Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUARANYA parau, matanya merah. Telepon genggamnya tak henti berdering: kadang menerima panggilan, sebentar kemudian ganti menelepon. ”Hingga larut malam saya tak bisa tidur,” kata Ridwan Hisjam, bekas Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jawa Timur, Jumat pekan lalu. ”Saya gelisah setelah mendeklarasikan diri sebagai kandidat Ketua Umum Golkar.”
Nama Hisjam nyaris tak mencuat sebagai kandidat ketua menjelang pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar, yang digelar pertengahan pekan ini. Denyut pertarungan lebih terasa di antara tiga sosok elite Golkar: Surya Paloh (Ketua Dewan Penasihat), Aburizal Bakrie (anggota Dewan Penasihat), dan Yuddy Chrisnandi (salah satu ketua). Ia mungkin kandidat penggembira, meski bukan tak bisa menjelaskan apa yang terjadi di tubuh Beringin. ”Kultur yang dibangun dalam pemilihan ketua Golkar adalah mobilisasi,” katanya.
Untuk bisa menggalang dukungan, seorang kandidat harus punya uang. ”Ibarat mobil, Golkar ini sedan Mercy.” Harganya mahal, bensinnya boros. ”Saat ini yang punya bensin memang Pak Aburizal Bakrie,” kata Hisjam lagi.
Sumber Tempo menjelaskan, sejatinya tak ada lagi pertarungan di tubuh Golkar. Semua pengurus Golkar tingkat provinsi dan kabupaten/kota lebar membuka pintu buat Ical, demikian Aburizal Bakrie biasa disapa. ”Ical sudah pasti jadi,” kata sumber itu.
Aburizal sejak akhir bulan lalu intensif mengunjungi daerah, termasuk ke sarang pendukung Jusuf Kalla—ketua umum saat ini yang disinyalir tak mendukung pencalonan Aburizal. Keduanya memang berseberangan: Ical ingin membawa Golkar ke haribaan presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono, sedangkan Kalla tidak. Bagaimanapun, Yudhoyono adalah pesaing Kalla dalam pemilu presiden lalu.
Di Makassar Ical menemui delapan pengurus Golkar provinsi dan 68 pengurus kabupaten di wilayah Sulawesi dan Maluku. Dalam pemilu presiden, Kalla-Wiranto yang diusung Golkar menang mutlak di Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. ”Jika saya terpilih, Pak JK akan kita beri singgasana terhormat,” kata Ical kepada hadirin.
Manuver Ical menggalang dukungan tak menciutkan hati Surya Paloh. Dia tak menampik ada persaingan merebut jabatan. ”Dia (Ical) kan anak buah saya di Dewan Penasihat,” katanya. ”Sebagai pimpinan, saya harus memberikan kesempatan anak buah maju.” Namun, sebagai salah satu kandidat, Surya melakukan gerilya ke daerah-daerah juga. ”Bukan penggalangan. Sebagai Ketua Dewan Penasihat, saya wajib mengunjungi daerah.”
Soal fulus, Surya sadar harus mengorek kocek lebih dalam. Gizi bagi Golkar, kata Surya, adalah romantisme yang terus berlaku. ”Justru saya heran jika ada kandidat mengatakan tak perlu biaya politik.”
Untuk menjaring dukungan, misalnya, kandidat mesti memberikan sangu rata-rata Rp 5 juta bagi tiap orang yang hadir dalam pertemuan kandidat dan pengurus daerah. Duit itu resminya untuk biaya operasional partai, ”Tapi bisa juga masuk kantong pribadi,” kata seorang pengurus partai.
Soal kebutuhan fulus dalam tubuh Golkar bisa dipotret melalui Jawa Timur. Di provinsi ini Ical dan Surya Paloh aktif berkeliling. ”Mereka menggalang ke semua kabupaten dan kota,” kata Sekretaris Partai Golkar Jawa Timur, Muhammad Muchtar. Keduanya lebih bisa diterima ketimbang kandidat lain yang berkantong tipis. Menjadi ketua Golkar, ”Tak cukup otak saja,” kata Muchtar.
Menurut purnawirawan TNI Angkatan Darat itu, kebutuhan operasional kantornya sekitar Rp 30 juta per bulan. Bantuan pusat, iuran anggota DPR dan DPRD jelas tak cukup. Kekurangan itu biasanya ditambal ketua—baik di level daerah maupun pusat. ”Memang itu fungsi ketua,” kata Muchtar.
Soal kebutuhan dana operasional, Ical berjanji akan mengadakan dana abadi. ”Tahun 2014 Golkar sudah punya dana abadi, sehingga pemimpin Golkar tak perlu orang mampu (kaya), melainkan orang pintar,” kata Ical.
Strategi pengucuran dana Ical untuk menggaet daerah, kata Ridwan Hisjam, adalah dengan mengkader 10 juta warga Jawa Timur lewat program kader penggerak teritorial desa. Jika biaya tiap kader Rp 100 ribu saja, dibutuhkan dana Rp 1 triliun untuk program itu. ”Makanya, meski mencalonkan, saya sadar pasti akan terlibas Pak Ical,” kata Hisjam.
Di Jawa Timur, menurut Muchtar, 22 dari 38 pengurus kabupaten/kota mendukung Ical. Daerah itu antara lain adalah Malang, Madiun, dan Jombang. Sedangkan yang mendukung Paloh 16, di antaranya Kediri, Nganjuk, dan Banyuwangi. Di tingkat nasional Ical juga disokong Akbar Tandjung dan Agung Laksono. Ketiganya kini dikenal sebagai ”trio alfa”—Aburizal-Agung-Akbar. Trio itu punya konsensus saling mendukung. Jika Ical ketua umum, Agung Laksono menjadi sekretaris jenderal dan Akbar jadi Ketua Dewan Penasihat.
Menghadapi Goliat, kandidat di luar Ical jelas kedodoran. Anggota Dewan Penasihat Fahmi Idris, yang menyokong Yuddy Chrisnandi, mengakali soal duit ini dengan melempar isu generation gap. ”Ketua zaman sekarang umurnya harus di bawah 50 tahun,” kata Fahmi. ”Kalau Ical dan Surya itu kakek-kakek.” Yuddy saat ini 41 tahun.
Fahmi memetakan tiga kutub di Golkar. Pertama, yang menginginkan Golkar sebagai oposisi dan menyokong Surya Paloh. Kelompok ini hanya disokong 25 persen pengurus. Kedua, yang ingin merapat ke pemerintahan dengan menyokong Ical, dengan kekuatan 70 persen. Ketiga, golongan kaum muda yang tak mau terjebak arah angin Surya dan Ical. Golongan terakhir hanya didukung 5 persen anggota.
Soal duit, Fahmi mengeluh. ”Kebutuhan operasional partai Rp 4 miliar per bulan. Anak muda jelas tak punya duit sebanyak itu.” Kaum muda Golkar mampu mengatasi problem pendanaan jika biaya dihemat. Misalnya rapat tak perlu di hotel berbintang tapi cukup di kantor. ”Kalau yang memimpin tetap kaum tua, Golkar akan terpenjara,” kata Fahmi.
Yuddy mengklaim didukung Jusuf Kalla. ”Jadi, sebenarnya saya ini kandidat incumbent,” katanya. Ia juga didukung sejumlah tokoh muda Golkar, di antaranya Sius Paur, Indra J. Pilliang, Christina Aryani, Emil Abeng, dan Arlan Sumarsono. Total tim sukses inti 65 orang. ”Sementara kapal lain sudah penuh, kapal kami adalah kapal induk. Masih bisa menampung banyak orang,” kata Pilliang.
Sama dengan Ical yang akan memberikan tempat terbaik bagi Kalla, Yuddy juga berjanji akan mendudukkan Kalla di kursi Ketua Dewan Penasihat. Soal pemilu 2014 Yuddy sesumbar akan menetapkan kandidat presiden tiga tahun lebih awal. ”Jadi, pada 2011, kandidat presiden sudah ditetapkan,” kata Yuddy. ”Kandidat itu pun tak harus ketua umum.”
Dwidjo U. Maksum, Akbar Tri Kurniawan (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo