Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Suara Melimpah dari Zaytun

Pesantren Al-Zaytun dituding melakukan mobilisasi massa untuk memenangkan duet Wiranto-Salahuddin Wahid. Sesuai dengan prosedur?

12 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hari sudah merambat petang ketika sebuah helikopter mendarat di pelataran kompleks pesantren Ma'had Al-Zaytun, Indramayu, pertengahan Juni lalu. Begitu kibasan baling-baling melemah, dari dalam heli turun Wiranto, calon presiden dari Partai Golkar. Ia hanya didampingi salah seorang anggota tim suksesnya, Suaidi Marasabessy, ajudan, dan beberapa pengawal. Bekas Panglima ABRI ini menjadi tamu istimewa. Sebab, sepanjang masa kampanye presiden, hanya dia yang bertandang ke pesantren terbesar di Asia Tenggara itu.

A.S. Panji Gumilang, orang nomor satu di Zaytun, menyambutnya dengan hangat. Rombongan kemudian bergerak menggunakan bus eksekutif menuju gedung serbaguna Al-Akbar. Di sana gemuruh tepuk tangan dari sekitar 15 ribu santriwan-santriwati langsung membahana begitu tamu spesial ini memasuki ruangan.

Jangan salah duga. Meski ada 15 ribu orang, kehadiran Wiranto ke sana bukan untuk berkampanye. Dia hanya bersilaturahmi biasa dalam acara bertajuk "Temu Ramah Mesra" itu. Suaidi Marasabessy menjelaskan kepada TEMPO, "Kita cuma diundang. Acara waktu itu terbuka dan legal karena dihadiri Panitia Pengawas Pemilu."

Wiranto kabarnya berbicara netral-netral saja. Menurut Suaidi, kalau Wiranto dekat dengan Zaytun, itu lantaran Wiranto pernah diangkat sebagai ajudan Presiden Soeharto. Zaytun sejak masa pemerintahan Soeharto telah menjalin hubungan baik dengan Golkar. Buktinya, di kompleks itu terdapat gedung Soeharto, Habibie, dan gedung Akbar Tandjung. Selain itu, pada Mei tahun lalu, Kepala Badan Intelijen Negara A.M. Hendropriyono pernah mewakili Presiden Megawati meresmikan pemancangan gedung pembelajaran Haji Ahmad Soekarno di kompleks Ma'had Al-Zaytun.

Dalam acara Wiranto di Zaytun, diam-diam Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan Gantar, Indramayu, Sudirman Gandaatmaja, ikut datang bersama ribuan orang tadi. Sudirman mengatakan bahwa Wiranto, saat memberikan sambutan, berbicara soal pembangunan bangsa dan masalah pendidikan secara umum. "Yang banyak bicara soal dukung-mendukung justru Panji Gumilang," kata Sudirman.

Sudirman inilah, bersama timnya, yang mengetahui gelombang ribuan orang yang memasuki wilayah Zaytun menjelang hari pencoblosan pemilu presiden pekan lalu. Hasilnya, Sudirman mencatat ada 580 kendaraan berbagai jenis dari sejumlah daerah, termasuk sekitar 20 bus dinas milik Markas Besar TNI.

Sebagai pengawas pemilu, Sudirman memang menaruh perhatian khusus pada Al-Zaytun. Pada pemilu legislatif 5 April, jumlah pemilih di Zaytun juga membengkak dari 4.962 menjadi 11.565 orang. Hasilnya, Partai Karya Peduli Bangsa, yang mengusung nama Siti Hardijanti Rukmana, meraih kemenangan mencolok untuk kursi DPR pusat, 10.661 suara atau 92,84 persen.

Menjelang pemilu presiden 5 Juli, pemilih di pesantren seluas 1.200 hektare yang berdiri pada 1993 itu bertambah lagi menjadi 24.843 orang. Dari total jumlah pemilih itu, duet Wiranto-Salahuddin meraih 24.794 atau 99,8 persen suara. Yudhoyono-Kalla memperoleh 21 suara, Amien-Siswono 16 suara, Mega-Hasyim 6 suara, dan Hamzah-Agum 2 suara.

Yang jadi pertanyaan adalah jumlah pemilih terdaftar itu. "Saya heran, kenapa data pemilih sebanyak ini bisa terjadi di Zaytun. Tanpa kecurigaan, ini langsung disetujui oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Indramayu," kata Sudirman. Padahal warga terbanyak di Zaytun adalah santri. Dan santri angkatan tertua baru duduk di kelas III setingkat SMP dan kelas I setingkat SMU.

Tambahan besar ini, menurut Anto Sukanto dari Lembaga Pengkajian dan Penelitian Islam dan Athian Ali M., dai Forum Ulama Ummat Indonesia, berasal dari anggota gerakan Negara Islam Indonesia (NII) Komandemen Wilayah IX. Gerakan ini disebut-sebut berada dalam arahan A.S. Panji Gumilang alias Abu Toto. Mereka adalah pejabat struktural NII yang sebagian besar tinggal di Jakarta.

Mereka mendukung Wiranto, menurut Sukanto, karena Partai Karya Peduli Bangsa, yang mengusung Tutut, ternyata kalah dalam pemilu legislatif. Dukungan dialihkan kepada Wiranto karena dia dianggap punya kedekatan khusus dengan Keluarga Cendana. "Mereka mendukung Mbak Tutut karena tanah pertama untuk pembangunan Al-Zaytun berasal dari Cendana," kata Sukanto, yang mengaku pernah menjadi Lurah NII di wilayah Tebet, Jakarta Selatan, pada 1996-2001.

A.S. Panji Gumilang alias Abdul Salam bin Rasyidi tak mau berkomentar banyak soal itu. Ia cuma menegaskan tak ada penggalangan massa di lingkungannya. Kalau memang banyak penghuni Zaytun memilih Wiranto-Salahuddin, itu bukan merupakan penggalangan massa. "Tapi lebih merupakan hak kami untuk memilih yang ternyata memiliki kesamaan terhadap kriteria calon presiden dan wakilnya," kata Panji.

Dengan demikian, ia menegaskan, tak ada satu pun pihak yang bisa membatalkan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden di tempat-tempat pemungutan suara di lingkungan Zaytun. "Jumlah 24.843 pemilih itu kecil dibandingkan dengan daerah lain. Tapi kok diutik-utik, sih," ujarnya kesal.

Sejauh ini, yang sudah bertindak barulah Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto. Ia mengakui bahwa TNI sedikit kecolongan karena ada kendaraan dinas Markas Besar TNI yang digunakan untuk mengangkut massa ke tempat itu. Bus itu bisa keluar dari markas karena dalih untuk antar-jemput pengajian di hari libur. "Kalau sengaja mau mengerahkan massa, ngapain cuma ke situ? Mereka yang terlibat, kalau ada motif politik, kita pecat," kata Endriartono.

Setelah melakukan pengkajian beberapa hari, pihak Komisi Pemilihan Umum pun akhirnya menegaskan tak ada persoalan dengan apa yang terjadi di Zaytun. Soal tambahan sekitar 13 ribu pemilih di Zaytun, menurut anggota KPU Indramayu, Najib Bunyamin, yang didampingi Ketua KPU Pusat, Nazaruddin Syamsuddin, telah sesuai dengan prosedur.

Bertambahnya suara itu, menurut Najib, terjadi karena ada tambahan keluarga santri, saudara santri, pekerja di pesantren, ataupun teman santri yang ingin berkumpul saat libur bersama. Selain itu, ada pula tambahan dari pemilih yang belum berusia 17 tahun pada pemilu legislatif tapi pada pemilu 5 Juli sudah punya hak pilih. Sesuai dengan Pasal 22 ayat 2 Undang-Undang Pemilihan Presiden, seorang pemilih yang tinggal di dua tempat tinggal dapat memilih di tempat ia terdaftar. "Kemungkinan, karena mereka senang mencoblos di Zaytun, mereka mendaftarnya di sana," kata Najib.

Sayang, Najib tidak merinci detail angka-angka pertambahan pemilih itu?misalnya berapa jumlah teman, saudara, atau pemilih yang masuk usia 17 tahun. KPU dan Panitia Pengawas Pemilu pun tampaknya "tidak berselera" memeriksa lebih dalam. Mungkinkah karena kasus ini hanya menyangkut pemenang ketiga?

Sudrajat, Ivansyah (Indramayu)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus