Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Surabaya - Sekitar 80 orang guru besar, dosen, tenaga akademik, mahasiswa dan alumni yang tergabung dalam Keluarga Besar ITS Peduli Negeri menyelenggarakan aksi keprihatinan atas perkembangan situasi politik menjelang pelaksanaan Pemilu 2024, Senin, 5 Februari 2024.
Aksi yang digelar di Plasa Dr Angka Nitisastro, kompleks kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Sukolilo, Surabaya itu dihadiri para profesor, doktor, mahasiswa lintas departemen dan alumni. Mantan Rektor ITS Priyo Suprobo dan Joni Hermana turut dalam kegiatan tersebut.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan oleh koordinator Keluarga Besar ITS Peduli Negeri, Harus Laksana Guntur, mereka prihatin atas perkembangan kondisi belakangan ini yang diwarnai oleh berbagai dinamika dan potensi polarisasi.
Sebagai akademikus, kata Harus, para dosen selalu mengedepankan semangat persatuan bangsa dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Mereka meyakini bahwa Presiden Republik Indonesia adalah pemimpin negara sekaligus saudara sebangsa yang mengemban amanah rakyat.
“Sehingga kami berharap Presiden agar tetap konsisten pada koridor demokrasi dan semangat reformasi. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas nasional dan menghindari polarisasi bangsa di masa yang akan datang,” kata Harus yang juga guru besar di Departemen Teknik Mesin ITS.
Menurut Harus para dosen dan mahasiswa mengikuti pemberitaan bahwa Presiden Jokowi cenderung berpihak pada pasangan calon tertentu. Kendati keberpihakan itu tidak dinyatakan secara tegas, namun masyarakat tahu kecenderungan ketidaknetralan tersebut.
"Kami akan menyerahkan poin-poin tuntutan pernyataan sikap ini kepada Bapak Rektor ITS Mochammad Ashari agar diteruskan kepada Presiden Jokowi,” tutur Harus.
Dalam orasinya, Priyo Suprobo mengatakan bahwa ia dan teman-temannya mencermati dalam dua minggu terakhir ini ramai pemberitaan soal rusaknya etika berdemokrasi, etika penyelenggaraan kenegaraan dan etika dalam kehidupan kebangsaan.
Merespons keadaan yang memprihatinkan itu, civitas akademika ITS ingin menyuarakan pemikiran lewat jalur yang benar, yakni melalui rektor agar diteruskan kepada pemerintah. “Kami tidak membuat onar, namun hanya mengingatkan sebagai sesama anak bangsa,” kata Priyo.
Priyo menegaskan bahwa peserta yang mengikuti aksi keprihatinan itu bukan dari kelompok partisan. Hal itu ditunjukkan bahwa semuanya mengenakan baju berwarna putih. “Kami tidak ada kaitannya dengan organisasi mana pun, apalagi organisasi politik,” kata Rektor periode 2007-2011 itu.
Adapun Joni Hermana mengatakan bahwa aksi itu terinspirasi oleh Dr Angka Nitisastro selaku salah seorang pendiri sekaligus rektor pertama ITS dengan semangat kepahlawanan arek-arek Suroboyo. Hal tersebut merupakan amanah yang luar biasa yang harus dipertahankan oleh generasi selanjutnya.
“Adanya kepedulian dari teman-teman ini harus didukung, karena bagian dari menjalankan amanah tersebut. Tentunya dengan cara-cara yang baik dan terhormat,” kata Joni.
Menurut Rektor periode 2015-2019 itu, persatuan dan kesatuan bangsa wajib dijunjung tinggi karena pengorbanan pahlawan dalam memerdekakan Indonesia tidak kecil. Sehingga keberlanjutan bangsa Indonesia harus menjadi prioritas dibandingkan prioritas-prioritas lainnya.
"Dan keberlanjutan bangsa yang bersatu itu dimulai dari proses pemilu yang baik, jujur, adil, tanpa adanya tekanan karena ini semua merupakan pembelajaran bagi generasi muda kita,” ujar Joni.
Pilihan Editor: Kampus Bergerak, Sivitas Akademika UIN Sunan Kalijaga Kritik Jokowi soal Kekuasaan dan Etika
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini