Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk mengetahui skenario baju hijau di Sidang Umum MPR mendatang, Jumat pekan lalu, wartawan TEMPO Bambang Harymurti, Darmawan Sepriyossa, Hani Pudjiarti, dan Karaniya Dharmasaputra mewawancarai Jenderal Wiranto, disertai fotografer Rully Kesuma. Orang nomor satu TNI itu baru saja selesai berolahraga di ruang kebugaran Departemen Pertahanan dan Keamanan di Jakarta. Jenderal bintang empat asal Yogyakarta yang kini berusia 52 tahun itu menjawab semua pertanyaan dengan rileks. Berikut petikannya.
Apa sebenarnya yang dimaksud TNI itu netral?
Netralitas, artinya, kami bisa menempatkan diri dan bergerak ke mana saja dalam konteks politik nasional saat ini. Dengan itu, saya memiliki jarak yang sama dengan semua kekuatan politik dan tidak mendukung salah satunya. Ini yang kadang disalahartikan, seakan-akan netralitas untuk semua hal. Padahal, untuk kepentingan bangsa ke depan, ya, TNI tidak boleh netral. Kalau netral dengan cara abstain, berarti kami lari dari tanggung jawab. Abstain tidak identik dengan netral.
Apakah yang dimaksud dengan kepentingan bangsa itu Sidang Umum (SU) MPR?
Betul. Di sidang umum itulah kepentingan bangsa itu akan dirumuskan, termasuk pada pemilihan presiden. Saya yakin, kita akan memilih dan menemukan figur yang terbaik bagi bangsa ini.
Siapa figur terbaik itu?
TNI telah memiliki kriteria pemimpin nasional yang akan datang. Dia harus mampu membawa bangsa ini keluar dari berbagai krisis yang melanda negeri ini dalam dua tahun terakhir. Salah satu kriteria, ia juga harus punya visi dan kesepakatan untuk mempertahankan negeri ini sebagai sebuah kesatuan. Gagasan federasi jelas agak kebablasan.
Dalam pemilihan presiden nanti TNI akan tut wuri handayani (mengikuti sambil mengawasi dan mendorong)?
Bukan begitu. Ke-38 wakil TNI itu kan dipilih secara demokratis. Mereka ada karena konstitusi, hasil kesepakatan wakil rakyat sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 4/1999. Dengan demikian, mereka menjadi bagian dalam proses pengambilan keputusan. Itu tak bisa ditawar lagi. Lima tahun ke depan, angka 38 itu masih akan ada. Keberadaan mereka tentu kami manfaatkan untuk mengemban visi dan misi TNI. Nah, kalau TNI disuruh abstain, 38 kursi TNI itu jadi tidak ada artinya.
Anda akan memberikan komando?
Sebagaimana partai politik lain, TNI punya garis komando. Partai kan juga menetapkan pandangan politiknya lewat dewan pimpinan pusat. Induk Fraksi TNI itu, ya, Markas Besar TNI. Tentunya, setiap anggota TNI di MPR mesti segaris dengan visi politik fraksinya.
Jika sistemnya one man one vote, mungkinkah wakil TNI tidak satu suara?
Ya, mungkin saja. Yang lain kan juga begitu? Apakah bisa PDI Perjuangan, Golkar, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu semua satu suara? Belum tentu.
Mana yang lebih baik, voting terbuka atau tertutup?
Berdasarkan tata tertib Sidang Umum yang lalu, yang berkaitan dengan person dilaksanakan secara tertutup, soal policy dilakukan terbuka. Paling tidak, itu bisa kita pakai sebagai acuan. Tak tahu kalau nanti diubah.
Apakah visi politik TNI itu juga akan didukung para purnawirawan yang tersebar di berbagai partai?
Ada yang menarik dari pencalonan legislatif kali ini. Para purnawirawan ABRI ternyata mewakili semua partai politik. Mereka ada di Golkar, PDI Perjuangan, Partai Amanat Nasional, PPP, PKB, dan Partai Bulan Bintang. Apa yang akan saya lakukan? Biarkan mereka menentukan nasib bangsa ini berdasarkan hati nurani dan akal sehatnya. Saya percaya, mereka adalah sosok pribadi yang berintegritas tinggi, sehingga nurani mereka tak bisa dibeli dengan apa pun.
Jika calon presiden yang didukung TNI kalah, mungkinkah TNI menjadi oposisi?
Saya kira, itu tak ada hubungannya dengan oposisi atau tidak. Kita kan belajar berdemokrasi secara benar. Jika berdasarkan hasil pemungutan suara kita kalah, kita akan belajar menghormati keputusan itu. Menurut saya, oposisi, sebagaimana diterapkan di negara liberal itu, rasanya masih akan sulit dilaksanakan selama kultur politik kita belum sampai pada tataran setaraf itu.
Bagaimana penilaian TNI terhadap hasil pemilu?
Tanpa menafikan masih terjadinya pelanggaran di sana-sini, proses pemilu kali ini jauh lebih baik daripada sebelumnya dan itu mewakili keinginan rakyat. Tentu, di sana-sini masih banyak kekurangan. Saya dengar ada beberapa partai yang tidak puas. Tapi, apa pun hasilnya, inilah yang terbaik menurut rakyat.
PDI Perjuangan hampir pasti jadi pemenang, tapi partai itu belum pernah bekerja sama dengan TNI, menurut Anda?
Dari dulu kami melihat PDI Perjuangan pimpinan Ibu Megawati sebagai sebuah kekuatan riil masyarakat. Selama ini, kami juga menjalin kerja sama dengan berbagai kelompok. Sebelum pemilu, saya bertemu dengan Pak Amien, Gus Dur, Pak Sultan (Hamengku Buwono X), Ibu Mega, dan tentu saja Pak Habibie, karena beliau adalah atasan saya.
Anda melihat ada pihak-pihak yang akan mengegolkan calon presidennya dengan segala cara?
Masyarakat harus paham bahwa pemilu bukan untuk memilih presiden, tapi memilih anggota legislatif. Sikap TNI jelas, para wakil rakyat itulah yang akan memilih presiden. Sementara itu, dalam pemilu sekarang tak ada partai yang memperoleh suara mayoritas. Jadi, biarlah mekanisme demokrasi yang kita miliki itu berjalan. Istilah dengan segala cara itu kurang tepat. Caranya sudah diatur dalam konstitusi kita dan tata tertib MPR. Jadi, jangan cobacoba mengganggu agenda nasional tersebut.
Hiruk-pikuk deadlock dalam pemilihan presiden harus mulai dibicarakan.
Betul, jangan sampai potensi deadlock yang berkembang itu menjadi suatu ancaman yang membuat kita hilang akal, lalu menerima apa adanya. Kita harus berupaya menghindarinya. Di sini, secara sungguh-sungguh TNI akan ikut terlibat.
Benarkah TNI akan berkoalisi dengan Golkar untuk menjegal Megawati?
Dalam era demokrasi ini, jegaljegalan bukan sebuah tindakan yang bermoral. Aneh, jika belum apaapa sebuah kelompok sudah menjegal kelompok yang lain. Silakan berkompetisi. Para anggota TNI di MPR akan memilih figur terbaik. Siapa pun dia.
Anda diprediksi bisa menjadi kuda hitam dalam pemilihan presiden, menurut Anda?
Jadi kuda, apa enaknya? Apalagi kuda tunggang atau kuda beban. Saya pikir, semua orang berhak mencalonkan orang lain bahkan dirinya sendiri untuk menjadi presiden.
Jadi, Anda menerima pencalonan Golkar sebagai wakil presiden untuk mendampingi Habibie sebagai presiden?
Kalau ada orang meramal dan mencalonkan saya, tentu saja itu hak mereka. Saya tidak bisa melarang. Bagi saya, tugas utama saya saat ini adalah menjalankan amanat negara sebagai Panglima TNI dan Menteri Pertahanan dan Keamanan. Saya tidak mau terlibat atau melibatkan diri dalam konstelasi politik untuk suatu jabatan.
Kira-kira, apakah suara TNI nanti akan diarahkan ke Anda?
Itu kan kira-kira (Wiranto tertawa).
Di Sidang Umum, ketetapan MPR soal pengusutan korupsi, termasuk kasus Soeharto, harus dipertanggungjawabkan. Bagaimana dengan pernyataan Anda terdahulu soal akan mengamankan Soeharto dan keluarganya?
Saya justru mengamankan ketetapan MPR itu sendiri dan menjaga kehormatan bangsa. Sebab, ketetapan MPR itu jelas-jelas menyatakan bahwa penyelesaian masalah Pak Harto harus dilakukan melalui prosedur hukum dan berdasarkan asas praduga tak bersalah. Sehingga, jika ada upaya penyelesaian di luar kerangka itu, kami mesti menjaganya. Kalau secara brutal masyarakat datang dan melakukan penganiayaan, martabat bangsa ini akan rusak. Kalau memang Jaksa Agung menemukan unsur pidana yang cukup untuk mengajukan Pak Harto ke pengadilan, silakan saja. Saya tidak akan mencampuri.
Seberapa dekat hubungan Anda dengan Soeharto? Kabarnya, Anda masih sering sowan.
Secara jujur, sangat banyak orang yang pernah dekat dengan Pak Harto, termasuk saya. Secara struktural dan sosial saya pernah bersama Pak Harto. Sebagai manusia berbudaya dan beragama, apakah pantas dengan terputusnya hubungan struktural, lalu hubungan sosial juga ikut kita hapuskan. Menurut saya, tidak demikian. Di atas prinsip itulah, saya tanpa beban datang ke Cendana untuk tahlilan, misalnya. Tapi, di sana kami tidak membicarakan masalah politik, keamanan, atau tugas pokok saya.
Apa pandangan Anda terhadap pribadi Soeharto?
Bagi saya, Pak Harto adalah prajurit yang konsisten terhadap komitmennya. Kodratnya sebagai manusia tentu tidak sempurna. Namun, penilaian selengkapnya telah banyak diungkapkan banyak pihak dalam berbagai kesempatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo