Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Apapun Terjadi, Tetap Habibie

Partai Golkar berkukuh mencalonkan Habibie sebagai calon tunggal presiden. Tak jadi soal, meski panen suara gagal. Siapa saja yang keberatan?

11 Juli 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MARZUKI Darusman tampak gelisah. Ia tak begitu bersemangat mengikuti rapat penting partainya yang berlangsung di kawasan Slipi, Jakarta, Jumat pekan lalu. Ketua Partai Golkar itu malah memilih ngobrol santai dengan wartawan di luaran, selama sekitar satu jam. Begitu masuk ke ruang rapat, Kiki—begitu ia disapa—hanya bertahan lima belas menit. Sesudah itu, ia keluar ruangan dengan tergesa. "Saya ada acara lain. Lagi pula, saya sudah tahu kok apa yang akan dibahas di dalam," katanya dengan suara datar. Ia lalu ngacir bersama mobilnya, meninggalkan rapat tertutup bagi wartawan itu. Kiki kecewa? Sangat mungkin. Ia agaknya sudah menduga, rapat tak bakal menggeser pencalonan Habibie sebagai calon (tunggal) presiden, sebagaimana telah diputuskan dalam rapat pimpinan, Mei lalu. Sejauh ini, Kiki memang menjadi "motor" bagi suara keras di pusat yang menghendaki diubahnya skenario pencalonan. Apalagi, selama Golkar "menjual" Habibie dalam kampanye lalu, ternyata gagal mendulang panen besar. Sampai akhir pekan ini, Beringin menduduki posisi runner-up di bawah PDI Perjuangan. Golkar meraih 69 kursi, atau sekitar 21 persen dari 327 kursi, yang sudah pasti dicaplok. Hasil akhirnya pun diduga bakal meleset dari target 42 persen. "Ini jelas meleset. Nasib Golkar akan dipertanyakan," kata Kiki. Lain harapan Kiki, lain pula kepentingan daerah. "Bagi mereka, yang penting bisa bertahan dengan perolehan suara yang ada. Soal presiden, urusan pusat," kata Ferry Mursyidan Baldan, pengurus Golkar. Rapat memang jauh dari agenda mencoret Habibie sebagai calon presiden. "Tapi proses ini akan makin mengental, cepat atau lambat. Menurut saya, sentimen-sentimen untuk menilai kembali pencalonan Pak Habibie itu ada di Golkar, dan itu membesar," kata Kiki. Perolehan suara sekitar 20 persen, bagi Kiki, akan membutuhkan dua atau tiga partner "koalisi". Akibatnya, risiko terciptanya pemerintahan yang labil besar sekali. Kiki memang punya calon alternatif yang dianggapnya bisa mengatasi keruwetan ini: Panglima TNI Jenderal Wiranto. Namun, Ketua Umum Akbar Tandjung punya alasan tersendiri di balik merosotnya suara partai yang telah berkuasa selama 32 tahun ini. Selain soal mepetnya waktu untuk menyiapkan pemilu, sebagian besar pengurus, yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil, memilih meninggalkan Partai Golkar sehingga mengurangi potensi suara di daerah. Belum lagi soal opini yang sengaja diembuskan bahwa partai ini pro-status quo. "Upaya sistematis ini membuat para calon pemilih ragu-ragu dan tidak percaya diri," katanya. Akibatnya, mereka urung mencoblos partai bernomor 33 itu. Boleh jadi, Akbar tengah menyembunyikan argumen lain yang berkembang selama ajang evaluasi pertama seusai pemilu itu. Bisik-bisik dalam arena menyebutkan bahwa pencalonan Habibie sebagai presiden bukannya menjadi "jualan" yang bagus, tapi malah bikin jeblok, terutama di sejumlah kawasan di Jawa, Bali, Riau, Sumatra Utara, Barat, dan Selatan. Golkar Yogyakarta, misalnya, menyayangkan pencoretan nama Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai calon pemimpin nasional. Padahal, jika raja Jawa itu ikut dicalonkan, pemilih tak mustahil akan berlimpah ruah. Sekitar 51 persen orang Jawa di Sumatra Utara kecewa karena "raja"-nya tidak dimunculkan sebagai calon presiden. Jawa Timur dan Bali mengakui secara blak-blakan bahwa nama Habibie menjadi faktor penghambat perolehan suara. Jawa Tengah dan Yogyakarta, biasa, khas tiang Jawi, mengakuinya secara tersamar. "Kami akui gelo hasil perolehan suara kami jatuh karena Partai Golkar mencalonkan Habibie. Tapi, karena sudah keputusan, apa pun tetap kami dukung," ungkap H.M. Sudarno, Ketua Golkar Yogyakarta, di depan peserta rapat. "Kalau memang perlu diubah, ya, kita ubah. Manusia kan diberi kemampuan beradaptasi untuk bertahan. Masa, kita sebagai partai tidak bisa melakukan adaptasi," ujar Ahmad Darodji, Sekretaris Golkar Jawa Tengah. Ada yang menolak, ada pula yang mati-matian mendukung penyebutan satu nama calon ini. Sebut saja Golkar DKI dan Aceh. Ketua Golkar Jakarta, Tadjussobirin, bahkan mengepalkan tangannya selama berpidato, mengajak Beringin maju terus demi Habibie. Para pimpinan di Sulawesi justru melaporkan kemenangan partainya berkat pakar rancang-bangun pesawat itu. Di Sulawesi, tanah kelahiran Habibie, Golkar memborong lebih dari 50 persen suara. Rupanya, manuver tim sukses kelompok Irama Suka Nusantara (Irian, Maluku, Sulawesi, Kalimantan, dan Nusa Tenggara) cukup ampuh. Cukup imbang? Tampaknya begitu. Dari 27 provinsi itu, 18 di antaranya tetap sepakat dengan hasil rapim, dan sembilan sisanya menyerahkan keputusan kepada pimpinan pusat. Namun, menurut Wakil Sekjen Mahadi Sinambela, penentuan pemimpin nasional tak cukup dijawab dengan hitungan matematis saja. Ia melihat integritas Habibie sejauh ini belum teruji, terutama kesungguhan menyelidiki kasus korupsi mantan presiden Soeharto. Itu bisa menjadi ganjalan bagi Habibie sebelum tiba di kursi kepresidenan. Tapi, jangan khawatir, tim sukses Habibie masih punya segudang jurus untuk lolos dari lubang jarum. Seperti diungkapkan Akbar, "Dalam keadaan demikian, pasti akan kita dapatkan solusinya." Marzuki, juga Mahadi, plus sejumlah tokoh pro-Akbar, mengisyaratkan perlunya perubahan pencalonan. Mereka tetap tak sepakat bahwa pintu untuk melakukan rapat pimpinan (rapim) ulangan tertutup. "Dua menit sebelum pemilihan presiden di MPR pun, rapim itu masih bisa dilakukan," kata Mahadi. Ini jelas beda dengan sikap Akbar, yang emoh mengutak-atik Habibie sebagai calon presiden yang dijagokan partainya. "Tidak akan ada rapim (untuk meninjau kembali pencalonan Habibie sebagai presiden-Red) itu. Semua keputusan sudah final," ujar mantan Menteri Sekretaris Negara ini. Menurut Ketua Golkar Marwah Daud Ibrahim, tidak mungkin akan ada rapim ulangan untuk menyoal calon presiden. "Itu isu yang sengaja ditiup-tiupkan untuk menjatuhkan Golkar," katanya. Jika saja Marzuki cs tetap ngotot mempersoalkan Habibie sebagai calon presiden Golkar, bisa gawat risikonya. Kelompok Irama Suka Nusantara dan tim sukses Habibie akan membalas dengan menuntut pemecatan Marzuki. "Beberapa teman berkomentar, kalau (eks-Ketua Golkar) Adi Sasono saja bisa dipecat, kenapa Marzuki tidak," begitu kata Priyo Budi Santoso, anggota Fraksi Karya Pembangunan DPR, kepada TEMPO. Dan Kiki pun tinggal pilih: ikut memuluskan langkah Habibie atau terjungkal dari kursinya. Atau, memang tak ada jalan lain bagi petinggi Komnas HAM itu selain menghambat laju Bung Rudy?

Wahyu Muryadi, Andari Karina Anom, Arif A. Kuswardono.


SIKAP GOLKAR UNTUK PRESIDEN
Posisi Akhir Rapim:
20 provinsi mendukung 1 calon (Habibie)
7 provinsi mendukung 5 calon
Posisi Akhir Rapat Pemilu:
18 provinsi sepakat hasil rapim
9 provinsi menyerahkan kepada DPP
Sumber: Riset Laporan DPD I Partai Golkar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus