Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

AI: 3 Alasan Kata Pribumi Seharusnya Tak Dipakai Anies Baswedan

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut 3 alasan kata pribumi seharusnya tak dipakai Anies Baswedan dalam pidato.

18 Oktober 2017 | 07.57 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan pidato usai serah terima jabatan di Balai Kota DKI Jakarta, 16 Oktober 2017. ANTARA FOTO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan penggunaan kata 'pribumi' dalam pidato Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berpotensi memecah belah masyarakat.

"Kata pribumi dalam pidato inaugurasi itu berpotensi memecah belah warga Jakarta dan masyarakat Indonesia di tempat lain yang baru saja pulih dari luka pilkada yang didominasi sentimen SARA," kata Usman melalui siaran pers, Senin, 17 Oktober 2017.

Baca juga: Jawaban Anies Baswedan Soal Larangan Pakai Kata Pribumi

Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Rasyid Baswedan dalam pidatonya mengatakan bahwa dulunya semua pribumi ditindas dan dikalahkan. Oleh karenanya, di masa kemerdekaan ini dia mengajak semua masyarakat menjadi tuan rumah negeri sendiri.

Penggunaan kata pribumi dalam pidato itu menuai protes dari sejumlah kalangan. Usman menyampaikan, ada tiga alasan istilah pribumi dan nonpribumi seharusnya tidak dipakai kembali dalam sebuah pernyataan publik.

Pertama, istilah itu merupakan penggolongan diskriminatif yang dilontarkan oleh kolonial Belanda. Kedua, sejarah menunjukkan penggolongan pribumi dan nonpribumi itu telah banyak disalahgunakan dalam konteks peristiwa Mei 1998 untuk menyulut aksi pembakaran, kekerasan, dan pemerkosaan. Ketiga, istilah itu digunakan pemerintahan Orde Baru untuk mendiskriminasi kelompok minoritas.

Mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ini melanjutkan, pemerintahan pascareformasi di masa Presiden BJ Habibie pun telah melarang penggunaan kata pribumi dan nonpribumi melalui Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998.

"Penghidupan kembali retorika 'pribumi' dalam pidato resmi bisa menjerumuskan masyarakat pada politik pelabelan yang bisa mengganggu keharmonisan warga Jakarta saat luka Pilkada belum 100 persen pulih," kata Usman.

Selain dapat memunculkan labelisasi dan segregasi, kata Usman, penggunaan istilah pribumi juga berpotensi menginspirasi lahirnya program-program diskriminatif terhadap kelompok tertentu.

"Kami mendesak agar pidato itu tidak berujung pada kebijakan diskriminatif terhadap kelompok yang dikategorikan sebagai nonpribumi oleh pemerintahan Jakarta yang baru," kata Usman.

Anies Baswedan tak menjawab wartawan ketika ditanya soal penggunaan kata pribumi dalam pidatonya. Cucu pejuang kemerdekaan Abdurrahman Baswesan itu hanya bungkam. "Cukup, sudah ya," ujar Anies Baswedan mengakhiri wawancara.

BUDIARTI UTAMI PUTRI | LARISSA HUDA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus