Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Solo - Atlet Asian Para Games 2018, Dian David Michael Jacobs mengatakan dukungan tanpa henti dari keluarga dan lingkungan adalah modal utama bagi para penyandang disabilitas untuk tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, mandiri, dan berprestasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dulu, waktu masih kecil, pasti ada yang namanya minder, rendah diri. Tapi saya bersyukur memiliki keluarga, teman, dan lingkungan yang terus mendukung kepercayaan diri saya,” kata atlet tenis meja yang telah mengharumkan nama Indonesia di berbagai kejuaraan tingkat internasional itu saat ditemui Tempo di The Alana Hotel Solo, Senin, 17 September 2018.
David Jacobs mengalami disabilitas pada tangan kanan sejak lahir di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, pada 21 Juni 1977. Dia pertama kali mengenal tenis meja pada usia sekitar 9 tahun. "Waktu itu keluarga kami tinggal di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, karena ayah saya (yang bekerja sebagai pegawai bank) ditugaskan di sana. Kebetulan di dekat rumah ada meja pingpong,” kata David.
Di meja pingpong itulah David bersama ketiga kakaknya sering menghabiskan waktu bermain bersama anak-anak tetangga. Meski hanya mengandalkan tangan kiri, baik saat melambungkan bola servis maupun saat memukul bola, David kecil mampu mengimbangi, bahkan sering mengalahkan lawan-lawannya yang bermain dengan dua tangan.
Petenis nasional dari klub K-18, David Jacobs. TEMPO/STR/M. Iqbal Ichsan
Mengetahui David berbakat di olahraga tenis meja, orang tuanya terus memberikan dukungan. Saat keluarganya pindah ke Semarang, David pun didaftarkan ke salah satu klub di Jawa Tengah. Saat itu David berumur 11 tahun. Di klub profesional itulah David mulai mengasah kemampuan tangan kanannya untuk servis bola.
"Tinggal di Semarang beberapa tahun, kemudian keluarga pindah dan menetap di Jakarta sampai ayah saya pensiun,” kata David. Di Jakarta, David semakin serius menekuni dunia tenis meja hingga masuk pada jajaran pemain tingkat nasional. Pada usia 20 tahun, David sempat mendalami kemampuannya di Beijing, Cina, selama enam bulan.
Di awal karirnya sebagai atlet tenis meja, David masuk di nomor umum alias bersaing melawan atlet bertubuh sempurna. Kendati demikian, David mampu menorehkan prestasi di berbagai kompetisi tingkat nasional dan internasional, mulai dari Pekan Olahraga Nasional (PON), Southeast Asia Table Tennis Association (SEATTA), dan Southeast Asian (SEA) Games.
David Jacobs.
Berkat prestasinya meraih medali emas saat mengikuti Pekan Olahraga Nasional 2004 di Sumatera Selatan, David menjadi pegawai honorer di Dinas Pemuda dan Olahraga DKI Jakarta dan diangkat menjadi pegawai tetap pada 2008. “Kerjanya mengurus GOR di Jakarta Timur. Sepulang kerja ya latihan meski nggak ada jadwal pertandingan dalam waktu dekat,” kata lulusan STIE Perbanas Jakarta itu.
Setelah cukup lama berkiprah di ajang tenis meja umum, David beralih ke ajang khusus bagi penyandang disabilitas pada 2010. "Saat pertama gabung di NPC atau National Paralympic Committee, saya menyadari disabilitas yang saya sandang ternyata tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan teman-teman lain yang pakai kursi roda tapi tetap gigih berlatih dan bertanding. Ini yang menjadi motivasi bagi saya, walau punya kekurangan tetap harus bisa berprestasi,” kata David.
David kini menjadi salah satu atlet yang diandalkan untuk memborong medali emas di Asian Para Games 2018 di Jakarta pada 6 sampai 13 September 2018. Di ajang olahraga empat tahunan bagi atlet penyandang disabilitas tingkat Asia itu, David akan mengikuti dua nomor pertandingan di kelas TT 10 (klasifikasi bagi atlet dengan tingkat disabilitas paling ringan). Dua nomor pertandingan tersebut adalah tunggal putra dan ganda putra. Untuk nomor ganda putra, David akan berpasangan dengan Komet Akbar.