Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ancang-ancang Memajukan Jadwal Pilkada

Wacana untuk memajukan jadwal pilkada 2024 semakin santer. Terlalu berisiko dan akan menambah beban penyelenggara pemilu.

2 September 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga memasukan surat suara dalam Pilkada Kota Depok 2020 di TPS 34, Cipayung, Depok, Jawa Barat, 9 Desember 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Wacana untuk memajukan jadwal pilkada 2024 semakin santer.

  • Beban kerja penyelenggara pemilu akan bertambah berat.

  • Urgensi penerbitan Perpu Pilkada dipertanyakan.

JAKARTA – Beban kerja lembaga penyelenggara pemilu akan semakin berat bila pemerintah benar-benar memajukan agenda pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024, dari November ke September. Sebab, pemungutan suara untuk pemilu legislatif dan presiden baru dimulai pada 14 Februari 2024. Tahapan ini bukan menjadi ujung dari Pemilu 2024. Sebab, masih ada proses penghitungan suara dan penyelesaian sengketa. “Ini kan membutuhkan waktu dan tenaga juga,” kata pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, kemarin, 1 September 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Titi, beban kerja yang berat itu akan berdampak pada profesionalitas dan integritas penyelenggara pemilu. Paling tidak, gejala itu sudah terlihat pada tahap verifikasi administrasi calon anggota legislatif. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kewalahan dalam menyelesaikan tahapan sesuai dengan jadwal. “KPU akhirnya memperpanjang masa perbaikan berkas hasil verifikasi administrasi,” katanya. Begitu juga dalam uji kelayakan dan kepatutan calon anggota Bawaslu kabupaten/kota. Pengumuman hasil uji kelayakan meleset dari jadwal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perubahan jadwal pilkada, kata Titi, berpotensi memecah fokus masyarakat dalam mencermati tahapan pemilu. Bahkan terbuka peluang akan ada banyak daerah yang memiliki calon tunggal. Potensi ini dipicu oleh sikap partai yang pragmatis karena belum sepenuhnya pulih dari dinamika pemilihan legislatif dan pilpres. Apalagi mereka tidak memiliki waktu yang cukup untuk konsolidasi internal dalam menyiapkan pencalonan.

Petugas memandu warga setelah melakukan pencoblosan pemilihan suara ulang (PSU) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 08 Mendalo Darat, Jambi Luar Kota, Muarojambi, Jambi, 27 Mei 2021. ANTARA/Wahdi Septiawan

Wacana untuk mempercepat pilkada 2024 telah bergulir sejak tahun lalu. Wacana ini muncul agar proses pemilihan yang serentak senapas dengan periodisasi jabatan kepada daerah terpilih. Sementara itu, jika mengikuti jadwal yang telah ditetapkan, yaitu November 2024, akan sulit menghadirkan pelantikan kepala daerah pada 2024. Sebab, setelah pemungutan suara untuk pilkada, akan ada proses penghitungan dan penyelesaian sengketa yang tidak akan cukup dirampungkan dalam waktu sebulan. Akibatnya, kepala daerah terpilih baru bisa dilantik pada 2025.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian membenarkan soal adanya wacana untuk memajukan jadwal pilkada. Adapun usul itu datang dari kalangan akademikus dan Dewan Perwakilan Rakyat. "Karena 31 Desember 2024, kepala daerah yang definitif hasil pilkada 2020 akan habis (masa tugas),” kata Tito di Istana Negara Jakarta, Kamis lalu, 31 Agustus 2023. "Daripada mengisi dengan Pj (penjabat) lagi, banyak sekali ada 270 (kepala daerah).”

Untuk mengubah jadwal pilkada itu, skenario yang bisa dijalankan pemerintah adalah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu). Dengan adanya aturan tersebut, pilkada yang dijadwalkan bergulir pada 27 November 2024 akan dimajukan dua bulan serta dilakukan dua tahap, yakni pada 7 dan 24 September 2024.

Titi berpendapat, perpu hanya bisa dikeluarkan dalam kondisi darurat. “Apa kedaruratan atau kemendesakannya saat ini?” ujarnya. Untuk itu, Titi menyarankan, ketimbang menerbitkan perpu yang bakal menuai kontroversi, pemerintah sebaiknya mulai menyiapkan perubahan undang-undang.

Direktur Eksekutif Netgrit, Hadar Nafis Gumay, sependapat dengan Titi. Risikonya terlalu besar untuk memajukan jadwal pilkada. Terlebih jika pemilihan presiden nanti berlanjut ke putaran kedua. “Akan tumpang tindih kalau dimajukan,” ujarnya.

Hadar menilai, jika ingin pelantikan kepala daerah dilakukan secara serentak, tidak perlu sampai mengubah jadwal pilkada. Pemerintah bisa saja memundurkan jadwal pelantikan agar seluruhnya dapat dilantik bersama. Opsi ini tentu membuat pemerintah harus menunjuk penjabat kepala daerah yang jumlahnya cukup banyak. “Tapi itu bukan masalah,” kata dia. “Selama ini kan mereka (Pj) juga enggak masalah, dan yang penting pengangkatan Pj enggak melanggar konstitusi.”

Presiden Joko Widodo menegaskan, urgensi penerbitan Perpu tentang Pilkada 2024 perlu dipertimbangkan secara mendalam. "Urgensinya apa, alasannya apa, semuanya perlu dipertimbangkan secara mendalam," kata Presiden di Tangerang, Kamis lalu. Rencana percepatan pilkada itu masih dikaji oleh Kementerian Dalam Negeri. "Saya kira semua itu masih kajian di Kemendagri dan saya belum tahu mengenai itu."

JIHAN RISTIYANTI | ANT

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus