AHLI parasitologi dari Universitas Diponegoro, Semarang, Prof. Sapardi, membuat kejutan di layar komputer. Ketika sejumlah ahli di luar negeri mengemukakan teori bahwa penyakit AIDS hanya dapat ditularkan melalul kontak seks, setidak-tidaknya kontak tubuh langsung, Sapardi menambahkan teori baru. Yakni AIDS dapat ditularkan lewat nyamuk. Tak ada bantahan, yang ada pujian. Ini diceritakan Rektor Undip Prof. Moeljono Trastotenojo. Misalnya betapa besar manfaat seminar lewat komputer yang kini tengah diuji coba. Dengan seminar itu, "Kita tak akan ketinggalan informasi baru perkembangan ilmu dan teknologi di luar negeri. Kita juga dapat menunjukkan kepada dunia pendidikan internasional bahwa Indonesia mempunyai ahli yang dapat berbicara di tingkat internasional," kata Moeljono. Uji coba seminar jarak jauh lewat komputer melibat tiga perguruan tinggi di Indonesia--Undip, ITB, dan IPB--dan Universitas Guelph, Ontario, Kanada. Dimulai 14 Januari lalu, seminar segi empat ini berlangsung terus-menerus. "Siapa saja dapat mengikutinya," kata Ir. R.M. Utoro Sastrokusumo, dosen elektroteknik ITB, ketua tim uji coba. Caranya, memang tak sulit, peserta diskusi cukup duduk di depan pesawat komputer yang sudah dihubungkan ke pusat sistem ini. Penjajakan seminar jarak jauh itu sudah dilakukan ITB sejak 1975 -- dengan menghubungi Universitas Terbuka London dan Universitas Kobe, di Jepang -- menemui jalan buntu karena terbentur biaya komunikasi domestik, baik dengan London maupun dengan KDD, Perumtel Jepang. Tawaran kerja sama dari Kanada datang setelah Menteri Komunikasi Kanada pulang dari mengikuti Seminar Komunikasi Satelit di Solo, 1984. Seminar ini dimungkinkan oleh adanya perangkat lunak bernama Cosy (Conferencing System) rancangan Universitas Guelph. Transmisinya memanfaatkan alur khusus yang gratis. Perumtel membantu saluran dari tiga perguruan tinggi di Indonesia itu masuk ke stasiun Indosat, dan yang terakhir ini mengirimkan tanpa biaya pula ke Kanada lewat paket intelsat. "Sistem ini tak tergantung ruang dan waktu. Kapan saja si pemakai dapat masuk, mengikuti menu konperensi yang ditawarkan," kata Utoro. Hanya dengan modal satu unit PC (Personal Computer) ditambah modem, dan tentu saja "kata kunci", seseorang sudah dapat terlibat seminar jarak jauh. Saat ini, menurut Utoro, menu seminar adalah ilmu lingkung, bio teknologi, mikroelektronik, dan riset kedokteran. Kegunaan penting lainnya, lewat sistem ini, seorang dapat minta tolong mencarikan bahan-bahan rujukan. Di IPB, terminal komputer ini ditempatkan di Fakultas Pascasarjana. "Sangat besar manfaat sistem ini untuk memperoleh rujukan dari berbagai narasumber," kata Dr. Tony Hungarror, Ketua Lembaga Penelitian IPB. "Dari kecepatan komunikasi itu, dan luasnya liputan, sistem ini juga dapat mengurangi duplikasi suatu obyek penelitian," kata doktor fisiologi hewan ini. Tentu saja banyak keuntungan lain dari teknologi canggih ini. Cuma, masalahnya, karena program seminar komputer ini ciptaan pihak Kanada, ketergantungan terhadap negeri itu sangat besar. Sebab, di sanalah pusat sistem ini berada. Seorang dosen di ITB, misalnya, kalau bertanya suatu hal kepada rekannya di IPB, harus lewat Kanada. Banyak hal yang kemudian perlu diperhitungkan di sini, antara lain biaya transmisi "Besarnya biaya itu memang sedang kami hitung. Dan ini merupakan salah satu variabecl yang akan menentukan kelayakan sistem ini di masa datang," kata Utoro. Sekarang, biaya transmisi itu gratis. Tetapi setalah April, tak ada lagi gratis-gratisan. Kalaupun biaya itu tak menjadi masalah, mengandalkan pusat sistem di Kanada tentu mempengaruhi lalu lintas informasi, karena perbedaan waktu. Seorang penanya di ITB, yang membutuhkan jawaban cepat dari IPB, mungkin harus menunggu sekian jam karena moderator di Kanada sedang tidur, misalnya. Ketika uji coba ini diresmikan, 14 Januari lalu, Prof. Harry Cummings dari Universitas Guelph mengaku menahan kantuk pada pukul 11 malam waktu Kanada untuk meladeni tiga perguruan tinggi di Indonesia itu. Itu sebabnya penjajakan sistem serupa Cosy di Indonesia terus dilakukan. Menurut Utoro, sistem itu nanti dinamai UNINET dan akan berpusat di UI. Sistem sejenis untuk kawasan ASEAN juga dijajaki dengan pusat di Bangkok, dinamai ASEANET. Dalam angan-angan Utoro, kalau perangkat lunaknya sudah kita miliki sendiri, stasiun bumi kecil yang merupakan jaringan satelit Palapa dapat dimanfaatkan. Artinya, berbagai universitas di Indonesia dapat terlibat dalam seminar ini. "Dapat dibayangkan revolusi komunikasi yang akan terjadi," kata Utoro. Dan bila itu menjadi kenyataan, perkara skripsi jiplakan, atau topik skripsi yang sama, sangat mudah diatasi. Setiap perguruan tinggi dapat memberi dan menerima informasi maha cepat. Teknologi ini juga memudahkan konsep interdisipliner terlaksana. Besarnya biaya, setelah tak gratis lagi, memang cukup berat. Menurut Budhi Rahardjani, yang membidangi masalah ini di Undip, minimum 29 dolar Kanada per bulan untuk setiap peserta konperensi. Tapi, "Dengan membayar biaya minimum saja, kita hanya dapat menerima pesan-pesan. Bila kita mengirim, ditambah biaya satelit. Ini mungkin berat, karena biaya penelitian sekarang nol," kata Budhi. Di Undip, kini baru terdaftar 18 peserta konperensi yang sudah mendapat "kode panggilan", umumnya dosen dengan pangkat lektor kepala. Putu Setia, Laporan Farid Gaban (biro Jawa Barat) & Yusro M.S. (Biro Jawa Tengah)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini