Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEMPAT ditolak pada 2011, rencana memasukkan dana aspirasi menjadi salah satu fasilitas anggota Dewan Perwakilan Rakyat muncul lagi. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, yaitu mencapai Rp 11,2 triliun setiap tahun. Rinciannya, tiap anggota Dewan akan mendapat jatah Rp 20 miliar.
Kendati menuai kritik, para politikus Senayan memilih jalan terus. Menurut Ketua DPR Setya Novanto, proses pembahasan memasukkan anggaran dana aspirasi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 masih terus berlangsung. "Prosesnya masih jalan," katanya kepada Wayan Agus Purnomo, Indra Wijaya, dan fotografer Dhemas Revianto dari Tempo di ruang kerjanya, Kamis pekan lalu.
Bagaimana penghitungannya sehingga muncul dana aspirasi Rp 20 miliar untuk setiap anggota DPR?
Angka itu belum final. Sekarang sedang terus dikaji pemerintah dengan DPR.
Tapi Wakil Presiden Jusuf Kalla menolak rencana ini.…
Akan kami bicarakan. Saran dan koreksi dari pemerintah akan kami perhatikan.
Selain itu, sejumlah fraksi di DPR tak setuju.
Itu hak anggota. Yang tak setuju, ya, tak usah digunakan hak mengajukan program. Yang setuju, silakan dilanjutkan.
Apakah pimpinan DPR sudah melobi Presiden Joko Widodo?
Tentu kami akan berkomunikasi dengan Presiden dan Wakil Presiden karena ini program pemerintah dan DPR. Akan saya bicarakan dengan Presiden kalau semua sudah berjalan dengan baik.
Seperti apa konsep dana aspirasi?
Tak ada istilah dana aspirasi. Yang ada dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah usul program pembangunan daerah pemilihan. Memang perlu dibuat skema untuk menampung usul masyarakat dari daerah pemilihan. Undang-undang menyebutkan anggota berhak mengajukan usul program yang terintegrasi dalam pembangunan nasional. Anggarannya masuk Dana Alokasi Khusus dan ditransfer ke daerah. Ini untuk memenuhi kewajiban anggota DPR pada saat dilantik membangun daerah pemilihannya.
Bagaimana mekanismenya?
Setiap anggota Dewan akan menyampaikan usul program kepada fraksi, lalu disahkan di sidang paripurna dan diteruskan ke pemerintah. Ini hanya usul program. Pelaksanaannya di daerah. Tak mempengaruhi anggaran negara karena anggota Dewan tak membawa uang. Tapi ini yang selalu diinterpretasikan lain.
DPR itu wakil rakyat Indonesia, bukan wakil daerah pemilihan.…
Anggota DPR dipilih dari 77 dapil (daerah pemilihan). Mereka turun ke daerah sehingga mesti menyiapkan program dan mencatat aspirasi rakyat.
Siapa nanti yang mengawasi?
Pengawasan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Juga dapat melibatkan KPK. Anggarannya hanya 0,05 persen dari total APBN. Nilai yang kecil ini bisa menjadi satu solusi menampung aspirasi masyarakat yang tak masuk musyawarah perencanaan pembangunan daerah.
Apakah ini cara inkumben agar terpilih lagi dalam pemilihan umum mendatang?
Anggota DPR wajib membantu daerah pemilihan. Jika tak rajin, mereka belum tentu terpilih lagi. Program ini hanya untuk memancing agar anggota DPR bisa aktif ke daerah. Kalau dibilang menguntungkan inkumben, ya, tidak juga kalau tak rajin berkunjung ke daerah.
Lebih dari setengah anggota DPR dari Jawa. Nanti pembangunan makin terpusat di Jawa?
Anggarannya kecil sehingga tak akan membuat ketimpangan. Nanti digunakan membangun desa-desa terpencil. Misalnya di Nusa Tenggara Timur. Jika digunakan membangun jalan, paling hanya setengah kilometer. Namun untuk daerah terpencil ini pasti sangat berarti. Kenyataannya, ada daerah yang belum terjangkau pembangunan.
Bagaimana kalau tumpang-tindih dengan program pemerintah?
Tidak begitu juga. Karena anggota DPR akan mencari solusi di daerah terpencil.
Soal anggaran, apakah sudah dibicarakan dengan Menteri Keuangan?
Sudah dibicarakan jauh-jauh hari. Ini tidak mengganggu keuangan negara. Masak, teman-teman di DPR tak setuju rakyat dibantu? Jangan dilarikan ke politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo