Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Paguyuban korban UU ITE meminta kepada DPR untuk segera merevisi undang-undang tersebut. Mereka beraudiensi dengan Badan Legislasi DPR pada Selasa, 5 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya mohon sekali lagi mudah-mudahan revisi undang-undang ini benar-benar bisa terlaksana," kata Baiq Nuril Maknun, salah satu orang yang pernah dijerat UU ITE di ruang rapat Baleg DPR RI, Jakarta, 5 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya jeratan UU ITE yang membuatnya harus dipenjara itu berdampak besar pada keluarganya, terutama kepada anak-anaknya. "Yang paling utama yang terdampak adalah keluarga, kalau saya masih bisa bercerita. Tapi anak-anak saya yang paling terdampak," ujar Baiq.
Audiensi dipimpin oleh wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya dan dihadiri langsung oleh para korban yang tergabung dalam Paguyuban Korban Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (PAKU ITE). Mereka di antaranya Koordinator PAKU ITE Muhammad Arsyad, Baiq Nuril, Ramsiyah Tasruddin, Vivi Nathalia, Stella Monica, Siti Rubaidah, Yadi Basma, Muhamad Sadli Saleh, dan Fatia Maulidiyanti.
Para korban menyampaikan satu-persatu kasus yang menjerat mereka. Mereka meminta agar revisi UU ITE itu dilakukan sesegera mungkin.
Menurut Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti, UU ITE ini tidak memiliki manfaat sebagai produk hukum di Indonesia.
"Memang UU ITE ini sebenarnya kalau saya bisa bilang tidak ada manfaatnya, lebih ke banyak mudaratnya. Karena semakin banyak orang yang menjadi korban, semakin banyak orang yang tidak berani menyatakan pendapat dan juga semakin bikin ribet kepolisian," ujar Fatia yang juga pernah dilaporkan Menko Marves Luhut Pandjaitan.
RAHMA DWI SAFITRI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.