DULU, hampir sebagian besar tempat peristirahatan di sepanjang
jalan Bogor Puncak merupakan milik-milik pribadi atau instansi
Pemerintah dan swasta. Kemudian dengan pesatnya perkembangan
Jakarta, tak sedikit penghuni metropolitan ini yang mulai
merasakan perlunya "ganti hawa" dengan beristirahat menikmati
"segarnya hawa pegunungan". Kenyataan ini tentu saja membuka
mata beberapa pengusaha yang melihat kemungkinan itu sebagai
tumbuhnya sumber baru. Awal tahun 74, PT USSU International di
Cisarua menanamkan modalnya dengan mendirikan kompleks
peristirahatan lengkap dengan kolam renang, lapangan tenis dan
ruang pertemuan. Dengan bungalow 44 buah dan bangunan flat ang
memiliki 12 kamar, tak urung cukup merangsang orang Pusat untuk
melangsungkan. seminar dan berbagai rapat kerja di tempat yang
nyaman hawanya ini. "Sejak dibukanya sudah 40 kali seminar
ataupun rapat kerja berlangsung di tempat ini", kata Untung
Slamet, Dirut PT USSU pada acara peresmian proyck rekreasi yang
baru saja selesai, pembangunannya pertengahan Nopember yang
lalu.
Namun, benarkah keyakinan untung bahwa kelak daerah wisata ini
akan jadi inceran para turis asing dan domestik. Memang, kata
Toto Suharto Kabag Perencanaan Diparda Propinsi Jawa Barat, masa
depan daerah ini cukup baik untuk industri pariwisata. Tahun
ini, begitu dia menjelaskan, ada peningkatan jumlah masuknya
turis baik asing maupun domestik ke wilayah ini. "Diperkirakan
sekitar 20% peningkatan dari turis domestik dan 10 dari turi
asing". tambahnya. Apalagi nanti dengan berkembangnya proyek
Jabotabek dan tumbuhnya industri perumahan di sekitar
Jakarta-Bogor, kebutuhan orang untuk berakhir pekan di daerah
ini tentu saja akan meningkat, ujarnya pula. Dan ini menurut
Toto Suharto akan membawa manfaat yang besar bagi Kabupaten
Bogor. Sebagai contoh dikemukakannya, pendapatan daerah dari
Hotel Cibulan sebulannya mencapai Rp 225.000. Belum lagi dari PT
USSU yang menurut Untung Slamet mencapai Rp 120.000 per
minggunya, untuk pajak pembangunan I.
Perbankan
Tapi apa yang menurut Untung Slamet sebagai kenyataan ini -
yaitu prospek pariwisata di wilayah ini rupanya belum mendapat
perhatian sepenuhnya dari rerbankan. "Sudah 2 tahun ini saya
berusaha untuk mendapatkan kredit investasi, sampai sekarang tak
juga berhasil", tutur Untung. Namun demikian, maksud Untung
memperbesar usahanya rupanya tak terhenti karena tak adanya
kredit investasi. Dengan modal keberanian, kredit eksploitasi
yang didapatnya sebesar Rp 25 juta dari BNI 1946 digunakannya
juga untuk menambah biaya pembangunan proyek rekreasi yang juga
menyediakan bilyard dan panti pijat itu.
Walaupun dia juga tahu bahwa dalam waktu mendatang bukan tak
mungkin, peristirahatan baik milik pemerintah maupun milik
pribadi-pribadi yang ada di sekitar Cisarua akan menjadi saingan
juga terhadap usahanya. Banyaknya bungalow-bungalow serupa itu
yang disewakan, entah setahu pemiliknya atau tidak, merugikan
Pemda setempat, kata Toto Suharto. Soalnya cara liar serup itu
akan mengurangi pemasukan Pemda, tambahnya. Dan untuk mengatasi
hal itu oleh Diparda dalam waktu dekat ini akan diadakan
penertiban terutama bila pencacahan jumlah bungalow-bungalow
selesai tahun ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini