Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 23 tahun silam, 7 Juni 1999, Pemerintah menggelar Pemilihan Umum atau Pemilu. Pemilu ini merupakan kali pertama digelar di era Reformasi setelah selama tiga dekade di bawah pemerintahan Orde Baru atau Orba.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seharusnya Pemilu diadakan pada 2002. Namun, Presiden BJ Habibie, memutuskan mempercepat Pemilu tersebut. Publik mendesak agar diadakan reformasi serta mengganti anggota parlemen yang dianggap berkaitan dengan pemerintahan sebelumnya. Hal ini lantaran Pemilu sebelumnya, pada 1997, yang dimenangkan Partai Golkar dianggap tidak memiliki legitimasi setelah lengsernya Soeharto. Oleh karenanya, untuk melegitimasi pemerintahan, BJ Habibie lantas memerintahkan agar diadakan Pemilu. Supaya dapat mengubah situasi krisis yang dialami Indonesia kala itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 25 Mei 1998, BJ Habibie melakukan pertemuan dengan pimpinan DPR/MPR untuk melakukan konsultasi sekaligus membahas pengadaan Pemilu. Dalam pertemuan itulah disepakati pelaksanaan Pemilu dipercepat. Kemudian dalam Sidang Istimewa MPR 10 sampai 13 November 1998, Pemilu diputuskan akan dilaksanakan pada 7 Juni 1999.
Dilansir dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemdikbud, setahun setelah lengsernya Soeharto, pada Mei 1998, BJ Habibie menerima kedatangan sejumlah ulama di Istana Negara. Dalam pertemuan itu, B.J. Habibie mengatakan secara lisan bahwa diperlukan pembentukan partai baru. Pasalnya, sejak 1977 hanya tiga partai politik yang diperkenankan mengikuti Pemilu. Yaitu, Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia.
Pemerintah kemudian melonggarkan aturan tersebut sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang atau UU Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, dan UU Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Bagai cendawan di musim penghujan, banyak partai baru kemudian bermunculan. Sebanyak 171 partai dibentuk dengan latar belakang berbagai asas. Dari jumlah tersebut, sebanyak 141 partai mendaftar, dan 48 partai lolos untuk berpartisipasi dalam Pemilu 7 Juni 1999.
Untuk menghindari campur tangan pemerintah serta menjaga objektivitas Pemilu 1999, maka dibentuklah Komisi Pemilihan Umum atau KPU. Hal ini lantaran sebelumnya Pemilu digelar oleh Lembaga Pemilihan Umum (LPU). LPU sendiri merupakan bagian dari Departemen Dalam Negeri (kini Kementerian Dalam Negeri) yang notabenenya adalah bagian dari pemerintah. KPU 1999 diketuai oleh Jend (Purn) Rudini didampingi Wakil Ketua Harun Al Rasyid. Sementara anggotanya merupakan perwakilan dari Partai Politik yang lolos sebanyak 48 orang, serta ditambah empat wakil dari pemerintah.
Urutan 5 Besar Partai Pemenang Pemilu 1999
Pemilu 7 Juni 1999 digelar menggunakan sistem perwakilan berimbang dengan stelsel daftar. Ini merupakan sistem perebutan kursi sesuai dengan proporsi suara yang diperoleh partai. Total terdapat 462 kursi yang diperebutkan oleh 48 partai partisipan Pemilu. Pemilu 1999 dimenangkan oleh PDI Perjuangan atau PDIP dengan total perolehan suara mencapai 33.74 persen. PDIP mendapatkan suara sebanyak 35.689.073, dengan raihan 154 kursi.
Sementara itu, Golkar yang merupakan partai pemenang di Pemilu 1997 menduduki posisi kedua. Golkar mendapatkan persentase suara sebanyak 22.44 persen. Total pemilih Golkar di Pemilu 1999 mencapai 23.741.749 dengan perolehan kursi sebanyak 120.
Posisi ketiga diraih oleh PPP dengan total suara 11.329.905, dengan 59 kursi. PKB di posisi keempat meski mendapat suara lebih banyak ketimbang PPP yakni 13.336.982 suara. Ini lantaran jumlah kursi yang didapat PKB lebih banyak PPP, yaitu sebanyak 51 kursi. Posisi kelima dimenangkan oleh PAN dengan jumlah suara 7.528.956, dengan perolehan 35 kursi.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.