Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Duet Anies dan Agus Yudhoyono dianggap solusi jalan tengah bagi rencana koalisi NasDem, Demokrat, dan PKS.
Kans AHY menjadi pendamping Anies lebih kuat dibanding Ahmad Heryawan.
JAKARTA – Pengamat politik menilai kesulitan terbesar rencana koalisi Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terletak pada penentuan calon wakil presiden. Hingga kini masih terjadi tarik-ulur di antara ketiga partai tersebut dalam memutuskan calon wakil presiden pendamping Anies Baswedan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin, berpendapat Anies membutuhkan calon wakil presiden yang memiliki elektabilitas tinggi untuk memenangi pemilihan presiden 2024. Syarat itu, kata Ujang, tidak ada pada Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyno (AHY) ataupun Ahmad Heryawan, kader PKS. “Kalau cawapresnya biasa-biasa saja, kemenangan sulit diraih,” kata Ujang, Rabu, 26 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ujang membandingkan keunggulan Agus Yudhoyono dan Ahmad Heryawan. Ia menilai Agus Yudhoyono dapat memberi nilai positif kepada Anies karena sama-sama muda dan dianggap cerdas. Berbeda dengan Aher—panggilan Ahmad Heryawan—yang justru bisa memicu tudingan negatif terhadap Anies. Sebab, Aher berasal dari partai Islam, yang berpeluang mencitrakan Anies dekat dengan kelompok garis keras.
Ia menganggap duet Anies dan Agus Yudhoyono dapat menjadi solusi jalan tengah bagi ketiga partai. Anies berpeluang menaikkan elektabilitas NasDem dan PKS. Lalu Agus Yudhoyono akan menaikkan elektabilitas Demokrat. Tapi Ujang ragu pasangan Anies-Agus Yudhoyono akan mampu memenangi pemilihan presiden 2024.
Pertimbangan utamanya, elektabilitas Agus Yudhoyono masih relatif rendah dibanding sejumlah figur lainnya. Hasil jajak pendapat beberapa lembaga survei menempatkan tingkat keterpilihan Agus Yudhoyono berada di papan bawah. Misalnya, survei terbaru Litbang Kompas yang dirilis pada akhir bulan ini, elektabilitas Agus Yudhoyono pada posisi calon presiden hanya 2,2 persen.
Lalu pada posisi calon wakil presiden, Agus berada di urutan kelima dengan tingkat keterpilihan 6,5 persen. Elektabilitas Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berada di posisi pertama dengan 11,5 persen.
Ahmad Heryawan (kiri) dan Anies Baswedan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) PKS di Depok, Jawa Barat, 6 Maret 2017. Dok. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
Hingga saat ini, NasDem, Demokrat, dan PKS masih terus mendiskusikan peluang ketiga partai untuk berkoalisi. Ketiganya sudah menyetujui Anies sebagai calon presiden. Namun ketiga partai itu berbeda sikap dalam memilih calon wakil presiden.
Demokrat tetap berkukuh menyodorkan Agus Yudhoyono. Sedangkan PKS menawarkan Aher. Adapun NasDem disebut-sebut mengajukan nama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa atau Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.
Peneliti sosial-politik pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro, menilai Aher mempunyai keunggulan dalam pengalaman politik dibanding Agus Yudhoyono. Aher berpengalaman sebagai Gubernur Jawa Barat dan anggota legislatif. “Keunggulannya di pengalaman,” kata Siti.
Menurut Siti, siapa pun figur yang dipilih sebagai pendamping Anies tak akan mempengaruhi elektabilitas partai pendukung. Sebab, dalam pemilu serentak, yang diharapkan adalah adanya efek ekor jas dari calon presiden kepada partai pengusung.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, ikut menjagokan Agus Yudhoyono sebagai calon wakil presiden buat Anies dibanding Aher. Sebab, putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono itu dianggap memiliki modal elektabilitas yang cukup baik.
Namun Dedi melihat karakter Anies dan Agus relatif mirip. Karena itu, kata dia, Anies lebih cocok jika berpasangan dengan figur yang memiliki karakter berbeda dari bekas Gubernur DKI Jakarta itu, sekaligus berasal dari luar NasDem, Demokrat, dan PKS.
ARYA PRASETYA (MAGANG) | ROSSENO AJI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo