Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanah longsor, gempa bumi, dan angin puting beliung melibas e-m-pat desa di Kecamatan Ampek Na-gari, Kabupaten Agam, Suma-te-ra Barat, dari Januari hin-gga Juli lalu. Meski musibah tak sampai me-renggut korban jiwa, amuk alam itu melumat 450 hektare areal persawahan siap pane-n. Puluhan rumah roboh, sekolah rusak, pembangkit listrik dan air minum jebol, lima jembatan ambrol diterjang banjir. Akibatnya, sejak Juli lalu, kawasan itu terisolasi karena kelima jembatan itu jadi alat penghubung satu-satunya dengan ibu kota Kabupa-ten Agam, Lubuk Basung.
Sultani Wirman, Bupati Agam, yang me-rasa tak sanggup memulihkan keada-an sendirian, lantas mengirim proposal permohonan bantuan ke Badan Koordi-na-si Nasional (Bakornas) Penanggulang-an Bencana dan Pengungsi (PBP), Men-teri Pekerjaan Umum, dan Me-nteri Keuangan. Bahkan, menurut Kepala D-i-nas Pekerjaan Umum Sumatera Barat, Hediyanto, surat serupa juga dikirimkan Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi. Kedua pejabat itu intinya memi-n-ta pemerintah pusat mengalokasikan Rp 11,3 miliar dari anggaran bantuan pascabencana untuk membangun kem-ba-li daerah itu. Surat juga ditembu-skan ke se-jumlah departemen dan Panitia Ang-garan DPR.
Namun reaksi DPR ternyata jauh da-r-i harapan. Alih-alih mendapat ban-tu-an, daerah yang terkena bencana sejak Januari itu malah dicoret dari daftar revisi usulan penerima dana bencana alam yang diajukan pemerintah pada 12 Agustus lalu ke DPR. Padahal, pada Juli 2005, Kabupaten Agam sempat terdaftar dan diusulkan menerima Rp 1,9 miliar.
Yang kemudian tambah mencemaskan, pembahasan anggaran itu terancam molor. Rapat terakhir Panitia Anggaran dengan Menteri Keuangan Jusuf Anwar dan Bakornas yang berlangsung pada Kamis, 8 September lalu, tak berhasil me-ngesahkan usul pemerin-tah ka-rena Panitia Anggaran DPR menganggap da-ta-data yang diusulkan pemerintah itu ma-sih ada yang salah.
Setidaknya inilah alasan yang dilempar Panitia Anggaran semenjak isu percaloan mata anggaran ini berembus ken-cang di kawasan Senayan. Heboh itu ber-awal dari laporan Mohammad Darus Agap, anggota Komisi V DPR dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, yang me-lansir temuan adanya praktek percaloan anggaran bantuan pascabencana di DPR. Temuan Darus ini kemudian ditindaklanjuti Badan Kehormatan. Sejumlah nama yang disebut dalam dokumen diperiksa. Kesimpulan sementara: praktek percaloan itu ada (Tempo, edisi 12-18 September 2005).
Praktek itu muncul terpicu peluang yang terkuak oleh perubahan prosedur pengusulan anggaran. Sejak Maret lalu ada mekanisme baru dalam pengajuan dan pembahasan dana pascabencana. Usulan pengajuan dana bantuan pascabencana itu disampaikan ke gubernur masing-masing selaku ketua pelaksana dan diteruskan ke Bakornas PBP. Badan ini selanjutnya akan mengkoordinasi usul itu dengan departemen terkait se-per-ti Pekerjaan Umum, Kesehatan, So-sial, Pendidikan, Agama, dan Pertanian. Setelah itu, Bakornas melalui Departemen Keuangan akan meminta izin DPR melalui panitia anggaran mengesahkan alokasi dana itu.
Pada tahun anggaran 2005, pemerintah mengalokasikan anggaran bencana alam Rp 2 triliun. Menurut Sekreta-ris Menteri Koordinator Kesejahteraan Rak-yat, Soetedjo Yuwono, anggaran sebesar itu awalnya terbagi Rp 1,2 triliun untuk rehabilitasi Aceh dan Nias, setelah tsunami. Sisanya, Rp 800 miliar, terbagi Rp 513 miliar untuk rehabilitasi daerah bencana di provinsi lain, Rp 207 m-iliar untuk rehabilitasi akibat bencana di Na-bire dan Alor, dan sisanya untuk perbaik-an gizi buruk atau busung lapar.
Belakangan, dana Rp 1,2 triliun u-ntuk Aceh dan Nias tidak dipakai kare-na pembangunan kembali daerah itu meng-gunakan dana bantuan dari donor a-sing. Karena ada tambahan, pada awal Agustus lalu Panitia Anggaran meng-aju-kan usul tambahan dana bencana kep-a-da Departemen Keuangan. Alasannya, banyak daerah bencana yang belum masuk. Akibat tambahan usul DPR itu, draf usulan kedua menjadi lebih gemuk. Sementara total usulan dana dalam surat pertama Rp 513 miliar, dalam surat kedua meningkat dua kali lipat menjadi Rp 1,09 triliun.
Meski nilai anggaran meningkat, ada beberapa daerah korban bencana yang su-dah tercatat dalam usulan pertama jus-tru tergusur dalam usulan ke-dua. Di anta-ranya, ya, Agam tadi. Juga Kabu-paten Sumbawa Barat (NTB). Daerah pelanggan banjir di Nusa Tenggara Barat juga raib dalam daftar terakhir yang dikirimkan pemerintah ke DPR. Sebelumnya, dalam usulan pemerintah versi Juli, Sumbawa Barat masuk daf-tar dengan dana bantuan yang diajukan Rp 2,3 miliar.
Sebaliknya, nasib baik dialami sejumlah kabupaten yang tak masuk catatan Bakornas PBP sebagai daerah bencana tapi diusulkan mendapat bantu-an. Mi-sal-nya Pandeglang, Kota dan Kabupa-ten Tangerang, juga Cilegon, yang diusul-kan menerima Rp 7,5 miliar hingga Rp 17 miliar. Lalu juga Kabupaten Taba-nan, Bali, dengan Rp 10 miliar. Keganjil-an ini mengundang spekulasi adanya permainan calo. Ditengarai, penentuan daerah yang mendapat jatah anggaran adalah berkat percaloan DPR.
Isu miring itu menyebabkan sebagi-an anggota panitia anggaran tersulut ke-tika rapat panitia anggaran dengan pe-merintah dilangsungkan tiga pekan lalu. Mereka hampir tak memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk berbicara. Menteri Keuangan Jusuf Anwar tak banyak bicara. Jusuf hanya melemparkan materi ini ke Tabrani, Deputi Bidang Penanggulangan Bencana Alam Bakornas. Tabrani sendiri bicara ringkas saja. Ia meminta DPR mengesahkan saja anggaran usulan pertama Rp 513 miliar. Soalnya, daerah-daerah yang diusulkan itu sudah diverifikasi Bakor-nas bersama enam instansi terkait. Usul itu juga sudah diteken menteri, tinggal menunggu persetujuan DPR. ”Kalau ternyata masih kurang, bisa diusul-kan dalam perubahan anggaran be-rik-utnya,” ujarnya.
Tabrani juga menyatakan, berulang kali DPR dan Bakornas menggelar rapat tentang masalah ini, tapi tetap saja selalu ditunda. Ia berharap, rapat hari itu tidak ditunda lagi, mengingat banyak daerah yang kini meminta pencairan dana itu. Waktu pelaksanaan proyek sendiri sa-ngat sempit karena tinggal me-nyisakan tiga bulan. Karena itu Tabrani pun me-nyodorkan tiga opsi: menye-tujui usul pertama Rp 513 miliar, atau usul kedua Rp 1,097 triliun, atau memverifi-kasi ulang. Tabrani juga mengingatkan bahwa usul kedua senilai Rp 1,097 tri-liun itu setelah ada usul yang m-asuk dari DPR. ”Sekarang sudah Septe-m-ber. Kami minta tak ada penundaan lagi. Pada dasarnya dua surat Menteri Keuangan itu sudah dengan hasil verifi-kasi. Tinggal dipilih saja, usul mana yang dicairkan,” ujarnya.
Emir Moeis, Ketua Panitia Angg-aran, menyela dan membantah bahwa DPR per-nah mengusulkan ke pemerintah. Be-lum sempat Soetedjo Yuwono bicara, sekretaris tim kecil Panitia Angg-aran, Tamsil Linrung, menyela. Anggota DPR dari Fraksi PKS ini menyoal angka Rp 609 miliar untuk sektor PU yang mirip dengan dokumen calo. Tamsil juga menjelaskan soal temuan tim kecil soal akurasi verifikasi dalam menetapkan obyek kerusakan. Misalnya, masih ditemukan adanya kerusakan jembatan, padahal yang rusak adalah gedung sekolah, atau daerah yang tidak terkena bencana, malah mendapat bantuan. Besaran alokasi dana juga disoal. Juga ada nama kabupaten yang sama sekali tidak dikenal. ”Datanya tidak benar. Perlu ditegaskan lagi, Panitia Anggaran tidak pernah memberikan persetujuan apa pun terkait bantuan bencana alam. Karena itu, sebaiknya diverifikasi lagi,” ujar Tamsil.
Usul Tamsil seperti menjadi pamungkas rapat. Seperti kor, semua anggota DPR menyetujui usul itu. Pemerintah pun hanya terdiam, tanpa perlawanan. Jusuf Anwar hanya menegaskan, pihaknya akan segera menindaklanjuti permintaan verifikasi ulang data-data itu, dalam waktu sepuluh hari semenjak rapat itu dilakukan.
DPR memang terkesan cuci tangan. Padahal, menurut sumber Tempo di pe-merintah, dua usulan anggaran pascabencana dari pemerintah itu tak lepas dari usul sejumlah anggota DPR. Daftar rekapitulasi usulan DPR itu dikirimkan dua hari sebelum Wakil Ketua Bakornas Alwi Shihab mengirimkan surat usul-an yang kedua, 10 Agustus lalu. Daftar itu juga dilengkapi proposal dari sejumlah daerah. ”Kami menerima mereka karena beranggapan itu mempermudah veri-fikasi. Bagaimanapun mereka kenal sekali daerah yang menjadi konstituen,” ujarnya.
Menurut sumber itu, dari sebagian pro-posal yang dilampirkan, sebagian di-lengkapi data pendukung. Misalnya foto daerah bencana, berikut rincian ke-rusak-an, bahkan juga dalam bentuk audio. Tapi sebagian lagi hanya berupa proposal berikut catatan-catatan kaki. ”Proposal-proposal itu hampir mirip satu sama lain. Seperti dibuat dalam sa-tu pintu,” kata sang sumber.
Proposal dari DPR itu tetap lalu dicocokkan dengan data Bakornas maupun instansi terkait. Kalau ternyata cocok dan layak, usul itu lolos. Tapi juga tak se-dikit yang terbuang. Repotnya, anggar-an yang mereka ajukan amatlah besar. Sayangnya, karena sempitnya waktu, be-lum semua proposal itu diverifikasi.
Sebagai Ketua Panitia Anggaran, Emir mengaku tak tahu ada daftar re-kap yang diusulkan kepada pemerintah. Pun siapa yang menyodorkan usul itu ke pemerintah. Bahkan juga jika usul itu di-sampaikan tim kecil yang dibentuk Pan-itia Anggaran untuk memverifikasi. ”Saya tidak tahu. Tak ada laporan dari tim kecil,” ujarnya.
Emir tak menyangkal jika banyak daerah menitipkan proposal mereka ke DPR. Ini karena beberapa kabupaten yang mengajukan proposal ke departemen teknis dan Bakornas tidak dires-pons. ”Tapi toh tetap kami serahkan ke Bakornas karena itu mekanisme yang berlaku,” ujarnya. Menurut Emir, langkah DPR ini merupakan bagian dari tugas kontrol DPR. ”Jadi, kami tak bisa di-sebut calo,” ujarnya.
Meski begitu, Emir tak menampik jika ada tangan-tangan kotor yang bermain. Karena itu, keputusan Panitia Anggar-an meminta pemerintah memverifikasi lagi data-data itu dianggapnya sebagai jalan tepat. ”Itu domain pemerintah. Ja-di kami kembalikan lagi,” ujarnya.
Bursah Zarnubi, ketua tim kecil, mem-bantah ada pertemuan dan usul menge-nai masalah itu. Menurut dia, tim yang dipimpinnya itu hanya pernah rapat sekali, itu pun hanya rapat intern membahas materi verifikasi. ”Seingat saya cu-ma satu kali. Detailnya saya sudah lupa,” ujarnya. Menurut dia, yang disampaikan dalam rapat terakhir itu masih versi pemerintah. ”Kami belum menyampaikan masukan apa pun,” ujarnya.
Pemerintah pun tersudut. Tak ada lagi cara lain kecuali menunaikan tugas veri-fikasi itu dengan sebaik-baiknya dan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Selain untuk mengecek lagi akurasi data-data itu, juga membuktikan ketepatan dan kelayakan daerah penerima bantu-an pascabencana. Bukan saja demi meng-irit duit negara, juga agar tak ada rak-yat di daerah yang harus menimba risiko akibat perilaku calo dana pascabenca-na. Agar rakyat Kecamatan Ampek Na-ga-ri segera terbebaskan dari isolasi akibat bencana Juli lalu.
Widiarsi Agustina, Yophiandi Kurniawan, Febrianti (Padang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo