KEBIJAKSANAAN pintu terbuka dalam menanganani masalah Kedungombo terus dijalankan oleh Bupati Boyolali Kol. M. Hasbi. Setelah menerima Romo Mangun akhir Maret silam, Rabu pekan lalu, tibalah giliran mahasiswa yang tergabung KSKPKO (Kelompok Solidaritas Kotban Pembangunan Kedungombo) diundang oleh Bupati Hasbi untuk berdialog. Pertemuan itu berlangsung di kantor Hasbi. Pihak mahasiswa diwakili 8 orang, empat dari Universitas Diponegoro Semarang, dan empat lainnya dari Universitas Satyawacana, Salatiga. Wakil KSKPKO Yogya juga diundang, tapi entah mengapa tak bisa hadir. Sementara itu, Bupati Hasbi didampingi Komandan Kodim, Kapolres, dan Kepala Kejaksaan Negeri setempat. "Kami berdialog dalam suasana hangat dan terbuka," ujar seorang delegasi mahasiswa. Hasbi menjelaskan banyak hal, termasuk soal permukaan air yang terus merambat naik hingga mencapai elevasi 83 meter, pada pekan lalu. Tapi permukaan air waduk itu akan segera turun, "karena mulai dipakai untuk mengairi sawah di daerah Rembang dan Grobogan," ujar Hasbi, seperti dituturkan wakil mahasiswa. Yang dikhawatirkan Hasbi adalah kemungkinan penduduk kembali menempati tempat-tempat yang mengering, setelah air menyurut. Arus balik itulah yang hendak dicegah. Sebab, membiarkan penduduk kembali ke tempat semula, menurut Hasbi, sama halnya mengizinkan mereka berhadapan dengan bahaya. Padahal, "Pada musim hujan November-Desember mendatang, air akan naik sampai elevasi 90," ujarnya. Namun, disadari oleh Hasbi bahwa upaya itu masih diganjal sejumlah masalah. Maka ia merasa perlu untuk bicara dengan berbagai pihak, termasuk mahasiswa. "Mari, kita berdialog," Hasbi berkata, "Anda memberi, kami menerima, dan kami memberi, Anda menghayati." Satu hal yang diminta Hasbi agar "dihayati" oleh mahasiswa adalah soal pemberian bantuan, kepada penduduk yang masih bertahan di kawasan genangan waduk itu. Pihak pemerintah keberatan dengan pemberian bantuan itu. Jika bantuan itu diberikan, kata Hasbi, "mereka akan merasa seperti direstui untuk tetap tinggal di situ. Padahal air akan terus naik." Namun, mahasiswa tampaknya masih belum bisa "menhayati" keinginan Hasbi. Yosef Adi Prasetyo, salah satu wakil mahasiswa dari Salatiga, tetap pada pendapatnya bahwa bantuan makanan dan pakaian perlu untuk penduduk yang masih bertahan di situ. "Sebab, lalu lintas ekonomi di daerah itu kini macet," kata Yosef, mahasiswa teknik elektro Universitas Satyawacana itu. Tapi dalam soal-soal lain, seperti dikatakan Hasbi, "Sudah tercapai kebersamaan dalam pandangan, untuk penyelesaian masalah Kedungombo." Buktinya, tiga butir permintaan yang diajukan mahasiswa bisa dicairkan oleh Hasbi. Permintaan pertama: agar kawasan Kedungombo terbuka untuk umum. Artinya, semua pihak yang ingin melihat dari dekat keadaan kawasan waduk itu tak perlu mendapat kesulitan untuk masuk. "Pak Hasbi rupanya mengizinkan, dengan catatan yang bersangkutan harus memberitahukan terlebih dahulu," ujar Yosef Adi. Mahasiswa itu juga menginginkan adanya "dialog paripurna", dengan melibatkan semua unsur: gubernur, bupati, mahasiswa, lembaga bantuan hukum, kelompok Romo Mangun, dan tentu saja penduduk Kedungombo sendiri. "Pak Hasbi juga menyetujui usul ini, dan Kodam yang akan mengaturnya," kata Yosef. Berikutnya, mereka meminta agar janji Gubernur Ismail untuk memberikan tanah Perhutani di sekitar waduk pada penduduk segera direalisasikan, termasuk soal sertifikatnya. Tuntutan itu pun mendapatkan lampu hijau. Usai berdialog, para mahasiswa dipersilakan meninjau lokasi Kedungombo. Setelah menilai keadaan yang sebenarnya "nanti kita bisa berdialog kembali," kata Hasbi kepada anak-anak muda itu.Heddy Lugito (Biro Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini