Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Polisi menelisik temuan uang ratusan miliar rupiah setelah menggeledah salah satu rumah Inspektur Jenderal Ferdy Sambo.
Penyidik bisa menggunakan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sidang etik terhadap polisi yang terlibat kasus Ferdy Sambo diusulkan digelar secara terbuka.
JAKARTA – Tim khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI disebut tengah menelisik temuan uang ratusan miliar rupiah di rumah Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Temuan itu terkuak setelah tim menggeledah rumah mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu di tiga lokasi di Jakarta Selatan. "Itu bukan menemukan, melainkan diperkirakan sudah ada di situ. Kami sedang mendalami. Jadi, kami belum bisa memberi keterangan lebih mengenai hal itu," ujar anggota Komisi Kepolisian Nasional, Albertus Wahyurudhanto, kepada Tempo, Rabu, 17 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Albertus enggan mendetailkan informasi tersebut, termasuk soal jumlah persis total uang yang didapatkan penyidik tim khusus Mabes Polri. Dia hanya membenarkan adanya informasi uang ratusan miliar rupiah di salah satu rumah Ferdy. Menurut Albertus, kepolisian tengah mendalami penyelidikan untuk memastikan ada-tidaknya kaitan uang tersebut dengan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, ajudan Ferdy.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim khusus menggeledah tiga rumah Ferdy Sambo, antara lain rumah pribadi di Jalan Saguling III Nomor 29, Kompleks Pertambangan, Duren Tiga. Selain itu, tim menggeledah rumah dinas Ferdy di Kompleks Polri Duren Tiga serta rumah di Jalan Bangka XI A, Mampang, Jakarta Selatan. Penggeledahan dilakukan setelah polisi menetapkan Ferdy sebagai tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.
Pengawalan anggota Brimob saat tim Inafis Mabes Polri melakukan olah tempat kejadian perkara di kediaman Ferdy Sambo di Saguling, Jakarta, 9 Agustus 2022. TEMPO/Subekti
Ferdy disinyalir memerintahkan dua ajudannya, Brigadir Kepala Ricky Rizal dan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu, serta sopir bernama Kuwat Maruf untuk membunuh Yosua. Perintah itu disampaikan Ferdy kepada dua ajudannya ketika berada di rumah Saguling III. Eksekusi terhadap Yosua dilakukan di rumah dinas Ferdy. Jenderal bintang dua yang menjadi Ketua Satuan Tugas Khusus Merah Putih Polri itu juga ditengarai ikut menembak Brigadir Yosua.
Tiga sumber berbeda yang mengetahui penyidikan kasus itu menyebutkan tim khusus menelisik peran Ferdy dalam pembunuhan Yosua. Polisi menggeledah tiga rumah Ferdy, salah satunya di Jalan Bangka XI A Nomor 7, Mampang, Jakarta Selatan. "Uang ratusan miliar rupiah itu berupa dolar Singapura," ucap seorang sumber yang dekat dengan penegak hukum.
Dia menyebutkan uang itu kerap dibawa Ferdy menggunakan mobil yang berisi tanaman. Uang tersebut ditengarai dikirim ke sejumlah orang yang selama ini diduga terafiliasi dengan Ferdy. Namun sumber itu menolak merinci informasi tersebut, terutama ihwal asal-usul uang yang ditemukan di rumah Ferdy.
Sumber lain menceritakan, rumah di Jalan Bangka XI A Nomor 7 merupakan rumah mertua Ferdy atau orang tua Putri Candrawathi. Menurut sumber, uang yang ditemukan itu dimasukkan ke sejumlah koper besar. Ketika penggeledahan, kepolisian tidak hanya menemukan uang tunai, tapi juga baju dan sepatu berlumur darah yang diduga milik Yosua. "Pakaian tersebut tak sempat dibakar oleh Sambo."
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri nonaktif, Irjen Ferdy Sambo, menuju mobil setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta, 4 Agustus 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Agus Andrianto, tidak merespons upaya permintaan konfirmasi. Dia hanya membaca pesan yang dikirim saat dimintai konfirmasi ihwal temuan uang ratusan miliar rupiah di rumah Ferdy Sambo itu. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, juga tak menjawab saat dimintai konfirmasi. Begitu pula dengan Arman Hanis, pengacara keluarga Ferdy.
Arman sebelumnya ikut menyaksikan penggeledahan yang dilakukan tim khusus Mabes Polri pada Selasa, 9 Agustus 2022. Kala itu, Arman, yang mewakili keluarga Ferdy, menyebutkan proses penggeledahan juga disaksikan Putri Candrawathi. Mereka sepakat menyerahkan proses hukum kasus itu ke kepolisian.
Praktisi hukum pidana dari Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang, Rony Saputra, menjelaskan bahwa penyidik bisa menggunakan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atas temuan uang ratusan miliar rupiah tersebut. Pasal itu menyebutkan adanya kewajiban membuktikan bahwa uang tersebut bukanlah hasil dari tindak kejahatan. "Jika tidak dapat dibuktikan, berdasarkan harta kekayaan Ferdy sebagai polisi, dapat diusut dugaan tindak pidana pencucian uang," ucap dia.
Albertus Wahyurudhanto mengatakan tim penyidik tidak hanya mengusut uang yang ada di rumah Ferdy, tapi juga mempercepat proses pemberkasan perkara untuk diserahkan ke Kejaksaan Agung. Dia menuturkan Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah meminta agar kasus ini dituntaskan lebih cepat. "Kapolri ingin ada akselerasi sambil nanti menunggu rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, yang akan dikirim ke kepolisian sebelum akhir Agustus," ujarnya.
Aksi unjuk rasa meminta pengusutan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 8 Agustus 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Albertus juga mengusulkan pengusutan pelanggaran etik dalam kasus Ferdy Sambo beserta 35 personel kepolisian, yang menghilangkan barang bukti dalam kasus pembunuhan Yosua, agar segera disidangkan. Dia menilai sidang etik terhadap para polisi itu sebaiknya dilakukan secara terbuka. Hal itu mengacu pada Pasal 40 Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian.
Sidang etik kasus Ferdy Sambo layak dibuka ke publik, apalagi jika kasus ini sudah menjadi perhatian masyarakat. Hal ini juga sebagai upaya memperbaiki citra kepolisian dalam hal transparansi. Albertus mengatakan bakal mengirim surat kepada Inspektorat Khusus Polri untuk mendesak agar persidangan etik digelar secara terbuka.
AVIT HIDAYAT | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo