Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PARAS Bejo Siswo Mulyono, 42 tahun, masih legam membiru. Di bawah pelipis kirinya luka belum mengering. Lelaki bertubuh kecil itu duduk terkulai di kantor Panitia Pengawas Pemilu Kota Solo, Jawa Tengah. Sejak dini hari, penarik becak itu babak-benjut dihajar beberapa pemuda di posko PDI Perjuangan dan sempat mondok sejenak di Polsek Pasar Kliwon, sebelum diinterogasi di kantor Panitia Pengawas Pemilu setempat.
Nasib sial yang menimpa Bejo bermula pada Senin dini hari di sebuah tempat pemungutan suara (TPS) di Kampung Semanggi, Pasar Kliwon. Ketika itu Bejo hendak mencari seseorang. Tiada dinyana, sikap simpatisan pasangan SBY-JK itu mengundang curiga. Beberapa pemuda yang malam harinya begadang merampungkan pembuatan bilik suara menghampirinya.
Kebetulan, di bungkusan yang dibawa Bejo terdapat puluhan buku petunjuk pencoblosan yang bentuknya mirip kertas suara dan hanya memasang foto pasangan SBY-JK. Ada pula uang Rp 72 ribu. Menurut pengakuan Bejo, uang ini untuk tiga orang saksi, masing-masing Rp 25 ribu. Kekurangannya, Rp 3.000, sudah dibelikan rokok. Namun, warga tetap curiga, menyebut ulah Bejo sebagai "serangan fajar".
Dengan meringis, Bejo memberi tahu para pemeriksa bahwa ia hanya disuruh seseorang bernama Herlan, Koordinator Forum Masyarakat Pendukung Susilo Bambang Yudhoyono (FMPS). Hanya, FMPS tak terdaftar sebagai tim kampanye resmi di KPU setempat.
Kasus nahas yang menimpa Bejo, menurut Robiv Mukav, Kepala Informasi dan Komunikasi Tim Sukses SBY-JK, bukan bentuk politik uang. "Kami memang memberi uang makan kepada para saksi di TPS, besarnya Rp 25 ribu," kata mantan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat itu. "Semua tim sukses memberi uang makan bagi para saksinya."
Upaya money politics memang tak terjadi di Solo. Tapi di kawasan Cipinang, Jakarta Timur, Satuan Tugas PDI Perjuangan mendapat laporan warga yang diberi kertas kuning berisi ucapan terima kasih dilampiri uang Rp 20 ribu. Menurut Hasto Kristianto, Wakil Sekjen Mega Presiden, "ucapan terima kasih" seperti ini ditemukan dua hari menjelang pencoblosan di Jakarta, Rungkut, Surabaya, dan Blitar, Jawa Timur. "Kami baru mengumumkannya pada hari pencoblosan agar suasana pemilu tetap tenang," ujarnya.
Walau kubu pendukung pasangan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi banyak menemukan indikasi pelanggaran dari kubu lain, bukan berarti mereka mulus pula. M. Ma'ruf dari Panitia Pengawas Pemilu Sidoarjo, Jawa Timur, menerima laporan pembagian beras kepada warga Desa Segodobancang, Kecamatan Tarik, pada Ahad malam menjelang pencoblosan. Seperti diceritakan Seno, si pelapor, pada sekitar pukul 21.00 ia didatangi dua orang pengurus anak cabang PDI Perjuangan Tarik.
Dua pengurus Partai "Moncong Putih" bernama Sugeng dan Sunaryo itu memberikan beras 2,5 kg sambil berpesan agar esoknya Seno mencoblos gambar Mega-Hasyim. Rupanya, Seno sudah berubah haluan menjadi pendukung SBY-JK. Merasa "salah alamat", Sugeng dan Sunaryo berniat meminta kembali beras itu. Namun Seno membawa beras itu ke kantor Panwaslu setempat, yang langsung menyitanya sebagai barang bukti. "Kalau ditemukan unsur yang melanggar undang-undang, akan kami laporkan ke polisi," kata Ma'ruf.
Di Jakarta, Hasto Kristianto membantah pihaknya melakukan politik uang. "Kami sudah menginstruksikan agar orang-orang yang menawarkan iming-iming dilaporkan saja ke polisi," ujarnya. "Instruksi itu sudah kami kirim ke daerah empat hari menjelang hari tenang."
Edy Budiyarso (Jakarta), Imron Rosyid (Solo), Kukuh S. Wibowo (Sidoarjo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo