 ketika Dinas Kehutanan Tele meminta
tanah yang tidak diusahakan masyarakat untuk dijadikan areal
reboisasi (penghijauan). Masyarakat Siria-ria, Parsingguran dan
Pollung waktu itu setuju menyerahkan tanah yang disebut "Ramba
Na Lungunan". Ketika pada 1971 Dinas Kehutanan meminta lagi 794
Ha tanah milik adat penduduk Siria-ria, mereka menolak karena
tanah ini telah lama dijadikan kebun kopi mereka. Sekitar 300
keluarga Siria-ria menggantungkan hidup pada kebun ini.
Pada 1977 Dinas Kehutanan Tele sekali lagi mencoba melaksanakan
penghijauan ini yang mengakibatkan bentrokan fisik dengan rakyat
setempat. Pada 22 Nopember 1977 masyarakat setempat memberi
kuasa pada 2 pengacara, Togu Antony Hutagalung SH dan Jahemat
Lumbangaol SH, untuk menggugat Dinas Kehutanan atas
penyerobotan itu.
Empat bulan setelah sidang pertama ditawarkan perdamaian oleh
Dinas Kehutanan. "Waktu itu dilakukan konsultasi dengan penduduk
setempat, bahkan Jamedan Siregar ikut," cerita Antony
Hutagalung. Jamedan adalah adik kepala kampung Siria-ria, waktu
itu Boni Siregar. Isi perdamaian antara lain tanah kosong boleh
direboisasi dan yang ditunjuk sebagai pelaksananya adalah
penduduk setempat.
Merebut Senjata
Persetujuan perdamaian di muka Pengadilan Negeri Tarutung di
Balige ini dianggap masyarakat Siria-ria dilakukan diam-diam
tanpa sepengetahuan dan bertentangan dengan kehendak mereka.
Padahal untuk membiayai pengacara tadi dari tiap keluarga telah
dikutip Rp 12.500 hingga terkumpul sekitar Rp 260.000. Rupanya
ada yang melaporkan pengutipan uang ini sebagai pungli pada
Opstibda Sumatera Utara. Sementara itu situasi Siria-ria sudah
panas disertai bentrokan fisik ketika Dinas Kehutanan memulai
penghijauan.
Sabtu 23 Juni Boni dan Jamedan ditahan yang berwajib setelah 3
kali dipanggil Kodim tidak datang. Esoknya sekitar 225 para ibu
Siria-ria berjalan kaki ke Dolok Sanggul untuk menuntut
dibebaskannya kedua orang ini. Ternyata mereka tidak ditahan
di sini. Esoknya para ibu meneruskan perjalanan ke Tarutung,
langsung ke kantor Kodim. Ketika dijelaskan oleh para pejabat
Tarutung alasan penahanan Boni dan Jamedan karena dianggap
memungut pungli, para ibu berteriak-teriak mengatakan uang ini
mereka serahkan dengan sukarela.
Menganggap Kepala Kampung terlibat penahanan kedua orang itu,
pada, 28 Juni para ibu mendatangi rumah kepala kampung menuntut
pembebasan mereka. Menurut kepala kampung kedua orang itu akan
dibebaskan siang itu juga, hingga 200-an ibu ini segera pergi ke
Dolok Sanggul. Kebetulan hari itu Danres Tarutung beserta
rombongan datang ke Dolok Sanggul.
Rupanya, setelah melihat Boni dan Jamedan ternyata tidak
dilepaskan, para ibu ini marah dan mengamuk. Dengan senjata
pentung dan parang, para inang ini menyerbu kantor Camat dan
Koramil, memecah kaca, merusak pintu dan mengoyak arsip. Ketika
polisi berusaha membubarkan mereka dengan menembak ke atas, para
ibu makin marah bahkan merebut sebuah senjata api kosong milik
Polri.
Ini dibantah Kadapol H Brigjen Pol JFR Montolalu. "Tak sebutir
peluru pun yang meletus," ujarnya akhir Juli lalu. Para anggota
Polri katanya mampu menahan diri kendati pun tindakan para ibu
itu sudah melampaui batas, bahkan "ada yang bertelanjang."
Setelah adu otot itu rupanya gerombolan ibu itu lega dan pulang
ke Siria-ria sambil meneriakkan "Menang Siria-ria". Esoknya,
atas perintah Pangkopkamtibda Sumatera Utara Brigjen Ismail,
Komandan Kodim 0208 datang ke Siria-ria untuk mengambil kembali
senjata yang dirampas. Pada 30 Juni dilakukan penangkapan.
"Untuk mencari biang keladi kerusuhan itu," kata Ismail. Ada 11
wanita yang ditahan, termasuk isteri Boni.
Keadaan Siria-ria dianggap pulih. "Tapi setelah David Siregar
mengadu ke DPR Jakarta masalahnya jadi ramai lagi," ucap Ismail
kesal.
"Semula saya mau mengadu pada Uskup karena saya penganut
Katolik," cerita David Siregar pada Nian Poloan dari TEMPO Baru
diketahuinya masalah ini tidak bisa diselesaikan di sini dan ia
dianjurkan melapor ke DPR. Buru-buru ia membuat fotokopi
pengaduannya dan bersama Lumbanraja, seorang notaris pensiunan
Medan, mengadu ke DPR.
Yang membuat heboh adalah pengaduan David selama dalam tahanan,
para ibu ini disiksa hingga ada yang kandungannya keguguran. Itu
sebabnya David juga mengadu pada Memnud Urusan Peranan Wanita.
"Dan saya bukan sopir di Jakarta seperti yang dituduhkan. Saya
memang petani penduduk Siria-ria," kata David yang lulusan SMEA
ini sembari menunjukkan KTP-nya.
Tutup Mulut
"Saya ketemu dengan mereka yang ditahan dan tidak menemukan
adanya bekas penyiksaan," kata Kapuspen Hankam Brigjen Goenarso
SF yang memimpin tim khusus Kopkamtib meneliti kasus ini.
Berlarutnya penahanan mereka karena para ibu ini melakukan
gerakan tutup mulut. "Tiap ibu yang ditanya namanya selalu
mengaku bernama Mia Siria-ria," cerita Goenarso.
Mengapa justru wanita yang protes? Menurut Goenarso, karena di
sana berlaku hukum "matriarkhat". Tapi sebenarnya, di tanah
Batak yang tunduk pada hukum adat "patrikhat", kaum laki-laki
yang lebih berkuasa itu merasa adalah kaum wanita yang wajib
bekerja. Dan wanita pula yang setiap hari mengurus ladang dan
hasilnya.
Seperti biasa, timbul berbagai dugaan tentang siapa "dalanynya".
"Kok para inang itu terpikir merusak kantor sentral telepon
Dolok Sanggul dengan seluruh alatnya. Jelas ini tindakan yang
direncanakan orang yang tahu strategi dan komunikasi dan tak
mungkin terpikir oleh para ibu yang lugu, sederhana dan
berpendidikan rendah," kata seorang pejabat Kodim Tarutung.
Jum'at lalu Pangkopkamtib Sudomo memerintahkan dibebaskannya 13
tahanan ini setelah pada 28 Juli berkas perkara mereka
dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Tarutung. Sudomo mengundang
David Siregar dan Lumbanraja untuk datang melapor ke Kopkamtib
karena "kunci persoalan berada pada keduanya". Senin lalu David,
yang sempat pulang ke Siria-ria beberapa hari untuk mengumpulkan
bukti tambahan, kembali ke Jakarta.
Sementara itu situasi Siria-ria kabarnya sudah tenang lagi.
Penghijauan dengan biaya Rp 34 juta yang konon menjadi sumber
perebutan rezeki dan mengakibatkan heboh ini, untuk sementara
dihentikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini