Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CIVITAS academica Universitas Indonesia ramai membicarakan artikel Bahlil Lahadalia yang terbit di dua jurnal dalam sepekan terakhir. Penerbitan artikel tersebut bakal menjadi poin atau kredit bagi Menteri Investasi itu untuk memenuhi syarat kelulusan program doktor atau strata tiga (S-3) di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Artikel Bahlil itu memang ramai dibahas di lintas fakultas," kata guru besar Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, saat dihubungi pada Kamis, 8 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masalahnya, Sulistyowati dan sejumlah dosen UI menemukan beberapa kejanggalan dalam dua artikel yang terbit di dua jurnal berbeda itu. Kejanggalan pertama, kedua tulisan itu membahas penghiliran atau hilirisasi nikel, tapi diterbitkan di dua jurnal yang cakupannya bukan karya-karya ilmiah soal nikel.
Kejanggalan kedua, jurnal-jurnal tempat tersebut sudah masuk kategori discontinued atau tidak terbit lagi. Profil editor kedua tulisan Bahlil tersebut juga diduga tidak jelas.
Kedua tulisan ilmiah Bahlil itu berjudul "Nickel Down Streaming in Indonesia: Policy Implementation and Economic, Social, and Environmental Impacts" terbit di Kurdish Studies dan "Into Sustainable and Equitable Nickel Downstreaming in Indonesia: What Policy Reforms are Needed?" yang terbit di jurnal Migration Letters. Jurnal pertama adalah jurnal tentang suku Kurdi dan jurnal kedua tentang kependudukan.
Dua artikel Bahlil tersebut membahas penghiliran nikel di Indonesia, baik mengenai implementasi kebijakan dan dampaknya terhadap ekonomi, sosial, serta lingkungan, maupun agenda reformasi penghiliran nikel.
Bahlil mengirim artikelnya ke Kurdish Studies pada Oktober 2023. Pengelola Kurdish Studies menerbitkannya pada 17 Januari 2024, dengan registrasi volume 12 nomor 1 pada 1 Januari 2024. Artikel kedua Bahlil terbit di Migration Letters pada 17 Januari 2024.
Bahlil menjadi penulis pertama di kedua jurnal tersebut. Penulis kedua adalah Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia periode 2020-2024, Chandra Wijaya; Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teguh Dartanto; serta Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia Athor Subroto.
Chandra tak lain promotor Bahlil di program doktoral Universitas Indonesia. Sementara Teguh dan Arthor adalah co-promotor Bahlil dalam program strata-3 tersebut.
Saat ini Bahlil tengah menempuh studi program doktor di SKSG UI. Ia memasuki semester tiga.
Agar bisa lulus, Bahlil dan mahasiswa S-3 di SKSG mesti menulis artikel ilmiah yang terbit di jurnal bereputasi internasional, seperti Scopus dan Science and Technology Index (Sinta 2), serta jurnal nasional.
Sulistyowati Irianto mengatakan kedua jurnal tersebut masuk kategori jurnal predator. Indikasinya, cakupan bidang ilmu pada jurnal tersebut tidak sejalan dengan tulisan Bahlil. Padahal jurnal yang punya reputasi biasanya menerima dan menerbitkan artikel sesuai dengan cakupan bidang ilmu jurnal tersebut.
Ia mengatakan cakupan bidang ilmu Kurdish Studies seharusnya adalah urusan suku Kurdi. Sementara Migration Letters semestinya hanya menerbitkan artikel mengenai perpindahan penduduk. "Itu saja sudah menjadi pertanyaan besar buat kami," ujarnya.
Kedua jurnal tersebut juga sudah dinyatakan discontinued atau dihentikan oleh Scopus. Jurnal discontinued merupakan jurnal yang dihentikan karena berbagai alasan, seperti pelanggaran etik publikasi, kualitas penelitian yang buruk, dan penyalahgunaan sistem.
Per Juni 2024, Elsevier—perusahaan pengelola Scopus—melaporkan ada sekitar 850 artikel di Kurdish Studies dan Migration Letters sejak discontinued pada 2022. Artinya, kedua jurnal ini semestinya tidak lagi menerbitkan karya ilmiah sejak dua tahun lalu.
Anggota Dewan Pengarah Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik Idhamsyah Eka Putra mengatakan kejanggalan juga terlihat pada editor kedua jurnal tersebut. Editor di Kurdish Studies bernama Adam Mudinillah. Adam tercatat beralamat di Pariangan Batusangkar, Sumatera Barat.
Alamat editor yang berada di Indonesia menguatkan bahwa Kurdish Studies adalah jurnal predator. "Ini sudah pasti jurnal abal-abal," kata Idhamsyah pada Ahad, 4 Agustus 2024.
Menurut dia, akademikus seharusnya tak terkecoh oleh jurnal internasional bereputasi. Karena itu, penting untuk memperhatikan lebih dulu editor di jurnal tersebut. Jurnal yang memiliki reputasi tak sembarangan merekrut editor untuk menilik artikel seorang peneliti. Biasanya, mereka dikenal di kalangan akademikus.
Sementara editor artikel Bahlil di Migration Letters bernama William Asghar. Di laman Migration Letters, William disebutkan terafiliasi dengan Social Science, Arab Saudi. Idhamsyah menelusuri nama itu di mesin pencarian Google, tapi tak menemukan informasi yang cukup tentang identitasnya. "Editornya tidak jelas,” ujar Idhamsyah.
Idamsyah adalah editor pada Journal of Social and Political Psychology. Menurut dia, pengkategorian jurnal predator bisa dilihat dari proses penyuntingan artikel. Penerbitan jurnal memerlukan waktu lama hingga publikasi. Sebab, editor membutuhkan waktu untuk mengedit dan mengulas hingga memeriksa metode penelitian. Proses pengeditan ini biasanya membutuhkan waktu paling cepat satu tahun.
"Dalam artikel Bahlil, pengeditan hanya berlangsung dua-tiga bulan. Ini janggal," ucap Idhamsyah.
Masalahnya, kata Idamsyah, jurnal abal-abal juga bisa terindeks di Scopus. Sebab, Scopus hanya melihat manajemen jurnal, seperti jumlah personel. Scopus tak melihat kualitas artikel ilmiah di jurnal tersebut. Ia mengatakan motif jurnal abal-abal adalah uang.
Idhamsyah curiga Kurdish Studies dibajak atau menjadi hijacked journal. Sejak 2003 sampai 2022, Kurdish Studies berfokus menerima artikel di bidang studi Kurdi. Tapi penerbitnya, Transnational Press milik Ibrahim Sirkeci, menyampaikan kepada editor bahwa ada masalah keuangan di perusahaan itu. Karenanya, penerbit menyerahkan kendali jurnal kepada perusahaan lain.
Ketika dipimpin perusahaan baru itu, ada perubahan orientasi objek penelitian. Sejumlah artikel edisi 2022 sama sekali tidak berhubungan dengan bidang studi tentang suku Kurdi.
Dikutip dari Retraction Watch, dosen matematika di Fakultas Ilmu Komputer dan Matematika, University of Mosul, Irak, Mohammed O. Al-Amr, mengatakan hijacked journal menyamar sebagai publikasi yang sah. Selain kualitasnya, beberapa tanda yang menunjukkan bahwa sebuah jurnal dibajak bisa dilihat dari artikelnya. Misalnya, beberapa volume, edisi, dan nomor halaman tidak konsisten dibanding publikasi yang sah.
Al-Amr menganalisis ratusan artikel ilmiah di berbagai jurnal. Ia mendapati sekitar 880 artikel tidak autentik dari jurnal yang dibajak pada 2020-2024. Artikel tersebut berasal dari sejumlah negara, termasuk Indonesia. Dalam analisisnya, karya ilmiah tidak autentik terbanyak berasal dari India, sekitar 460 artikel. Di tempat kedua ada Indonesia dengan 240 artikel.
Tempo belum memperoleh konfirmasi dari Kurdish Studies dan Migration Letters soal ini. Pertanyaan lewat e-mail kepada kedua pengelola jurnal belum mendapat balasan hingga artikel ini terbit.
Dalam laman resminya, Kurdishstudies.net, pengelola jurnal ini mengklaim Kurdish Studies sebagai jurnal interdisipliner. Mereka akan menerbitkan studi Kurdi yang mencakup berbagai topik. Jurnal ini menarik biaya US$ 600 untuk satu artikel dari penulisnya.
Sementara pengelola Migrationletters.com mengklaim jurnal ini sebagai jurnal bereputasi internasional. Mereka menerima artikel dari berbagai bidang ilmu sosial. Jurnal ini mengenakan biaya US$ 800 untuk setiap artikel.
Kedua jurnal ini juga mengaku terdaftar dalam Scopus. Tingkat kualitas jurnal Scopus dibagi menjadi empat kuartil (Q), yaitu Q1 sampai Q4. Q1 merupakan jurnal dengan kualitas tertinggi. Kurdish Studies dan Migration Letters mengaku masuk kategori Q2.
Penjelasan Bahlil dan Universitas Indonesia
Bahlil belum menjawab pertanyaan Tempo soal ini yang dikirim lewat pesan WhatsApp, sambungan telepon, ataupun surat resmi. Anggota staf di Bagian Hubungan Masyarakat Kementerian Investasi/BPKM, Chandra Amelia, mengatakan sudah menerima surat permintaan konfirmasi Tempo.
"Dapat kami informasikan bahwa Bapak Bahlil akan memberikan jawaban secara tertulis," katanya pada Kamis, 8 Agustus 2024.
Amelia juga memastikan surat permintaan konfirmasi Tempo sudah diterima Bahlil. Ia melanjutkan, jawaban tertulis tersebut sedang difinalisasi. "Untuk jawaban tertulisnya, kami mohon ditunggu sampai pukul 12 malam ini (Kamis malam)," ujarnya. Namun jawaban tertulis Bahlil tak kunjung tiba hingga hari berganti.
Adapun promotor Bahlil, Chandra Wijaya, mengatakan dua artikel Bahlil tersebut merupakan makalah yang dipresentasikan dalam mata kuliah seminar pada tahun lalu. "Bukan syarat sebagai doktor atau guru besar," katanya, Selasa, 6 Agustus 2024.
Baca juga:
Dari seminar itu, Chandra melihat makalah Bahlil bisa diterbitkan di jurnal bereputasi internasional. Bahlil, kata Chandra, lalu menyodorkan dua jurnal sebagai tempat untuk menerbitkan artikelnya. Chandra kemudian mengecek reputasi jurnal tersebut. "Saya lihat di Scopus jurnal itu masih aktif," katanya.
Chandra juga mengaku sudah mengecek kelayakan artikel Bahlil, dari sistematika penulisan hingga isinya. Ia menilai artikel Bahli itu layak diterbitkan di jurnal internasional.
Menurut Chandra, Bahlil kemudian mendaftarkan kedua artikelnya di kedua jurnal tersebut pada 2023. Kedua artikel itu diterima, lalu dipublikasikan. Belakangan Chandra baru mengetahui bahwa kedua jurnal tersebut discontinued. "Ini di luar kendali kami," tuturnya.
Co-promotor Bahlil sekaligus Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, menguatkan penjelasan Chandra. Teguh mengatakan artikel Bahlil merupakan hasil mengikuti mata kuliah seminar 1, 2, dan 3 yang dalam dua semester. Bahlil bisa mendapatkan nilai maksimum jika hasil kuliah itu dituliskan dalam bentuk artikel, lalu diterbitkan di jurnal bereputasi internasional.
Teguh berdalih tak pernah merekomendasikan Bahlil menerbitkan artikelnya di Kurdish Studies maupun Migration Letters. Sebab, hasil mata kuliah seminar Bahlil tak perlu dipublikasikan di jurnal. Alasannya, hasil seminar Bahlil belum matang karena sifatnya tinjauan literatur, latihan metodologi, dan temuan awal.
"Publikasi sebaiknya dilakukan setelah proposal disertasi dan turun ke lapangan," katanya kemarin. Namun Teguh menyerahkan keputusan kepada Chandra sebagai promotor Bahlil.
Teguh juga mengatakan sudah berpesan agar namanya tidak dimasukkan sebagai salah satu penulis ketika artikel Bahlil dipublikasikan. Namun, saat artikel Bahlil terbit di Kurdish Studies dan Migration Letters, namanya tetap tercantum sebagai penulis.
Ia menduga hal itu dilakukan karena adanya peraturan Rektor UI mengenai mahasiswa yang menerbitkan artikel di jurnal. "Publikasi makalah ilmiah milik mahasiswa harus mencantumkan penulis utama yang didampingi promotor dan co-promotor," ujarnya.
Co-promotor kedua Bahlil, Athor Subroto, mengatakan ada miskomunikasi dalam penentuan jurnal. Athor berdalih ia tidak mengetahui Bahlil akan menerbitkan kedua artikelnya di Kurdish Studies dan Migration Letters.
"Penentuan publikasi harus ada tanda tangan basah. Kami belum memberikan persetujuan," katanya.
Athor menjelaskan, ada dua jalur yang bisa ditempuh mahasiswa program doktor untuk mengikuti sidang promosi dan lulus, yaitu riset dan bukan riset. Lewat jalur riset, mahasiswa program doktor wajib menerbitkan artikel di tiga jurnal, yaitu jurnal bereputasi internasional, Sinta, dan jurnal nasional. Sedangkan untuk jalur bukan riset, mahasiswa harus menerbitkan artikel di dua jurnal. "Jadi artikel di jurnal itu merupakan syarat menempuh sidang promosi," katanya.
Athor melanjutkan, setiap mahasiswa yang sudah menerbitkan artikel di jurnal harus dinilai dosen. Bila layak, artikel itu akan diterima menjadi salah satu syarat mendaftar sidang promosi. Dalam kasus artikel Bahlil Lahadalia, Arthor belum mendaftarkan artikel yang terbit di dua jurnal tersebut untuk dinilai oleh Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo