Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Amnesia Bersama

26 September 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembicaraan hangat siang itu terhenti saat sebuah telepon genggam berdering. Seseorang menele-pon dari Jakarta, mengaku punya koneksi kelas tinggi di Dewan Perwakilan Rakyat. Kepada pejabat daerah yang dihubunginya, dia menawarkan untuk mencarikan sekaligus mencairkan anggaran dari peme-rintah pusat. Tentu dengan “sedikit” imbalan sebagai uang jasa.

Sang penelepon tidak menyadari, pejabat daerah yang dirayunya siang itu sedang menemui tamu penting di Restoran Diamond, Solo, Jawa Tengah, Jumat dua pekan lalu. Itulah Ketua Badan Kehormatan DPR Slamet Effendy Yusuf bersama anggotanya, Munawar Sholeh. Pertemuan yang juga dihadiri Wakil Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo, Bupati Klaten Haryanto Wibowo, dan para Kepala Bappeda dari Sukoharjo, Sragen, dan Klaten itu pun langsung terasa semakin serius.

Bagaimana tidak. Hari itu Slamet menangkap basah kegiatan calo yang selama ini diburunya. Maka, seusai pembicaraan, nomor telepon yang terekam di telepon genggam pejabat tersebut langsung ia catat. Panggilan telepon tak terduga itu terjadi tepat saat Badan Kehormatan sedang menggali informasi dari kepala daerah seputar ke-giatan calo anggaran yang berkeliaran di balik pintu anggota DPR.

Mereka memang sedang mengklarifikasi kebenaran dokumen calo anggaran yang dilansir Mohammad Darus Agap, anggota DPR dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, pada sidang paripurna DPR, 29 Agustus lalu. Dalam dokumen itu disebutkan ada anggaran Rp 609 miliar dari Departemen Pekerjaan Umum yang digunakan 174 kabupaten/kota yang terkena bencana.

Wakil Wali Kota Solo, Rudyatmo, mengaku pernah ditemui orang yang menawarkan bantuan mencarikan anggaran. Calo itu datang ke rumahnya beberapa hari setelah ia dilantik sebagai wakil wali kota. Calo itu berjanji akan datang lagi dan siap membuat perjanjian tertulis bahwa dia bisa mencarikan anggaran dari pusat. ”Orang tersebut memperkenalkan diri. Sayangnya saya lupa namanya,” katanya.

Selain di Jawa Tengah, Badan Kehormatan juga menebar anggotanya ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tim yang dipimpin Yunus Yosfiah ini bertemu pejabat dari lima kabupa-ten dan kota di wilayah Yogyakarta di kantor gubernuran DIY.

Ketua Badan Kehormatan, Slamet Effendy Yusuf, pun memastikan adanya percaloan anggaran ini. Sebagian besar pimpinan daerah mengaku pernah bertemu atau setidaknya dihubungi para calo anggaran. Anehnya, tak satu pun dari pimpinan daerah itu yang ingat nama calo yang menghubunginya. ”Mereka jadi amnesia semua,” kata Slamet. Sehingga hasil peng-galian dari daerah itu belum mengerucut pada nama calo. Informasi seragam itu malah meyakinkannya bahwa semuanya sudah diatur.

Munawar, anggota Badan Kehormatan, mengamini Slamet. Para bupati dan wali kota memi-lih bungkam dan menutupi. Awalnya, mereka selalu berkilah tidak pernah didata-ngi anggota DPR dan menepis pernah datang ke DPR. Namun, setelah digiring dengan pertanyaan lanjutan, mereka baru mengaku pernah ke DPR, meski hanya sekali. “Dialognya lucu,” kata Munawar mengungkapkan. Munawar menduga para kepala daerah takut, jika mereka membongkar, anggaran yang dijanjikan bakal terbang.

Selain menggali informasi ke daerah, Badan Kehormatan juga memanggil nama-nama yang muncul dalam dokumen calo anggaran. Kamis pekan lalu, mereka memanggil anggota DPR Mudahir dari Fraksi PDI Perjuangan dan Bursah Zarnubi dari Fraksi Bintang Reformasi. Sebelumnya me-reka mengundang Ali Yahya dari Fraksi Golkar dan Amin Said Husein, Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa. Giliran berikutnya me-reka akan memanggil Ketua Panitia Anggaran, Emir Moeis, dan salah seorang yang disebut-sebut sebagai operator calo, Andi Mustaqim, Senin pekan ini.

Pertanyaan kepada Bursah lebih banyak menyangkut perannya sebagai Ketua Tim Kecil yang khusus dibentuk Panitia Anggaran untuk membahas dana bencana itu. Sebab, tim ini mengambil alih fungsi Komisi V DPR yang bermitra dengan Departemen Pekerjaan Umum dalam membahas soal mata anggaran bencana. Namun, tak banyak yang bisa digali Badan Kehormatan dari Bursah, yang diisikan punya andil dalam percaloan ini. Bursah lebih ba-nyak menjawab bahwa dia sudah lupa.

Hal serupa terjadi saat pemeriksaan Mudahir. Badan Kehormatan mengaku heran nama Mudahir bisa dikenal begitu banyak kepala daerah dari Jawa Timur hingga Nusa Tenggara. Padahal, di antara anggota DPR sendiri, tak ba-nyak yang mengenalnya. Saat itu Mudahir hanya menjawab singkat, ”Ya, karena memang saya terkenal.”

Bursah kepada Tempo mengaku banyaknya pekerjaan se-bagai anggota DPR membuatnya lupa mengingat detail pembentukan tim kecil itu.

Menghadapi gejala ”amnesia massal itu”, Badan Kehormatan tak dapat berbuat apa-apa. Mereka tak punya hak memaksa orang memberikan jawaban dengan sungguh-sungguh. Jika anggota Dewan yang diperiksa menolak men-jawab, ya, sudah.

Itu sebabnya, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pun diminta turun tangan.

Agung Rulianto, Mawar Kusuma, Imron Rosid (Solo), Syaiful Amin (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus