Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana dugaan pelanggaran etik dalam putusan Mahkamah Konstitusi.
Sidang terhadap pelapor berlangsung terbuka, tapi terhadap hakim konstitusi tertutup.
MK disebut berada di titik nadir karena baru pertama kali semua hakim konstitusi dilaporkan.
JAKARTA – Lantai 4 Gedung II Mahkamah Konstitusi tampak ramai tidak seperti biasanya. Di tempat itu, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana dugaan pelanggaran etik dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat batas usia pencalonan presiden dan wakilnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Majelis Kehormatan Jimly Asshiddiqie memimpin sidang terbuka dengan agenda meminta klarifikasi kepada para pelapor. Sidang berlangsung sejak pukul 10.00 WIB. “Rapat ini untuk memastikan respons yang cepat karena ini isu berat. Kami mesti bergerak cepat memeriksa laporan,” ujar Jimly dalam rapat verifikasi pada Kamis, 26 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie memimpin jalannya rapat perdana di Gedung II Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 26 Oktober 2023. TEMPO/Subekti
Setelah mendengar penjelasan dari para pelapor, Jimly menjelaskan, sidang etik ini diperkirakan berlangsung selama 30 hari. Majelis Kehormatan segera menetapkan dan mengatur jadwal sidang.
Baca:
- Ragu akan Integritas Majelis Kehormatan
- Putusan Janggal dari Merdeka Barat
- Pilah Pilih Gibran Setelah Putusan MK
Pada Senin depan, 30 Oktober 2023, Majelis Kehormatan menjadwalkan pertemuan dengan sembilan hakim MK. Majelis Kehormatan akan menyampaikan mekanisme persidangan biar para hakim siap. Setelah itu, Jimly melanjutkan, keesokan harinya pada Selasa, 31 Oktober, akan dimulai sidang pemeriksaan berkas laporan. “Cuma siapa duluan (pelapor yang akan maju bersidang), kami akan atur dulu," ujar mantan Ketua MK itu.
Anggota Majelis Kehormatan, Bintan R. Saragih, mengatakan para pelapor dalam sidang berikutnya bisa membawa bukti dan segera memberi tahu saksi-saksi yang akan hadir. "Tolong buktinya diperkuat karena ini disorot masyarakat," ujarnya. “Agar bisa bergiliran karena waktu sidang pemeriksaan etik hanya sampai 24 November.”
Setidaknya ada sembilan pelapor dengan 14 jenis laporan dugaan pelanggaran etik terhadap sembilan hakim MK. Sembilan pelapor yang hadir di ruang rapat, baik secara daring maupun luring, tersebut antara lain Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Perekat Nusantara & TPDI (Tim Pembela Demokrasi Indonesia), serta pengacara Denny Indrayana. Adapun pelapor, seperti Lembaga Bantuan Hukum Barisan Relawan Jalan Perubahan, Perkumpulan Aktivis Pemantau Hasil Reformasi, serta Lembaga Pemantau dan Pengawas Pejabat Negara, tidak bisa hadir.
Laporan dugaan pelanggaran etik ini berhubungan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas syarat usia pencalonan presiden dan wakilnya. Syarat tersebut diatur pada Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu, yakni usia minimal calon presiden dan wakilnya adalah 40 tahun. Lewat putusan itu, ketentuan syarat tersebut ditambahkan dengan catatan berusia 40 tahun dan berpengalaman atau sedang menduduki jabatan publik karena terpilih lewat pemilu.
Perwakilan Constitutional and Administrative Law Society, Violla Reininda (kelima dari kiri), memberikan keterangan pers setelah menyerahkan berkas pelaporan pelanggaran di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 26 Oktober 2023. ANTARA/M. Risyal Hidayat
Putusan tersebut menimbulkan polemik. Dua hakim konstitusi, Saldi Isra dan Arief Hidayat, memaparkan sejumlah kejanggalan putusan. Kedua hakim ini bersama hakim konstitusi Wahiduddin Adams dan Suhartoyo mengajukan dissenting opinion atau beda pendapat.
Hakim Arief menyebutkan kejanggalan penanganan perkara 90/PUU terkesan lama hingga memakan waktu lebih dari dua bulan. Perkara 90/PUU/-XXI/2023 sebetulnya juga telah dicabut oleh pemohon, tapi dibatalkan pada keesokan harinya. Arief berpendapat MK semestinya mengeluarkan penetapan setelah berkas permohonan dicabut.
Kejanggalan lain, Arief mengatakan, hakim Anwar Usman selaku Ketua MK diduga memiliki konflik kepentingan. Sebab, Anwar tidak ikut rapat permusyawaratan hakim soal batas usia pencalonan dalam berkas perkara yang diajukan pemohon lain. Tapi, dalam perkara nomor 90/PUU, Anwar justru ikut. Hal ini juga diungkapkan hakim konstitusi Saldi Isra.
Dampak putusan itu membuka peluang bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka melenggang masuk bursa calon wakil presiden pada usia 36 tahun. Meski belum 40 tahun, putra sulung Presiden Joko Widodo itu sudah mengantongi pengalaman menjadi Wali Kota Solo yang terpilih melalui pemilu kepala daerah. Putusan ini memicu kecurigaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, terutama karena Anwar Usman adalah paman Gibran. Anwar memiliki kekerabatan karena menikah dengan adik Presiden Jokowi.
Jimly Asshiddiqie menjelaskan, sidang pada Selasa mendatang dengan agenda pemeriksaan laporan dari pelapor disepakati berlangsung secara terbuka. Adapun sidang pemeriksaan terhadap para hakim konstitusi tetap digelar tertutup sesuai dengan Pasal 4 Peraturan MK Nomor 2/PMK/2003 tentang Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi.
Alasannya, pemeriksaan etik harus menjaga kehormatan sembilan hakim konstitusi dan menjaga haknya sebelum putusan. "Kita harus tetap menjaga kehormatan sembilan hakim konstitusi. Maka aturan sidang pemeriksaan berlangsung tertutup," ujarnya. “Ini wujud tanggung jawab kepada publik. Biar akal sehat publik mengikuti sidang ini."
Perihal mekanisme pemeriksaan hakim, Jimly menjelaskan, Majelis Kehormatan akan memeriksa secara bertahap. Akan ada waktu pemeriksaan bersama semua hakim konstitusi, dua hakim konstitusi, dan lima hakim konstitusi. Adapun proses sidang pemeriksaan terhadap pelapor berlangsung dua kali dalam sehari untuk pelapor yang berbeda. Hal itu untuk mempercepat proses pemeriksaan laporan etik.
Akal Sehat Dikalahkan Akal Bulus dan Akal Fulus
Mahkamah Konstitusi membentuk Majelis Kehormatan pada Selasa, 24 Oktober lalu, untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik putusan yang disebut sarat kepentingan itu. Formasi Majelis Kehormatan mewakili tiga unsur, yakni Jimly Asshiddiqie dari kalangan tokoh masyarakat, Bintan Saragih selaku akademikus, dan Wahiduddin Adams selaku hakim konstitusi yang masih aktif.
Jimly menyebutkan MK saat ini berada di titik nadir. Laporan dugaan pelanggaran etik terhadap sembilan hakim konstitusi belum pernah terjadi sebelumnya. "Ini perkara belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia di seluruh dunia. Semua hakim konstitusi dilaporkan kode etik," ujarnya.
Dia menyebutkan laporan terhadap sembilan hakim konstitusi merupakan beban sejarah baginya sebagai mantan Ketua MK. Menurut dia, kondisi ini merupakan titik di mana MK terpuruk. Dia bahkan menyebutkan akal sehat sudah dikalahkan oleh akal bulus dan akal fulus. “Akal fulus itu untuk kekayaan dan uang. Akal bulus itu untuk jabatan,” ujar Jimly.
Munculnya tiga orang yang ditunjuk sebagai anggota Majelis Kehormatan menimbulkan kecurigaan bagi sejumlah kalangan. Ketiga nama tersebut, yakni Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams, dianggap memiliki kedekatan emosional dengan MK. Wahiduddin merupakan hakim konstitusi aktif. Adapun Jimly adalah Ketua MK pertama dan diduga memiliki konflik kepentingan, serta Bintan pernah menjadi anggota Dewan Etik MK.
Kekhawatiran Jimly terlibat konflik kepentingan diungkapkan Direktur Eksekutif Public Virtue Research Institute Yansen Dinata. Ia menyebutkan Jimly Asshiddiqie merupakan pendukung bakal calon presiden Prabowo Subianto. Anak Jimly, Robby Ashiddiqie, juga calon legislator dari Partai Gerindra pimpinan Prabowo.
Menanggapi hal tersebut, Jimly membantah dirinya terlibat konflik kepentingan meski banyak kalangan yang meragukannya. "Saya tidak mencalonkan (calon anggota legislatif) lagi," ujarnya. Jimly mengatakan dia sempat menolak saat ditunjuk masuk dalam Majelis Kehormatan karena kekhawatiran tersebut. Dia memahami sejumlah kalangan ragu karena dia menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Namun, Jimly menegaskan, dia memiliki tanggung jawab atas lembaga yang dibentuknya itu sehingga bersedia masuk menjadi anggota Majelis Kehormatan bahkan terpilih menjadi ketua. "Saya punya beban sejarah."
Belasan Guru Besar Laporkan Anwar Usman
Dalam kesempatan terpisah, tim kuasa hukum yang mewakili 16 guru besar dan pengajar hukum tata negara serta hukum administrasi negara mendatangi gedung MK. Kedatangan mereka untuk melaporkan Ketua MK Anwar Usman atas dugaan pelanggaran etik. "Hakim Anwar Usman sarat akan potensi konflik kepentingan ketika mengadili, yang memberikan ruang kepada keponakannya untuk mencalonkan diri menjadi wapres," ujar Raden Violla Reininda Hafidz, salah seorang kuasa hukum para guru besar.
Ia menyebutkan ada empat dugaan pelanggaran etik yang diduga dilakukan Anwar Usman. Pelanggaran itu, antara lain, adalah perkara diputus erat dengan relasi kekeluargaan, Anwar memberi pernyataan yang berhubungan dengan substansi perkara syarat usia pencalonan presiden dan wakilnya dalam kuliah umum di salah satu kampus di Jawa Tengah, serta Anwar dinilai tidak tegas merespons pencabutan perkara nomor 90/PUU. "Dalam kode etik, seorang hakim harus mundur dari pemeriksaan perkara ketika perkara itu berhubungan dengan keluarganya," ujar Violla.
Wakil Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Arif Maulana berharap Majelis Kehormatan bisa bersikap obyektif dan independen dalam memutus sidang etik tersebut. "Majelis Kehormatan agar fokus dan bisa menjatuhkan sanksi jika terbukti ada pelanggaran etik berat," ujarnya.
Seusai rapat verifikasi terhadap para pelapor, di luar gedung MK, Koordinator TPDI Petrus Selestinus mengatakan sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran etik ini sangat penting. Jika tidak diusut, sengketa pemilu yang nanti mungkin terjadi bisa menimbulkan polemik. Sebab, sengketa pemilu, jika ada gugatan dari salah satu pasangan calon presiden dan wakilnya, akan diputus oleh MK sehingga bakal berpotensi polemik. Saat ini Gibran Rakabuming Raka, keponakan Anwar Usman, bersama Prabowo Subianto juga sedang mengikuti kontestasi pemilihan presiden 2024.
Petrus menegaskan, Undang-Undang Kekuasaan kehakiman sudah mensyaratkan setiap hakim yang mengadili perkara tidak boleh berkepentingan. “Tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan yang diadili," ujarnya. Dia menilai hakim yang terbukti melanggar etik tidak hanya bisa diproses secara administratif, tapi juga bisa dipidanakan.
JIHAN RISTIYANTI | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo