Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Anak-Anak Kesatria, Seharusnya

Perkelahian pelajar SMAN IX & XI Jakarta menimbulkan kerugian materi terbesar, ada pertemuan antara orang tua murid & guru bersama mayjen anton sudjarwo di balai sidang senayan.

22 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERKELAHIAN anak sekolah di Jakarta seperti sudah acara rutin bulanan. Berdasar catatan Kanwil P & K DKI, Januari - November tahun ini terdapat 25 kasus yang melibatkan 30 sekolah menengah pertama dan atas. Belum termasuk 3 kasus --Rabu dan Kamis pekan lalu -- yang menyangkut SMPN 114, ST Bhayangkara dan ST DKI Jakarta. Juga Sekolah Pelayaran Menengah (SPM) Paskalis dan SPM Sam Ratulangi. Terakhir, SMAN VI dan STM Tanjungpriok. Silakan hitung sendiri berapa. Dalam sebanyak itu perkelahian hampir selalu digunakan senjata tajam Bahkan, menurut Kadapol Metro Jaya May-Jen Anton Sudjarwo Senin pekan lalu --di Balai Sidang Senayan, dalam pertemuan orangtua murid dan guru SMAN IX dan XI -- sekali kedapatan penggunaan senjata api. Sebaliknya hanya terjadi 8 kali perkelahian tangan kosong. Dan, menarik, semua perkelahian dilakukan secara kelompok alias keroyokan. Dalam "pertemuan perdamaian" SMAN IX dan Xl itu --yang berhantam awal bulan ini --Mayjen Anton sempat mendaftar hasil perkelahian anak sekolah tahun ini. Katanya, 176 luka berat dan ringan, dan 2 orang meninggal. Kerugian materi memang tak disebut. Tapi menurut catatan Kanwil P & K DKI, perkelahian di SMPN 80 Juni lalu, mengakibatkan sejumlah kaca gedung sekolah pecah. Perkelahian SMAN IX & XI April lalu juga mengakibatkan SMAN XI Filial di kawasan Warung Buncit rontok kaca-kaca jendelanya, dilempari batu. Tapi perkelahian SMAN IX dan XI awal bulan inilah yang agaknya menimbulkan kerugian materi terbesar. Kedua sekolah, yang beradu pagar itu, selain kaca jendelanya banyak yang hancur,Juga genting pada pecah, meja dan kursi rusak dan sejumlah lampu neon pun ambyar. Taksiran kasar Rp 25 juta. Perkara Sepele Dugaan adanya keterlibatan pihak luar memang ada - biasa. "Tidak mustahil ini ditunggangi pihak lain yang sengaja membakar anak-anak," kata Wagub I DKI Sardjono Suprapto dalam pertemuan itu. Pihak kepolisian sendiri tak bersedia memberi komentar. Cuma, baik dilihat dari catatan Kanwil P & K DKI maupun menurut anak anak SMAN di Bulungan itu kepada TEMPO, asal mula perkara itu, kalau dipikir-pikir, memang sepele. Soal tegur-menegur, soal pacar, soal pertandingan olahraga. Bahkan perkelahian SMAN IX dan XI itu resminya bermula dari, anehnya, pertandingan sepakbola SMAN VI melawan SMAN XXVI di lapangan Bank Indonesia, 21 Oktober lalu. Di situ terjadi perkelahian, dan sempat dua mobil milik anak SMAN VI dirusak. Beberapa hari kemudian, mungkin karenamerasa tak aman, anak-anak SMAN VI minta bantuan tetangganya, sama-sama SMA Bulungan SMAN IX dan XI. Tapi SMAN XI tak menanggapi. Lalu SMAN IX mengejek SMAN XI. Ejek-mengejek itulah yang meledakkan satu perkelahian massal yang lebih besar--saling lempar batu ke sekolah lawan, 3 November lalu. Lebih sepele lagi perkelahian anakanak SPM Paskalis Kebun Nanas dan SPM Sam Ratulangi di terminal bis Lapangan Banteng. Ada anak Sam Ratulangi yang menegur anak Paskalis karena baju seragamnya tak dimasukkan dalam celana. Perkelahian pun meledak. Memang para remaja itu menurut kodratnya sedang di masa usia mudah disulut. Sementara itu sikap yang mereka yakini pun ternyata mendorong perkelahian. Memang, beberapa anak SMAN IX dan XI menilai perbuatan pengrusakan sekolah lain sebagai "bukan perbuatan seorang jantan, apa pun sebabnya." Tapi banyak juga yang berdalih: "Kalau sekolah kami yang dirusak dulu," maka membalas merusak itu sah. Wajarlah, kalau mereka berpendapat perkelahian kelompok tak mungkin dihindari bila lawan pun berkelompok. Juga, jika lawan menggunakan senjata, mereka pun angkat senjata. Meskipun, uniknya, semua ternyata setuju: berkelahi satu lawan satu, dengan tangan kosong, itulah yang paling jantan alias kesatria. Tak Adil Tapi mengapa mereka tak melapor saja kepada guru, kepala sekolah atau polisi, kalau melihat atau mengalami perlakuan kasar anak sekolah lain? Hampir semua anak menjawab "Seharusnya memang begitu." Tapi beberapa anak menambahkan: tak melapor itu juga untuk "menghukum si perusuh." Ada penelitian Fak. Psikologi UI tentang perkelahian kelompok para pelajar, 1976. Kesimpulannya: 12,5% responden mereka, dari 6 SLTA Jakarta, lebih suka menyelesaikan konflik dengan kekerasan. Itu barangkali bisa menjelaskan juga. Lebih lagi penelitian itu pun meng ungkap, bahwa persepsi anak-anak tentang "hukum yang dilaksanakan secara tak adil," mengakibatkan mereka menganggap kurang perlu melaporkan persoalan kepada guru atau yang berwajib atau orangtua. Lebih baik "selesaikan sendiri" -- maklum zamannya, barangkali. Maka tak mengagetkan ketika seorang anak SMA Bulungan itu menilai upaya perdamaian yang dilakukan pihak sekolah, orangtua, kepolisian dan Pemda DKI sebagai "belum menjambl adanya perdamaian." Mengapa? "Harus ada kelanjutannya, ialah adanya sikap dan tanggungjawab yang dewasa dari setiap anak," jawabnya. Dan menurut dia, itu sulit diharap. Siapa tahu anak itu berkata tentang kenyataan. Baru kira-kira 7 bulan yang lalu, April, ketiga SMA di Bulungan itu menyatakan ikrar persaudaraan sesudah peristiwa perkelahian massal. Tapi di bulan ini, berkat peristiwa yang sepele, hal itu terulang lagi. Yang tampak di situ, tentunya, tak adanya tanggung jawab. Dan tanggungjawab, untuk anakanak belasan tahun, memang harus ada contohnya dari lingkungan. juga sikap kesatria yang tidak asal menang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus