Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Difabel

Anggaran Pembangunan Inklusif Diambil dari Dana Desa

Desa inklusif sudah ada di Pacitan dan Sitobondo, Jawa Timur.

19 Maret 2019 | 10.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala Sub Direktorat Pelayanan Sosial Dasar Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Ibrahim Bouty bersama 24 kader masyarakat dalam Deklarasi Poros Belajar Inklusi Disabilitas di Pusat Rehabilitasi Yakkum di Sleman, Senin, 11 Maret 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Sleman - Kepala Sub Direktorat Pelayanan Sosial Dasar Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Ibrahim Bouty mengatakan dukungan kegiatan pelayanan sosial, antara lain untuk difabel dapat menggunakan dana desa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Amanat itu tertuang dalam Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomer 16 Tahun 2018 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa dalam Pasal 10 huruf F. Bunyinya, kegiatan pemberdayaan masyarakat desa yang diprioritaskan antara lain dukungan pengelolaan kegiatan pelayanan sosial dasar di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan warga miskin, pemberdayaan perempuan dan anak, serta pemberdayaan masyarakat marginal dan anggota masyarakat penyandang disabilitas.

“Kami sudah memprogramkan kegiatan inklusi di beberapa daerah, seperti model desa inklusi,” kata Ibrahim di acara Deklarasi Poros Belajar Inklusi Disabilitas di Pusat Rehabilitasi Yakkum di Sleman, Senin, 11 Maret 2019. Sejauh ini, desa inklusi yang sudah ada di Pacitan dan Sitobondo, Jawa Timur. Ini merupakan hasil kerja sama pemerintah dengan lembaga swadaya masyarakat. Tak hanya desa model inklusi, pemerintah juga berencana membuat desa model ketahanan keluarga, ramah anak, dan marginal.

Ibrahim menjelaskan penggunaan dana desa sejak 2015 sampai 2018 untuk layanan sosial dasar masih sangat minim. Musababnya, edukasi dalam perencanaan anggaran oleh pemerintah desa belum optimal. Dari 74 ribu desa di Indonesia, sebanyak 950 desa memerlukan intervensi dari pemerintah. Karena itu, melalui pembentukan kader-kader seperti Poros Belajar Inklusi Disabilitas, Ibrahim berharap bisa menularkan ilmunya ke setiap desa tempat tinggal kader. “Sehingga bisa menyebarkan inklusi untuk semua,” kata Ibrahim sembari menambahkan ada rencana peningkatan anggaran dana desa dari sekitar Rp 60 triliun menjadi Rp 80 triliun pada 2020.

Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia atau Apeksi, Heroe Poerwadi menambahkan dari 97 kota di Indonesia belum semuanya termasuk kota inklusi. Yang sudah mempunyai peraturan daerah tentang disabilitas baru ada 16 kota, yang mempunyai kebijakan menyangkut sekolah inklusi ada 67 kota, dan yang telah melibatkan difabel dalam proses perencanaan pembangunan baru 8 kota.

“Kami sedang memetakan untuk membangun rencana aksi bersama. Bagaimana kebijakan inklusif yang dideklarasikan ini bisa masuk program pembangunan,” kata Heroe yang juga Wakil Walikota Yogyakarta. Setidaknya ada dua strategi yang bisa dipilih. Pertama, bagaimana program pengarusutamaan disabilitas menjadi prioritas pemerintah daerah. Caranya, ada landasan hukum, baik berupa peraturan daerah ataupun peraturan walikota. Apabila belum berhasil bisa menerapkan strategi kedua, yaitu melibatkan difabel sebagai subjek dan objek dalam proses pembangunan.

Pito Agustin Rudiana

Pito Agustin Rudiana

Koresponden Tempo di Yogyakarta

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus